Elemen paling menyenangkan ketika menikmati tayangan olahraga adalah adanya elemen kejutan. Sepak bola tentunya juga termasuk, karena rasanya selalu menyenangkan melihat adanya kejutan yang memutarbalikkan prediksi.
Masih teringat jelas bagaimana reaksi orang ketika Leicester City berhasil menjuarai Liga Primer Inggris dua musim lalu, bagaimana ketika Yunani menjuarai Piala Eropa 2004, atau yang lebih lawas lagi, bagaimana ketika Korea Selatan berhasil mengalahkan Italia di Piala Dunia 2002.
Bagi banyak orang, kejutan-kejutan tersebut tentu terasa mengasyikkan dan membuat sepak bola terasa tidak membosankan. Menjelang turnamen sepak bola paling akbar sejagad raya yang akan dilangsungkan satu tahun lagi di Rusia, sudah ada beberapa kejutan yang terjadi.
Mulai dari tidak lolosnya negara-negara yang terhitung memiliki reputasi besar seperti Belanda, Cile, dan Amerika Serikat, hingga lolosnya negara-negara debutan seperti Islandia, dan tentu saja, Panama. Lolosnya Islandia mungkin menjadi cerita yang menarik, namun prestasi negara dengan pemandangan indah di Piala Eropa 2016 ini mungkin menjadi pertanda bahwa mereka akan meneruskan rekor baiknya ke turnamen selanjutnya.
Lain halnya dengan Panama, bekas jajahan Spanyol ini tidak memiliki prestasi yang terhitung menakjubkan, bahkan di zona CONCACAF (Amerika Utara, Tengah, dan Karibia( yang kualitasnya tentu berbeda jauh dengan zona Eropa). Namun, Panama berhasil membuat kejutan yang menarik kala memastikan diri lolos secara otomatis ke Rusia 2018.
Mengapa kelolosan Panama terasa sangat mengejutkan?
Alasan pertama adalah, kualitas pesepak bola yang memperkuat Los Canaleros. Tidak ada satu pun pemain yang memperkuat klub di liga besar di Eropa, ataupun di Brasil, dan Argentina. Pemain terbaik Panama saat ni, Blas Perez, sudah berusia 36 tahun dan hanya bermain di klub asal Guatemala yang bernama Municipal. Kapten mereka, pemain bertahan Felipe Baloy, kurang lebih sama dengan Perez, berusia 36 tahun dan bermain di Municipal.
Sementara, top skor mereka sepanjang masa yang juga masih aktif bermain hingga saat ini, Luis Tejada, juga sudah berusia 35 tahun dan hanya bermain di klub Peru yang bernama Universitario. Hampir semua pemain Panama bermain di liga negara zona Concacaf seperti Major League Soccer (Amerika), Liga Nasional Honduras, dan tentunya, Liga Panama sendiri. Jujur saja, penulis akan merasa terkejut apabila Tribes pernah mendengar nama-nama seperti Perez, Baloy, dan Tejeda.
Dengan materi pemain seperti itu, tentu saja wajar banyak orang memandang Panama sebelah mata. Catatan mereka di zona CONCACAF sendiri sebenarnya tidak begitu mengesankan. Mereka hampir lolos ke babak play-off kualifikasi Piala Dunia 2014 lalu, namun di pertandingan terakhir, mereka mengalami nasib yang begitu sial. Mereka sudah unggul 2-1 melawan Amerika Serikat, namun Negeri Paman Sam tersebut berhasil membalikkan keadaan di injury time dan mereka terlempar dari zona play-off di klasemen.
Tak hanya itu, prestasi terbaik yang pernah mereka catatkan di Piala Emas, kompetisi sepak bola khusus zona CONCACAF hanyalah juara kedua di tahun 2005 dan 2013. Catatan terbaik yang pernah mereka torehkan ada di Copa Centroamericana, kompetisi untuk negara-negara khusus Amerika Tengah. Panama berhasil menjadi juara di tahun 2009, namun prestasi ini terhitung biasa saja mengingat bagaimana zona ini hanya diisi negara-negara semacam Belize, Nikaragua, El Salvador, Guatemala, dan dua negara yang sepadan dengan Panama, Honduras dan Kosta Rika. Singkatnya, Panama bukanlah negara yang memiliki prestasi di sepak bola.
Kelolosan Panama sendiri mengandung unsur keberuntungan yang besar. La Marea Roja lolos dengan poin sama seperti Honduras (13 poin) yang berada di posisi empat dan harus berjuang untuk play-off, dengan keunggulan selisih gol, meskipun selisih gol Panama sendiri negatif (-1).
Dalam pertandingan terakhir yang menentukan melawan Kosta Rika, mereka dihadiahi gol yang sangat kontroversial. Gol penyama kedudukan yang dicetak oleh Gabriel Torres di menit 52, diklaim tak pernah melewati garis gawang yang dijaga oleh Keylor Navas, kiper Kosta Rika. Namun, wasit mengesahkan ‘gol’ tersebut, dan tak ada teknologi goal-line yang bisa membantu. Tak hanya itu, di ujung laga, terlihat bagaimana salah satu pemain cadangan Panama, Jose Gonzalez, menendang bola jauh-jauh yang sudah keluar lapangan pertandingan, di saat pemain Kosta Rika ingin mengambil bola tersebut untuk melakukan lemparan ke dalam.
Gonzalez yang sempat disangka sebagai seorang ballboy, kemudian diberikan kartu kuning oleh sang wasit. Laga kemenangan yang bersejarah saat melawan Kosta Rika tersebut dibumbui oleh banyak aksi dan intrik yang menarik, dan tentu hasilnya pun juga sangat mengejutkan.
Meskipun begitu, tak pantas rasanya menilai bahwa Panama hanya sekedar pelengkap di Rusia nanti. Menarik tentunya untuk mendapat kesempatan mengenali negara-negara yang kurang dikenal di kancah sepak bola dunia. Layak ditunggu juga bagaimana skuat asuhan pelatih asal Kolombia, Hernan Dario Gomez ini, berlaga di Piala Dunia pertama mereka.
Apakah mereka mampu memberikan impresi yang bagus, atau justru terjerembab menjadi pesakitan? Satu yang pasti adalah, kelolosan Panama ini disambut dengan luar biasa oleh rakyat negara ini. Bahkan, Presiden Panama, Juan Carlos Valera, menetapkan hari Rabu tanggal 11 Oktober kemarin sebagai hari libur nasional dalam rangka menyambut kelolosan mereka yang pertama kalinya ke Piala Dunia.
Kelolosan Panama adalah sebuah kejutan yang menyenangkan, tak hanya bagi rakyat Panama sendiri, melainkan bagi pencinta sepak bola dunia. Patut dinanti apakah mereka mampu menghidangkan kejutan lagi di putaran final, karena kejutan dari negara kecil dalam hal sepak bola adalah hal terbaik yang dapat terjadi di olahraga ini.
Author: Ganesha Arif Lesmana (@ganesharif)
Penggemar sepak bola dan basket