Suara Pembaca

Tangguhkan Mentalmu, Bro! Liga 1 Itu Keras!

Liga tertinggi suatu negara selalu menyuguhkan penampilan yang menarik. Ketatnya persaingan banyak tim untuk menjadi pemimpin klasemen membuat pemain dan pelatih berlomba-lomba menampilkan suatu hal yang baru di setiap pertandingan. Salah satunya adalah Go-Jek Traveloka Liga 1 musim 2017 yang dulunya bernama Indonesia Soccer League (ISL).

Liga 1 sudah akan memasuki pekan ke-6, ada banyak kejutan yang terjadi. Mulai dari tim-tim besar yang awalnya mendapat poin maksimal ternyata harus terjungkal di pekan selanjutnya atau justru penampilan tim kuda hitam yang lebih menarik perhatian.

Belum lagi adanya regulasi wajib memainkan tiga pemain U-23 membuat nama pemain-pemain muda negeri ini semakin mencuat. Sebut saja Gian Zola dan Febri Hariyadi dari Persib Bandung, atau Satria Tama dan Arsyad Yusgiantoro dari Persegres Gresik.

Adanya regulasi yang mengatur bolehnya tim merekrut marquee player juga memberikan gap baru antara pemain asing, lokal, dan pemain berstatus marquee player itu sendiri. Padahal regulasi untuk memainkan pemain muda sebenarnya dapat digunakan untuk lebih mematangkan mental bermain mereka dengan jam terbang yang lebih banyak.

Namun, regulasi baru itu juga dapat menjadi jebakan bagi pemain dan akan memengaruhi mental mereka karena ketatnya persaingan baik antara pemain di tim, maupun dengan tim-tim lainnya.

Jika dibandingkan dengan pemain luar negeri, sebenarnya secara kualitas skill, pemain lokal tidak jauh berbeda. Titik lemah terbesar pemain kita ada pada mental dan pemahaman taktik. Ketika melihat suatu pertandingan, seringkali akan terlihat perselisihan antara beberapa pemain atau bahkan dengan wasit. Kemudian ketika mencetak gol terlebih dulu, pemain justru sering menurunkan tempo permainan karena mungkin sudah merasa puas dapat mencetak gol. Begitu gawang mereka kemasukan oleh lawan, pemain justru loyo dan bingung atau panik. Fase ini menggambarkan buruknya mental pemain kita.

Jangan lupakan pula ketika suporter meneriaki pemain atau mengolok ketika mereka membawa bola. Ya, kebanyakan pemain akan menjadi lemah dan motivasinya menurun. Padahal suporter melakukan hal tersebut memang memiliki niat untuk melemahkan mental lawan. Hal ini yang seharusnya diperhatikan oleh pelatih dan terutama pemain itu sendiri.

Jadwal kompetisi yang ketat juga memiliki dampak pada mental pemain. Misalnya di hari Selasa ada pertandingan tandang kemudian tim tersebut mengalami kekalahan, di pertandingan selanjutnya hari Minggu, mereka hanya memperoleh satu poin di kandangnya sendiri. Di pekan berikutnya mereka masih harus kembali melakukan tandang ke luar pulau. Efek hasil pertandingan sebelumnya yang mungkin kurang maksimal dapat mengakibatkan semakin drop-nya mental pemain.

Seperti kekalahan yang dialami Persela Lamongan dari Mitra Kukar dan Persegres Gresik dari Bhayangkara FC pada weekend lalu. Kekalahan menjadi penyebab menurunnya mental pemain yang perlu diwaspadai pelatih. Apabila pelatih tidak berusaha membantu memulihkan mental pemain mereka, bukan tak mungkin di pertandingan selanjutnya juga akan mendapatkan hasil yang mengecewakan.

Pemain harus meningkatkan ketangguhan mental mereka menghadapi ketatnya persaingan di Liga 1 dan pelatih juga harus jeli bagaimana menyiasati kondisi mental anak asuhnya yang menurun.

Ketangguhan mental memiliki arti yang cukup luas, mencakup optimisme yang tinggi, kepercayaan, keyakinan diri, harga diri, mencapai konsistensi, keinginan, tekad, komitmen, fokus dan konsentrasi, kemauan, kontrol, motivasi, serta keberanian. Ketangguhan mental atlet menjadi salah satu elemen penting yang harus dipegang untuk mengarungi kompetisi selain tektik, teknik, dan fisik.

Dalam buku Timo Scheunemann berjudul Kurikulum & Pedoman Dasar Sepakbola Indonesia untuk Usia Dini (U5-U12) Usia Muda (U13-U-20) & Senior, tertulis bahwa ketangguhan mental terdiri dari hal-hal seperti, tingkah laku yang disiplin, pantang menyerah, tidak mudah puas atau sombong, fair play (tidak menyalahkan pihak lain, menerima kekalahan, tidak menghina bila menang, jujur, dll), bisa mengendalikan diri, tidak egois, percaya diri, mampu berkonsentrasi (fokus), selalu siap memberi 100 persen (semangat dan mau bekerja keras), serta memiliki tanggung jawab untuk  menjaga kesehatan dan pola tidur agar bertenaga dan bersemangat.

James Loehr dalam paper-nya berjudul Mental Toughness Training for Sports, menyatakan bahwa mental atlet yang tangguh merespons berbagai cara yang memungkinkan mereka untuk tetap merasa santai, tenang, dan berenergi karena mereka telah belajar untuk mengembangkan dua keterampilan, yakni kemampuan untuk menggunakan energi positif dalam krisis dan kesulitan, serta untuk berpikir dengan cara tertentu, sehingga mereka memiliki sikap yang tepat mengenai masalah, tekanan, dan kompetisi.

Terkadang pemain yang memiliki teknik dan skill yang bagus pun memiliki masalah dengan ketangguhan mentalnya ketika di lapangan. Entah itu soal kecemasan, fokus dan konsentrasi, bagaimana mengambil keputusan, atau masalah finishing touch. Ketangguhan mental menjadi bahasan yang cukup kompleks, karena itulah dalam dunia psikologi olahraga justru pengertiannya akan lebih merujuk pada emosi.

Beberapa teknik atau cara yang dapat digunakan pemain untuk meningkatkan ketangguhan mental di lapangan hampir sama dengan teknik untuk mengatur emosi. Misalnya ada teknik self-talk, imagery atau visualisasi, relaksasi, dan penetapan tujuan. Self-talk merupakan teknik berbicara pada diri sendiri dengan memberikan sugesti positif, contohnya “Saya bisa mencetak gol di pertandingan hari ini,”

Imagery atau lebih dikenal dengan teknik visualisasi merupakan teknik menggambarkan kondisi pemain saat di lapangan dengan detail. Biasanya untuk proses melakukan tendangan penalti, di mana pemain akan membayangkan mulai dari ancang-ancang menendang, kemudian memilih menendang bola dengan kaki kanan atau kiri, hingga posisi bola masuk ke gawang sebelah mana.

Teknik relaksasi biasanya sudah sering digunakan oleh tim-tim di Indonesia. Contoh ketika berada di ruang ganti pemain terdengar suara musik, hal itu sebagai salah satu pilihan relaksasi dengan musik.

Teknik penetapan tujuan mungkin terdengar agak asing, tapi teknik ini berfungsi untuk meningkatkan fokus dan konsentrasi pemain. Selain itu, teknik ini juga dapat meningkatkan motivasi pemain. Teknik penetapan tujuan atau biasa disebut dengan goal setting memungkinkan pemain untuk memusatkan perhatian mereka pada tujuan apa yang ingin dicapai baik oleh tim maupun pemain itu sendiri.

Misalnya ketika tim memberikan target harus menang, maka pemain depan akan berfokus pada bagaimana mencetak gol sebanyak-banyaknya dan pemain belakang akan fokus pada bagaimana menjaga lawan agar kesulitan menembus pertahanan tim mereka.

Dengan adanya regulasi pemain U-23 dan iklim kompetisi Liga 1 yang keras, ketangguhan mental mutlak diperlukan agar pemain, baik pemain muda atau pemain senior bahkan pemain asing sekalipun, punya kemampuan mental yang mumpuni untuk mengarungi kerasnya persaingan Liga Indonesia.

Author: Dianita Iuschinta Sepda (@siiemak)
Mahasiswi program magister psikologi di Universitas Airlangga Surabaya. Pecinta kajian psikologi olahraga dan Juventus.