Jika ada klub sepak bola yang rajin melahirkan penyerang-penyerang ganas, Ajax Amsterdam adalah salah satunya. Klub ini seperti kawah candradimuka bagi para penyerang andal, bahkan ketika mereka tak lagi mengenakan seragam kebanggaan tim ibu kota Belanda.
Johan Cruyff, Marco van Basten, Dennis Bergkamp, Zlatan Ibrahimovic, hingga Luis Suarez, adalah nama-nama penyebar teror barisan pertahanan klub-klub Eropa. Menampilkan sinar benderang saat menapaki karier bersama Ajax, kemilaunya juga tampak nyata di klub-klub baru.
Sebagaimana Microsoft yang pernah gagal ketika menciptakan Micorosoft Zune, ada pula penyerang-penyerang Ajax yang tak sanggup mempertahankan performa. Ada berbagai penyebab, tentunya. Kesalahan memilih klub, riwayat cedera, atau permasalahan mental.
Sebut saja Jari Litmanen yang ketika di Ajax tampil perkasa, namun memudar setelah pindah. Ia mewarisi seragam nomor 10 dari Bergkamp yang hijrah ke Inter Milan pada 1993/1994. Keperkasaannya mengoyak jala lawan perlahan rontok akibat cedera, sehingga seperti numpang lewat di Barcelona dan Liverpool.
Setelah milenium berganti, nama Klaas-Jan Huntelaar digadang-gadang akan meneruskan para seniornya. Huntelaar tak bisa menampik godaan klub-klub Eropa setelah tiga musim berturut-turut menjadi pencetak gol terbanyak Ajax.
Orang terakhir yang mampu mencatat rekor yang sama adalah Bergkamp dan semua orang tahu bagaimana ia mampu bangkit dari keterpurukan. Pria yang takut menaiki pesawat terbang ini sempat flop di Inter, namun menjelma menjadi ikon di Arsenal.
Empat musim bersama Ajax, Huntelaar bermain sebanyak 134 kali dan menceploskan 102 gol. Tawaran berpindah klub pun menggoda, dan ketika itu datang dari klub sekelas Real Madrid, siapa yang kuasa menolaknya?
Tetapi Huntelaar sudah menginjak usia 26 di musim terakhirnya bersama Ajax. Seharusnya ia bisa lebih cermat dalam memilih klub. Ia bukan Cruyff, yang meskipun hijrah ke Barcelona di usia yang sama, adalah salah satu bakat terbesar sepak bola.
Apalagi Madrid saat itu, 2008/2009, telah dihuni banyak juru gedor papan atas dunia. Ruud van Nistelrooy, Gonzalo Higuain, Javier Saviola, serta Raul Gonzales mengisi skuat Los Galacticos. Belum lagi bila kita menghitung nama-nama gelandang atau penyerang sayap seperti Arjen Robben dan Rafael Van der Vaart. Terbukti musim Madrid pun berantakan dan mereka sampai berganti pelatih dari Bernd Schuster ke Juande Ramos.
Hanya setengah musim berbaju Madrid, ia pun dilepas ke AC Milan setelah sempat pula dilirik Tottenham Hotspur. Nahas, di klub yang waktu itu dilatih Leonardo, Huntelaar lebih sering diturunkan di pos sayap.
Leonardo lebih memercayakan Marco Borriello sebagai penyerang utama. Andai saja tak ada nama Borriello, Huntelaar akan dimanjakan suplai bola-bola maut dari gelandang berkelas AC Milan saat itu dihuni sosok seperti Ronaldinho, Andrea Pirlo, serta David Beckham. Huntelaar selalu berada di waktu dan tempat yang tak tepat.
Dua kali menjajal nasib di klub mentereng dunia, Huntelaar memilih Schalke sebagai persinggahan selanjutnya. Di klub ini, ia kembali bereuni dengan Raul, rivalnya di Madrid dulu. Torehan 13 golnya menggenapi koleksi gol Raul, yang menyumbang 19 gol.
Pada musim kedua andil Huntelaar tampak begitu nyata. Ia menunjukkan kepada publik bahwa ia belum habis. Di 1.Bundesliga, ia menjadi penyerang tersubur dengan koleksi 29 gol. Jika ditotal, pada musim 2011/2012 itu Huntelaar sanggup menggetarkan gawang lawan sebanyak 48 kali!
Kehebatannya juga sejalan dengan performa Schalke. Klub yang di musim sebelumnya berada di peringkat 14, melonjak drastis ke posisi 3. Sejak menjadi torjagerkanone 2011/2012, ia selalu menjadi pencetak gol terbanyak bagi Schalke, hingga akhirnya rekor itu terhenti musim ini.
Musim | Gol (seluruh ajang) |
2011/2012 | 48 |
2012/2013 | 14 |
2014/2015 | 14 |
2015/2016 | 16 |
http://www.youtube.com/watch?v=REM0sYSvm6A
Tujuh musim (240 laga dan 126 gol) telah ia lalui bersama Die Konigsblauen. Pemain yang pernah membawa Belanda menjadi kampiun Piala Eropa U-21 2006 memutusan untuk menyudahi episodenya bersama Schalke. Dikabarkan, Newcastle United yang baru saja promosi ke Liga Primer berkenan meminang pria yang telah berusia 33 tahun ini.
18 bulan bersama Madrid dan Milan adalah fase yang paling ingin ia lupakan. Ia tahu namanya akan selalu dikenang publik Veltins Arena, tempat di mana ia masih bisa membuktikan taji, meskipun hanya sanggup membawa Schalke meraih satu trofi (DFB Pokal 2010/2011).
Salah satu fakta kecil menarik: selain menjadi orang pertama yang mencetak gol di Emirates Stadium (di pertandingan testimoni Dennis Bergkamp), Huntelaar juga menjadi orang Belanda pertama yang berhasil menjadi top skor di Jerman.
Usia 33 bukan kendala. Ia mengatakan masih ingin bermain di level top Eropa, bukan di liga-liga para pensiun seperti Liga Super Cina. Apa pun klub yang memakai jasanya musim depan, semoga nasib sedikit berpihak padamu, Huntelaar!
Author: Fajar Martha (@fjrmrt)
Esais dan narablog Arsenal FC di indocannon.wordpress.com