Turun Minum Serba-Serbi

8 Transfer Terburuk Pelatih Kelas Dunia

Apa yang membuat seorang pelatih sepak bola dapat dikatakan “kelas dunia”?

Sebutlah tiga orang pelatih sepak bola yang Anda tahu dan bandingkan. Berapa banyak kemenangan yang telah mereka raih? Berapa banyak trofi di lemari piala mereka? Berapa banyak talenta muda yang mereka orbitkan? Berapa lama mereka bertahan di sebuah klub?

Bila mengukur dari kemenangan, bila menghitung dari jumlah trofi, maka jawabannya akan cukup terang dan jelas. Kumpulkan saja seluruh pelatih sepak bola yang pernah hidup di atas muka bumi, lalu hitung jumlah kemenangan dan trofi mereka seperti halnya FIFA menghitung prestasi sebuah tim nasional untuk peringkat dunia mereka, macam UEFA menentukan seeding untuk drawing Liga Champions.

Namun cara seperti itu tidak akan dapat dipakai untuk memahami karier seorang pelatih dengan penuh seluruh. Tidak lengkap membicarakan karier seorang pelatih sepak bola apabila hanya melihatnya sebagai seorang lelaki berjas di tepi lapangan yang berteriak-teriak atau mencatat-catat. Menjadi seorang pelatih sepak bola adalah menjadi seorang pemimpin, diplomat, bapak, manajer, sampai juru tengkar dalam satu paket.

Pekerjaan ini menuntut kemampuan untuk mendisiplinkan diri sendiri dan orang lain. Pengalaman tidak terlalu dibutuhkan; toh banyak pelatih yang tak berlatar belakang pemain atau hanyalah seorang pemain semenjana ketika aktif. Arrigo Sacchi adalah seorang pedagang sepatu; Andre Villas-Boas adalah seorang pecandu Football Manager.

Lalu, bagaimanakah cara mengukur seorang pelatih kelas dunia?

Salah satu caranya adalah melihat mereka sebagai seorang manusia biasa. Pelatih yang hebat adalah pelatih yang memanusiakan dirinya sendiri di hadapan para pemain, penonton, dan pemilik tim. Arsene Wenger dengan bantingan botol airnya, Sir Alex Ferguson dengan kunyahan permen karetnya, Fatih Terim dengan gaya kaisar Romawinya, Marcelo Lippi dengan hisapan cerutunya. Pelatih juga manusia, mereka bukan robot canggih yang terprogram untuk berteriak kala tertekan dan bersorak kala juara.

Dan salah satu hal yang memanusiakan seseorang adalah kesalahan-kesalahannya. Tak ada pelatih, apalagi manusia, yang punya kesempurnaan setengah dewa. (Orang terakhir yang mendekati status itu, vokalis The Doors, Jim Morrison, yang pernah berkata bahwa “salah satu kesalahan terbesar dalam hidupku adalah potongan-potongan rambutku.”).

Salah meramu taktik, salah mengistirahatkan pemain, salah memainkan pemain, salah omong di konferensi pers, dan salah-salah lainnya, semuanya memanusiakan seorang pelatih dalam jagat permainan yang indah ini.

Pelatih tentunya punya tanggung jawab untuk membentuk dan meramu tim sesuai keinginannya, selaras dengan kemampuan. Merekrut dan membeli pemain adalah salah satu tanggung jawab pelatih. Bahkan di lini ini pun, beberapa pelatih kelas dunia tak dapat menghindari satu-dua kesalahan besar sepanjang karier mereka yang kadang mentereng. Berikut kompilasi manajer besar sepak bola dunia dan pemain-pemain gagal yang pernah mereka rekrut:

Sir Alex Ferguson Bebé
Sir Alex Ferguson meresmikan tiga pemain barunya kala itu: Bebe, Chicharito, dan Smalling.

Sir Alex Ferguson: Bebé

Ferguson terkenal sebagai seorang pelatih yang bermata tajam dengan semburan kemarahan yang berbahaya (bila perlu), namun untuk kasus pemain Portugis ini, hairdryer orang asli Glasgow ini tampak macet.

Manchester United merekrutnya dengan harga sembilan juta paun pada Agustus 2010, meskipun Bebé baru saja lima pekan bergabung dengan tim medioker Portugal, Vitória de Guimarães. Ferguson baru bertemu dengannya sehari sebelum transfer dirampungkan. Setelahnya, pada media, ia mengaku tak pernah langsung menonton permainan sang penyerang bernama asli Tiago Manuel Dias Correia ini sebelum merekrutnya.

Yang terjadi sesudahnya adalah kisah tolol yang akan terus tertulis dalam epos kepelatihan seorang Alex Ferguson: empat tahun yang menelurkan tujuh penampilan dan satu gol untuk tim utama United, dan tiga kali peminjaman ke Besiktas, Rio Ave, dan Pacos de Ferreira. Para pendukung Setan Merah bersorak separuh satir “if Bebe scores, we’re on the pitch” selama kariernya di Old Trafford. Sang pemain sendiri kini berseragam Eibar di La Liga setelah sempat pulang kampung ke Portugal.

Jose Mourinho Shaun Wright-Phillips

Jose Mourinho: Shaun Wright-Phillips

Mourinho mungkin bergelar The Special One, namun ia membuat serangkaian keputusan yang separuh konyol pada awal-awal masa kepelatihannya. Merekrut Wright-Phillips, pemain sayap yang dibesarkan oleh akademi Nottingham Forest ini, mungkin adalah salah satu contoh yang terbaik.

21 juta paun (uang Roman Abramovich) digelontorkan oleh Mourinho untuk memboyong eks Manchester City ini ke Stamford Bridge pada Juli 2005. Ia pemain muda yang begitu diminati pada masa itu: Player of the Year buat The Citizens dan anggota Team of the Year pilihan PFA. Arsene Wenger begitu ngebet untuk mendapatkannya, namun tawaran Arsenal kalah jauh oleh rayuan Chelsea, si klub kaya baru.

Anak tiri legenda Arsenal, Ian Wright ini, kemudian menghabiskan tiga tahun yang merana di ruang ganti Chelsea, terpinggirkan oleh sinar Arjen Robben, Damien Duff, dan Joe Cole. 65 dari 125 penampilannya buat sisi biru kota London ini berasal dari bangku cadangan. Tersisih di lapangan dan ditinggalkan Mourinho, ia akhirnya menerima pinangan pulang dari Manchester City. Ia kini mengadu nasib bersama tim United Soccer League, liga sepak bola profesional kasta ketiga di Amerika Serikat, Pheonix Rising FC.

Previous
Page 1 / 4