Nasional Bola

Persijap dan Transparansi Keuangan

Anda tentu familiar dengan kebijakan “50+1” klub-klub Jerman. Untuk mereka yang mengikuti J1 League, tentu mengetahui bagaimana sepak bola Jepang mewajibkan klub-klub profesional untuk disokong perusahaan-perusahaan nasionalnya.

Dua kebijakan ini bukan sesuatu yang sekonyong-konyong hadir. Perlu perencanaan yang matang (“J.League 100 hundred years plan”) dan kekalahan Jerman di ajang internasional, sehingga terciptalah restrukturisasi sepak bola secara menyeluruh.

Setelah proses tarik-ulur yang panjang, akhirnya sepak bola Indonesia melarang klub-klub yang ada untuk menggunakan dana APBD. Keputusan ini disahkan lewat Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2011. Menurut Menteri Dalam Negeri waktu itu, Gamawan Fauzi, anggaran daerah untuk sepak bola bukanlah prioritas.

Meski baik, keputusan ini diambil terlalu lambat. Padahal ketika terjadi Reformasi 1998, seharusnya seluruh insan sepak bola Indonesia juga bersemangat untuk mengubah tradisi lama yang dianggap buruk. Selain itu, yang menjadi paradoks, desentralisasi dan otonomi daerah justru membuat elite-elite daerah memanfaatkan sepak bola sebagai batu loncatan dalam meraih karier politik.

Ada hal yang menggembirakan di pekan ketiga gelaran Indofood Liga 2 2017/2018. Melalui seluruh akun media sosialnya (Facebook, Twitter, dan Instagram), Persijap Jepara merilis hasil yang diraup klub saat tim mereka menjamu Persibangga Purbalingga (7/5).

Saya tidak tahu persis mengapa mereka penghapus unggahan di atas, tetapi langkah klub yang dipimpin Esti Puji Lestari ini patut diacungi jempol. Transparansi adalah hal yang jarang diperhatikan klub-klub sepak bola Indonesia.

Mengapa transparansi menjadi hal penting. Sederhana: demi mencapai akuntabilitas dan profesionalitas, sehingga suatu klub bisa berdaya, sambil mengusahakan trofi dan keuntungan finansial. Jika klub yang Anda kelola dijalankan dengan serba tertutup, bagaimana mungkin Anda mampu meyakinkan perusahaan-perusahaan untuk berinvestasi menjadi sponsor?

Selain itu, transparansi diperlukan untuk mencegah skandal. Kita tahu, sepak bola adalah komoditas. Perputaran uang begitu besar dan menggiurkan banyak pihak. Jika transparansi tidak mau diurus, para stakeholder yang ada akan rentan melakukan skandal keuangan seperti korupsi, penggelapan pajak, pengaturan skor yang melibatkan bandar judi, atau money laundering.

Transparansi adalah suatu langkah dini untuk memutus mata rantai jahat yang melibatkan banyak pihak tersebut. Selain itu, transparansi secara umum merupakan suatu keharusan untuk menciptakan ruang publik yang demokratis.

Filsuf cum sosiolog Jerman, Jurgen Habermas, menyatakan bahwa publik dapat menjalankan peran krusial dalam demokrasi hanya bila mereka disodorkan transparansi dari para penyelenggara pemerintahan.

Berkaca dari sini, suporter Persijap dapat tahu bahwa kehadiran mereka di stadion kebanggaan, Gelora Bumi Kartini, ternyata membantu klub untuk terus bernapas. Lewat unggahan di atas, suporter jadi paham bahwa dibutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk menyelenggarakan suatu laga. Di sisi manajemen, mereka akan menciptakan budaya bertanggung jawab, sehingga menumbuhkan rasa saling percaya di antara pemodal, manajemen, staf, pemain, hingga suporter.

Sebagaimana yang dilakukan sepak bola Jerman dan Jepang, tanpa berharap pada federasi, Persijap secara mandiri mencanangkan “Persijap Five Years Plan”, sebagaimana yang ditulis Perdana Nugroho beberapa waktu lalu.

Repelita ala Persijap ini mencanangkan beberapa tujuan, antara lain: komitmen untuk modernisasi manajemen tim, semakin memasyarakatkan peraturan sepak bola, pembinaan usia muda, peningkatan infrastruktur, hingga keberadaan tim wanita.

Tim yang berada di grup 3 Indofood Liga 2 ini seperti menegaskan bahwa klub tak perlu terlalu berharap pada PSSI dan penyelenggara kompetisi. Meski memulainya dari sebuah kota kecil di Jawa Tengah dan tak memiliki tradisi sepak bola sebagus tim-tim raksasa, Persijap mampu menujukkan pada khalayak bagaimana seharusnya menjalankan sepak bola profesional.

Di atas lapangan, Laskar Kalinyamat yang diasuh Fernando Sales ini pun menunjukkan performa positif. Mereka berada di posisi ketiga, hanya berbeda satu angka dengan pemuncak klasemen, PSCS Cilacap.

Jalan yang harus ditempuh memang masih panjang. Tetapi bukankah kita memerlukan langkah-langkah kecil sebelum berlari dan meraih kejayaan? Apa yang dilakukan Persijap ini patut dihargai dan bisa menjadi tamparan bagi klub-klub lain yang belum mencanangkan program dengan jelas dan padu.

Maju terus, Laskar Kalinyamat!

Author: Fajar Martha (@fjrmrt)
Esais dan narablog Arsenal FC di indocannon.wordpress.com