Kolom

Paolo Di Canio: Jenderal Romawi Terbaik di Masanya

Banyak sosok penting dalam sejarah panjang Romawi, baik kala berbentuk Republik, Kekaisaran, maupun ketika terbagi dalam dualisme. Betul, dualisme, kamu tidak salah baca. Kalau kamu berpikir dualisme hanya bisa terjadi di sepak bola saja, berarti kamu meremehkan betapa besar pengaruh Kekaisaran Romawi dalam sejarah peradaban dunia modern saat ini.

Di dalam sejarahnya, banyak raja maupun kaisar yang bijaksana, hebat dan piawai dalam memimpin salah satu kerajaan yang tercatat di dunia pernah hampir menguasai lebih dari 60 persen wilayah dunia ini secara keseluruhan. Tapi di balik itu semua, hanya sedikit muncul para jenderal-jenderal terbaik yang kemudian membawa panji Romawi tersebar luas hingga ke seluruh penjuru Eropa. Dan salah satu jenderal terbaik tentu Flavius Aetius.

Ia salah satu yang terlibat dalam transisi penting dalam sejarah Romawi. Dualisme di dalam kekaisaran yang kemudian membagi Roma dalam dua arah, barat dan timur. Flavius, sang loyalis, menetap di barat dan menjadi salah satu aktor penting ekspansi terbaik Western Roman Empire yang hampir sukses menyatukan seluruh daratan Eropa mulai dari selatan, barat sampai ke utara, ke tanah para Tsar yang dingin dan misterius.

Dan sama seperti Flavius, dengan fragmen karier yang sama, saya rasa Paolo Di Canio menempuh jalan terjal yang sama dengan sang jenderal. Flavius adalah satu dari tiga jenderal terbaik Romawi dalam sejarah panjang mereka. Menjadi satu dari tiga jenderal hebat sepanjang sejarah dari masa berkuasa Romawi adalah capaian yang setara dengan mampu memeluk erat Miranda Kerr dan mengecup keningnya mesra.

Di Canio pemain hebat, asli Roma, namun, ia tak akan pernah sebesar Francesco Totti. Itu nasib yang kemudian diterima dan dijalani juga oleh Flavius. Ia hebat, cerdas, cakap dalam taktik perang, salah satu yang terbaik di jabatannya, namun namanya tak pernah seharum Julius Caesar atau Marcus Aurelius. Bila Totti harum di AS Roma, sebaliknya Di Canio adalah salah satu legenda terbaik Lazio. Dan sial bagi Di Canio, Totti adalah emperor sejati Roma, sementara ia hanya jenderal, satu dari segelintir putra terbaik kota Roma yang harus berada di bawah bayang-bayang sang Re di Roma, Totti.

Walau begitu, capaian karier sepak bola Di Canio tak bisa disepelekan. Ia pernah mentas di beberapa tim besar Italia seperti AC Milan dan Juventus, selain tentu saja, SS Lazio. Ketika merantau pun, napas ekspansionis khas Flavius ia tunjukkan dengan berkarier cukup baik di Britania Raya. Bahkan, ia membuat satu mahakarya lewat gol tendangan surealisnya kala berseragam West Ham United berikut:

Dan seolah melengkapi kehadirannya yang tak akan pernah lebih besar dari Totti, sang penguasa Roma, Di Canio juga condong memilih jalan takdir yang berbeda 180 derajat dengan kapten legendaris Il Lupi tersebut. Alih-alih tampil karismatik seperti Totti, Di Canio justru mendeklarasikan dirinya sebagai seorang fasis dan mendaku diri pendukung sejati Benito Mussolini. Ntap betul, kan?

Saya rasa, ia bukan sosok anti-hero seperti Antonio Cassano atau Mario Balotelli. Di Canio pengecualian karena ia punya prinsip dan pedoman hidup yang jelas. Selain berani mengaku diri fasis, Di Canio juga pembaca karya Yukio Mishima yang taat. Salah satu hal yang membuat saya angkat topi kepadanya dan sudi untuk bilang, “Saya bocahnya sampeyan, bos.”

Seperti Flavius, satu-satunya jenderal Romawi yang sukses memadamkan api revolusi dari Attila the Hun, Di Canio pun sudah selayaknya dikenang sebagai salah satu gladiator terbaik yang pernah dilahirkan kota abadi. Walau tak bergelimang gelar dan kerap memicu kontroversi dengan pilihan politiknya yang dianggap publik Italia menyimpang, Di Canio adalah salah satu penyerang terbaik Italia di masanya.

Ia ada di sana, di tempat yang sama dengan Gianfranco Zola. Bila Zola dipuja di sisi London sebelah barat, di sisi timur, sang jenderal Roma ini juga menemukan rumah keduanya selain kota abadi. Selamat ulang tahun, Il Duce.

Author: Isidorus Rio Turangga (@temannyagreg)
Tukang masak dan bisa sedikit baca tulis