Uncategorized

Tips Mendukung Arsenal: Setel Kendo

Pendukung fanatik satu kesebelasan sepak bola (biasanya klub-klub Eropa), selalu membuat saya percaya bahwa kalau diminta mengangkat batu sampai ke puncak gunung dan mengulanginya seumur hidup, mereka akan bersedia saja. Mitologi Sisifus ini yang kemudian akan sering kamu temukan di benak para suporter Arsenal.

Perspektif untuk melihat keputusan mendukung Arsenal tentu kurang pas bila ditakar dengan cara pandang pendukung tim sepak bola lain. Maksud saya, mustahil memahami absurditas pendukung Arsenal yang masih setia mendukung timnya, walau masih ditukangi sesosok orang keras kepala dan jajaran manajemen yang bekerja selembek tahi ayam. Contohnya begini, seorang suporter klub teras Eropa, katakanlah, Real Madrid, akan sulit membayangkan rasanya menjadi pendukung Arsenal dan sebaliknya.

Maka dari itu, sebagai pendukung Arsenal, lewat esai ini, saya mencoba menawarkan cara terbaik mendukung Arsenal tanpa mengurangi sense of belonging yang kawan-kawan Gooner (sebutan untuk pendukung Arsenal) miliki kepada tim asal London Utara ini.

Sebenarnya, tak ada banyak faedah yang bisa kamu dapatkan dari esai ini, tapi begini, seorang Gooner kala itu mengirim naskah ke redaksi kami dan bilang bahwa saat ini, mendukung Arsenal sangat berbahaya bagi kesehatan mentalnya. Hal ini perlu ditindaklanjuti karena seperti yang sedang dan masih marak akhir-akhir ini, depresi adalah kunci awal untuk menuju gerbang menakutkan bernama delusi.

Via Vallen. Kredit: Jawapos

Setel kendo

Kamu bisa memahami dua kata berbahasa Jawa ini melalui lagu Via Vallen atau meresapinya dengan cara seorang suporter mendukung suatu kesebelasan. Pengalaman ini pernah saya dapati pada kawan-kawan Aremania ketika saya tinggal di Malang beberapa tahun lalu.

Ketika dualisme menyergap klub kebanggaan Kota Apel, tak sedikit pentolan pendukung Aremania menuangkan keresahannya. Di berbagai sudut kota, kamu akan banyak menemukan protes para Aremania lewat tulisan ‘Arema bukan Cronus’. Hal ini sah-sah saja dilakukan sebagai bentuk protes untuk mengembalikan kehebatan Singo Edan tak hanya di atas lapangan, namun juga lewat status sejati mereka: sebagai klub idola arek-arek Malang.

Tapi seiring waktu, ketika Arema yang satu tengah mati suri dan hanya ada Arema Cronus yang berlaga kala itu, beberapa suporter melunak. Setel kendo adalah prinsip yang mereka pegang kala itu. “Nek kuat ditonton, nek ra kuat ya nonton liyane”, kurang lebih seperti itu tentang sikap mereka terhadap Arema Cronus.

Sikap yang terpuji karena nyatanya, Stadion Kanjuruhan selalu ramai. Antusiasme sepak bola di kota Malang juga masih berdetak normal tanpa menurunkan kegairahan sedikit pun. Saya rasa sikap Aremania ini yang kemudian mendorong perubahan nama Arema Cronus menjadi Arema FC seperti sekarang ini, walau ya, masih ada Arema Indonesia yang kini berlaga di Liga 3. Hehehe.

Setel kendo juga boleh dimaknai sebagai penyerahan diri yang paripurna. Mendekati konsep nihilis yang diagungkan Friedrich Nietzsche, hanya saja di level yang lebih sederhana dan tidak kompleks. Maksud saya, sikap setel kendo membuat kamu akan memahami kenapa Via Vallen bersabda merdu bahwa, “kuat dilakoni ra kuat tinggal ngopi”.

Mendukung Arsenal, dengan situasi dan kondisi yang berbeda, memerlukan mentalitas setel kendo ini. AS Laksana pernah mendeskripsikan dengan baik cara pandang beliau tentang suporter Arsenal dengan kalimat syahdu. Menurut AS Laksana, saya kutipkan utuh, “mendukung Arsenal seperti ketabahan seorang gembala yang sanggup mendaki gunung sembari memikul salib di bahu kanan dan kerbau di bahu kiri”.

Argumen yang valid tapi tetap saja, hanya pendukung Arsenal yang tahu rasanya menjadi seorang Gooner. Mungkin, bukan hanya kerbau dan salib yang ia panggul, melainkan juga isi kepala batu Arsene Wenger dan isi kepala botak Ivan Gazidis yang kolot.

Dan untuk hal-hal seperti ini, Arsenal menawarkan jalan tercepat menuju surga. Kenapa? Tuhan pernah bilang bahwa sebaik-baiknya manusia adalah mereka yang sabar, lalu coba kamu pikir, sesabar apa suporter Arsenal bahkan ketika tahu klubnya mengarah dari klub papan atas menjadi klub tahi, dan masih bersedia menonton tim ini bermain tiap pekannya?

Saya belum sekalipun menonton tiga laga awal Arsenal di Liga Primer Inggris musim ini. Tiga laga Arsenal yang saya tonton musim ini adalah dua laga uji coba melawan Sydney FC dan Bayern München serta satu laga Community Shield melawan Chelsea. Dari tulisan dan tweet berbagai kawan di Twitter, saya mengikuti Arsenal secara perlahan dan menerapkan konsep setel kendo ini.

Saya tidak menonton pembantaian empat gol di Anfield tapi bila di sisa musim ke depan angka mencolok untuk kekalahan Arsenal kembali terjadi dan klub ini semakin berhasrat menjadi klub tahi, semoga kamu tahu apa yang harus kamu lakukan.

Bagi kawan-kawan pembaca yang kebetulan suporter Arsenal, ingat, setel kendo saja. Nek kuat ditonton, nek ra kuat ya nonton liyane. Meminjam kutipan Albert Camus tentang Sisifus, kamu harus memahami bahwa perjuangan itu sendiri, sudah cukup untuk mengisi hati manusia. Dan bagi Arsenal, bila musim ini ke depannya berubah menjadi bencana, berarti ‘perjuangan’ mereka menjadi sebuah klub tahi adalah suatu pilihan yang harus kita bayangkan membuat tim berlogo meriam ini bahagia.

Author: Isidorus Rio Turangga (@temannyagreg)
Tukang masak dan bisa sedikit baca tulis