Jika ditarik waktu 12 bulan ke belakang, Arsene Wenger sudah menggunakan tiga skema untuk Arsenal. Mulai dari 4-2-3-1, lalu beberapa kali menggunakan 4-3-3, dan kemudian 3-4-2-1 yang sukses mengantar The Gunners merebut Piala FA di akhir musim. Lantas, skema mana yang paling sesuai untuk Arsenal? Apakah salah satu di antara ketiga skema di atas? Atau ada skema baru?
Masalah utama
Skema 4-2-3-1 adalah favorit Wenger karena cocok untuk Alexis Sanchez yang biasanya berperan sebagai false nine. Pemain asal Cile in ini bisa bebas bergerak ke semua lini, meminta bola ke bawah, sekaligus menarik pemain bertahan keluar dari posisinya.
Meskipun sangat menunjang kemampuan Alexis, skema ini masih menunjukkan banyak masalah. Salah satunya adalah okupansi di zona 14 (zona nomor 9, biasanya ditempati penyerang ketika proses menyerang). Perhatikan pembagian zona ala Louis van Gaal di bawah ini:
Ketika melawan tim yang lebih lemah, Arsenal dapat dengan mudah mengontrol ruang dan mendikte permainan. Namun, ketika melawan tim yang lebih kuat, masalah okupansi di zona 14 menjadi masalah. Ketika melawan tim yang lebih kuat, Arsenal dibuat jarang mengontrol bola. Oleh sebab itu, Arsenal dipaksa bermain (mengontrol bola) di wilayah sendiri, atau sama sekali tak bisa menguasai bola.
Masalahnya adalah, ketika Arsenal menguasai bola di wilayah sendiri, biasanya, Alexis akan terpancing ikut turun, dari wilayah lawan, hanya untuk meminta bola. Hasilnya, ketika mendapatkan bola, Alexis akan kehilangan pilihan umpan di antara lini lawan, kecuali ada penyerang sayap lainnya yang masuk ke dalam.
Kebiasaan ini sering dimanfaatkan lawan untuk membuat Arsenal menjadi frustasi karena tak punya struktur penempatan pemain (positional structure) yang baik ketika Alexis turun ke bawah.
Namun, ada “masalah klasik” lain yang menjangkiti Wenger dan sampai sekarang tak ketemu solusinya, yaitu serangan balik. Sering, bentuk pertahanan Arsenal ketika menderita serangan balik adalah 2-1 (dua bek dan satu gelandang). Pelatih seperti Tony Pulis atau Sam Allardyce sangat mudah menembus lini Arsenal dengan serangan balik.
Arsenal sangat rentan dengan serangan balik karena tidak ada cover antar-pemain yang ideal. Ada dua alasan, yaitu Wenger selalu menginstruksikan dua bek sayap untuk naik begitu tinggi sekaligus melebar dan yang kedua adalah struktur lini tengah yang sangat buruk.
Masalah ini seperti menghalangi Granit Xhaka mencapai level permainan terbaik. Pemain asal Swiss tersebut akan lebih ideal ketika bermain sebagai gelandang paling dalam supaya bisa mendikte permainan dan memaksimalkan jangkauan umpannya. Sebuah peran yang pada awalnya justru disangkal oleh Profesor Wenger.
Kekurangan Xhaka adalah ia bukan “gelandang bertahan” dengan pergerakan tanpa bola (ketika bertahan) yang baik. Mantan pemain Borussia Moenchengladbach tersebut juga bukan gelandang bertahan yang punya kecepatan dan mobile. Oleh sebab itu, ketika struktur tak mendukung, banyak suporter yang dengan begitu buta nan bebal memandang Xhaka sebagai pemain medioker.
Bagaimana dengan teman duet Xhaka di tengah?
Pemain yang paling sering berduet dengan Xhaka adalah Aaron Ramsey. Pemain asal Wales ini cukup sering turun ke bawah untuk meminta bola. Namun, Ramsey tak nyaman ketika harus menjadi pemain yang memprogresikan bola dari bawah (dropping deep and dictate the tempo).
Ramsey akan sangat berguna ketika bermain dekat dengan kotak penalti dan memaksimalkan third-man run atau malakukan overload di sepertiga akhir lapangan. Oleh sebab itu, ketika Ramsey bermain, situasi 2-1 akan tetap terjadi dan Xhaka akan sangat terekspose ketika terjadi serangan balik.
Situasi sama juga terjadi ketika Francis Coquelin yang dimainkan. Wenger ingin Coquelin berperan seperti Ramsey. Namun, pemain asal Prancis ini punya keterbatasan kemampuan. Ia tak bisa mensirkulasikan bola dan meringankan beban Xhaka.
Lalu, ada dua pemain lagi yang berpotensi menjadi duet Xhaka, yaitu Mohamed Elneny dan Santi Cazorla. Elneny lebih mirip Xhaka ketimbang Coquelin. Ia bisa bermain di depan bek dan mensirkulasikan bola. Maka, dengan adanya Elneny, situasi 2-2 (dua bek dan dua gelandang) bisa diciptakan.
Untuk Cazorla sendiri situasinya sedikit lebih pelik. Pemain asal Spanyol ini punya kemampuan progresi, baik dengan umpan maupun giringan. Namun, sisi bertahannya masih tidak sekuat Xhaka. Oleh sebab itu, dibutuhkan pemain seperti Coquelin sebagai penyeimbang, mengamankan lini di belakang Cazorla.
Kesimpulannya, skema 4-2-3-1 tak lagi ideal untuk digunakan. Sebuah skema harus bisa membantu pemain mengeluarkan kemampuan terbaik. Namun, ketika skema justru mengeksploitasi tim, karena struktur yang buruk, maka skema ini justru merugikan Arsenal. Terutama ketika sebuah skema justru membuat Arsenal tidak seimbang.