Nasional Bola

Opsi Model Permainan bagi Luis Milla di SEA Games 2017

Minggu 13 Agustus 2017 yang lalu, Football Tribe merilis analisis kompetitor Indonesia di grup B Sea Games 2017. Hari ini, sehubungan dengan tulisan tersebut, kami merilis sebuah tulisan terkait yang menitikberatkan pada apa saja opsi-opsi model permainan yang relevan bagi Timnas U-22 asuhan Luis Milla. Opsi-opsi yang sekiranya dapat membantu timnas melewati grup neraka SEA Games 2017.

Sebagian dari yang tertulis dalam artikel ini belum pernah diterapkan Milla selama melatih Timnas U-22, pun tidak atau belum ada tanda bahwa ia akan memainkannya di masa depan. Tetapi, satu hal yang pasti, model-model permainan yang nanti dijelaskan di dalam tulisan ini diyakini dapat menambah stok atau ide taktik bagi Timnas U-22. Karenanya, tetap menarik untuk disampaikan dan kita cermati bersama.

Untuk memahami istilah taktik yang digunakan, sila klik tautan yang kami sertai dengan backlink menuju beberapa penjelasan terkait:

Kredit: PSSI

Gaya bermain

Berdasarkan permainan timnas selama uji tanding dan Kualifikasi Piala Asia U-23, terlihat jelas gaya sepak bola direct. Gaya direct yang, dalam build-up serangan, banyak memainkan bola jarak menengah dan jauh yang menyasar langsung ke lini depan.

Dari area bawah, bola diprogresi jauh ke depan untuk mengakses gelandang sayap yang sejak awal memanfaatkan lebar lapangan dengan mengisi koridor tepi. Walaupun dalam banyak kesempatan, Evan Dimas sering terlihat turun mendekati lini belakang untuk menjemput bola dan memainkan progresi yang lebih gradual, tetapi bola-bola jarak menengah dan panjang tetap menjadi mayoritas dalam progresi.

Sesuatu yang wajar, bila mengingat Milla bukanlah seorang pelatih yang berkiblat ke juego de posicion ala Spanyol. Luis Milla merupakan seorang pelatih yang “berbasiskan pertahanan”. Bisa dikatakan, ia merupakan seorang Spanyol yang Italiano. Catenaccio dan  Fabio Capello merupakan kiblatnya.

Gaya serangan Milla ini yang pada gilirannya memengaruhi pemilihan pemain inti. Pemain-pemain yang dipilih sebagai gelandang sayap dan bagaimana mereka bermain, mencerminkan karakter sepak bola direct. Febri Haryadi di sisi kanan dan Saddil Ramdani di kiri, selalu bermain vertikal dan lebih banyak mengambil ruang di koridor sayap.

Sayap-sayap Indonesia, Febri, contohnya, memiliki insting alami untuk segera mengubah mentalitas bertahan ke mentalitas menyerang tepat ketika tim merebut penguasaan bola dan masuk ke dalam fase transisional. Ketika timnas berada dalam blok rendah dan berhasil merebut bola, saat itu juga Febri sering kali terlihat begitu cepat bergerak naik dan bertindak sebagai sasaran umpan jauh bagi rekannya yang menguasai bola. Bisa dikatakan, di sini kekuatan sayap-sayap serang Indonesia berada.

Di pos gelandang tengah, setelah kontroversi pemilihan skuat ketika dihajar Malaysia 0-3, kemungkinan Milla akan memainkan trio Hargianto, Evan Dimas, dan Septian David Maulana sebagai trio utama dalam pola dasar 4-2-3-1 atau 4-1-4-1.

Bila Milla terus memercayai Evan, posisi terbaik Evan tidak lain tidak adalah pemain nomor 8. Kebiasaan Evan bergerak ke bawah untuk menjemput bola ketika timnas melakukan build-up, membuatnya lebih pas diletakkan di pos nomor 8 ketimbang pos nomor 10. Karena, dari pos 8 tersebut, Evan memiliki akses terdekat ke pos nomor 6, baik di depan duo bek tengah maupun halfspace di antara bek sayap dan bek tengah.

Meletakkan Evan Dimas di pos nomor 10 akan membuatnya “kehilangan akses langsung untuk menjemput bola” di area bawah. Dan, kalaupun ia dimainkan di pos 10 serta diberikan kebebasan untuk banyak bergerak ke pos 6 dalam proses build-up, hal ini berisiko memberi efek buruk terhadap manajemen ruang secara keseluruhan di sepanjang pos nomor 6, 8, dan 10. Selain itu, menempatkan Evan di pos nomor 8 kemungkinan berdampak positif di situasi lain yang akan dijelaskan di bagian lain tulisan ini.

Bila mengacu kepada bagaimana timnas melakukan serangan selama Kualifikasi Piala Asia U-23, komposisi dan bentuk permainan dalam gambar berikut akan menjadi salah satu opsi yang diambil Milla di SEA Games nanti.

Gambar 1: Bentuk dasar Timnas U-22 Luis Milla

Khusus di kanan, ketika Milla memainkan Saddil yang berkaki kiri, gelandang sayap kanan akan lebih banyak melakukan pergerakan masuk ke dalam ketimbang ketika Febri yang bermain. Dan, apabila Milla mampu memfasilitasi agar Febri bermain di kiri dan Saddil di kanan, Timnas U-22 akan memiliki lebih banyak dimensi serangan di sepertiga akhir daripada apa yang selama ini mereka perlihatkan.

Penjelasannya begini:

Dalam banyak kesempatan, timnas memainkan sayap serang klasik yang mencoba mematahkan pertahanan lawan dengan cara menyisir sisi terluar lapangan. Yang disayangkan adalah, seringnya sayap-sayap serang tidak menemukan komunikasi taktik yang pas (dan konsisten) yang mampu menjembatani keduanya dengan kedua bek sayap dalam memaksimalkan pengisian ruang, baik di sayap maupun halfspace.

Yang sering terlihat, sayap serang dan bek sayap Indonesia sama-sama mengisi koridor sayap tanpa satu dari keduanya yang bergerak ke tengah dan ke halfspace, untuk kemudian fase penciptaan peluang dilakukan dengan melepaskan umpan silang melambung ke mulut gawang lawan.Tetapi, ketika menghadapi Mongolia, Saddil beberapa kali terlihat masuk ke halfspace. Tampaknya, ini terjadi dikarenakan Saddil yang berkaki kiri.

Berbeda dengan Thailand dan Vietnam, misalnya, yang lebih konsisten memainkan bek sayap, gelandang sayap, dan bahkan, gelandang tengah saat melakukan overload di sayap dan halfspace sisi bola untuk terus berusaha membuka ruang. Timnas U-22 pun kerap melakukan hal serupa, tetapi tim asuhan Milla ini kalah konsisten dengan Thailand dan Vietnam dalam memainkannya.

Gambar 2: Okupansi ruang di sisi sayap dan halfspace oleh bek sayap dan gelandang sayap.

Bila ternyata Milla memainkan sayap-sayapnya dengan cukup dinamis seperti infografik di atas, secara garis besar, model kedinamisan struktur dalam serangan timnas bisa dibayangkan seperti gambar berikut.

Gambar 3: Kedinamisan struktur serangan.

Keuntungan yang didapatkan adalah kedinamisan di sisi sayap menyebabkan penambahan variasi permainan yang membuat arah serangan menjadi lebih sulit ditebak. Timnas, yang berorientasi ke sayap dalam progresinya, selain tetap dapat melepaskan umpan silang dari sayap, juga dapat meningkatkan kemungkinan melakukan umpan silang dari halfspace.

Umpan silang dari halfspace memiliki keuntungan strategis, yaitu jarak pengumpan yang lebih dekat ke gawang lawan ketimbang jarak ketika umpan silang dilakukan dari area sayap.

Gambar 4: Umpan silang dari sayap dan halfspace. Panah titik-titik merupakan umpan silang.

Yang kedua, dengan kedinamisan struktur seperti yang ditunjukan sebelumnya, timnas juga membuka peluang melakukan umpan silang mendatar cut-back dari sayap kepada pemain nomor 10 yang merangsek ke kotak penalti atau siapa pun yang berperan sebagai penyerang nomor 9.

Selain itu, dengan Rezaldi Hehanussa, Evan, Hargianto, dan Gavin Kwan Adsit yang merapat ke tengah dan halfspace, gegenpressing ala timnas akan lebih stabil, terutama dalam hal merebut bola kedua, ketiga, dan seterusnya yang sering kali jatuh ke koridor tengah dan halfspace.

Selama ini, setelah umpan silang dilepaskan dan lawan berhasil menghalau bola, yang kemudian memicu bola kedua dan seterusnya, keberhasilan timnas merebut bola liar terhitung rendah. Ini disebabkan oleh jarak vertikal yang besar antara lini serang dan lini gelandang serta ruang horizontal yang tidak dilindungi dengan maksimal.

Walaupun hal ini tidak dapat sepenuhnya dianggap salah, karena tampaknya Milla memang tidak mengganggapnya sebagai poin penting dalam strateginya, tetapi tentu saja, bila konsep gegenpressing seperti yang dijelaskan di atas bisa diadaptasi, Garuda Muda akan memiliki lebih banyak variasi taktik.

Previous
Page 1 / 4