Sejujurnya, saya agak terkejut ketika di awal musim kemarin, Persegres Gresik United mengontrak Dave Mustaine dari PSS Sleman. Ada dua alasan mengapa saya terkejut.
Pertama, karena di Torabika Soccer Championship (TSC) B musim lalu, belum pernah ada televisi yang menyiarkan kompetisi kasta kedua tersebut, yang otomatis saya belum pernah melihat bagaimana cara Dave bermain. Kualitasnya seperti apa dan akan menjadi apa nantinya di Gresik.
Kedua, karena dia berasal dari PSS Sleman. Pemain yang pernah bermain di PSS Sleman, saya yakin susah untuk melupakan PSS Sleman di hati mereka. Faktor dukungan suporter yang fanatik membuat mereka seakan berada di rumah sendiri. Kristian Adelmund adalah contohnya. Seakan-akan, pemain yang bermain di PSS sudah “didoktrin” untuk selamanya bersama PSS.
Baca juga: Cinta Mati untuk Sleman
Lalu, Dave akhirnya resmi bermain di klub yang kini satu tingkat di atas juru kunci Go-Jek Traveloka Liga 1.
Seiring berjalannya waktu, Dave ternyata tak mampu menunjukkan penampilan terbaiknya di Gresik. Padahal, mengutip kata CEO Fandom, Sirajudin Hasbi, Dave adalah salah satu pemain terbaik PSS Sleman musim lalu. Dan PSS Sleman sendiri adalah finalis TSC B. Terbayang bukan, bagaimana kualitas Dave saat masih bermain di PSS?
Entah kenapa penampilan Dave bisa menurun saat bermain untuk Persegres. Beberapa teman menyebut bahwa Dave belum terbiasa dengan atmosfer Liga 1. Kalau menyebut Dave kikuk bermain di depan atmosfer suporter Liga 1 yang jauh lebih riuh dari TSC B, rasanya itu salah besar. Di Sleman, Dave terbiasa didukung banyak sekali suporter fanatik Elang Jawa.
Mungkin, ini opini saya, Dave belum terbiasa bermain di level teratas. Bagaimanapun juga, Liga 1 satu tingkat di atas Liga 2. Dele Alli, eks pemain Milton Keynes Dons yang kemudian menjadi bintang muda Tottenham Hotspur, sempat mengamini hal tersebut.
Perbedaan kasta kompetisi akan membuat pemain terasa seperti mengalami jetlag. Menghadapi pemain lain yang lebih senior. Menghadapi pemain yang memiliki tekad yang lebih kuat. Dan ini yang mungkin paling utama: menghadapi pemain asing dan para marquee players di Liga 1. Bermain di Liga 1 itu ibarat seleksi alam. Yang kuat, dia yang menang. Dan (mungkin), Dave belum mencapai level itu.
Saya mengetahui mundurnya Dave dari Persegres saat konferensi pers sebelum pertandingan antara Persegres melawan Persija Jakarta. Hanafi, pelatih Gresik, menyebut bahwa Dave telah mengajukan surat pengunduran diri dan telah disetujui oleh manajemen.
Meskipun sebenarnya manajemen ngaboti dan menyayangkan keputusan Dave untuk mundur. Tenaganya masih dibutuhkan, setidaknya hingga putaran pertama selesai. Cuma, Dave sudah memutuskan untuk mundur dan kembali bermain di ‘rumah’-nya, bermain untuk PSS Sleman.
Aku punya ragamu, tapi tidak hatimu
Kisah Dave Mustaine yang pulang ke Sleman, mengingatkan saya akan lagu Armada yang sedang hits berjudul Asal Kau Bahagia. Lagu yang tiap kali saya dengarkan, selalu sukses membuat saya ingin membenturkan kepala keras-keras ke tembok karena terlalu terhanyut dengan liriknya.
Kebersamaan Gresik dengan Dave harus berakhir lebih cepat. Sekitar 4-5 bulan, waktu yang sangat amat singkat. Kepergian Dave juga menambah perih luka yang selama ini menimpa Gresik. Prestasi tak kunjung membaik, berkubang di papan bawah dan terancam degradasi, kini bersiap ditinggal pemain sebelum bursa transfer bahkan resmi dibuka. Ada masalah internal ya, Gresik?
Oke, lupakan Persegres yang prestasinya njebluk itu.
Dave Mustaine memutuskan hijrah ke klub lamanya, PSS Sleman. Klub yang saya yakin masih ada di hati Dave, kini dan mungkin selamanya. Klub yang sejak kompetisi ini dimulai atau bahkan saat Piala Presiden 2017 ini dimulai, masih ada di dalam hati Dave.
Kalau ada yang melihat pertandingan Persegres melawan PSS saat Piala Presiden 2017 lalu, pasti tahu bagaimana groginya Dave bermain di hadapan suporter yang sebelumnya mendukung kariernya di PSS.
Gresik harus menerima kenyataan. Pemain yang ia datangkan, pemain yang ia cintai, ternyata tidak mencintai Gresik. Hati Dave masih milik PSS Sleman. Gresik harus menerima kenyataan bahwa raga Dave sebelumnya boleh saja menjadi milik mereka. Tapi, hati Dave mungkin selamanya hanya untuk Sleman. Hingga akhirnya, jiwa dan raga Dave kembali dimiliki Sleman. Klub yang selama ini selalu bersemayam di hatinya dan tidak pernah berubah walau telah mencicipi kasta teratas Liga 1 bersama Kebo Giras.
Katakanlah sekarang bahwa kau tak bahagia
Aku punya ragamu tapi tidak hatimu
Kau tak perlu berbohong kau masih menginginkannya
Ku rela kau dengannya asalkan kau bahagia
Semoga sukses dan bahagia di Sleman, Dave. Lekas promosi ke Liga 1, ya!
Author: Alief Maulana (@aliefmaulana_)
Ultras Gresik yang sedang belajar menulis di serigalagiras.wordpress.com