Kolom

Agar Sepak Bola ASEAN Tak Hanya Dikenal Karena Penguasa

Ada apa di sepak bola Asia Tenggara? Pertanyaan ini bakal terdengar sangat asing untuk pencinta sepak bola di luar negara anggota ASEAN. Di balik jawaban yang beragam, salah satu yang kemungkinan besar jadi respons mayoritas adalah: Rumah bagi banyak pemilik klub Eropa.

Tak salah memang. Fenomena ini mulai mengemuka kala sosok yang pernah jadi Perdana Menteri Thailand, Thaksin Shinawatra, mengambil alih saham mayoritas klub Liga Primer Inggris, Manchester City. Berkat kucuran dana segar, The Citizens memulai dinasti kejayaan yang akhirnya dilanjutkan Abu Dhabi United Group, tepat setelah Thaksin tersangkut kasus politik.

Konglomerat Indonesia tak mau kalah. Eks Ketua Badan Tim Nasional (BTN), Iman Arif, melalui Cronus Sports Management, pernah membeli saham Leicester City sebanyak 20 persen saat masih tampil di Divisi Championship atau kasta kedua liga Inggris, 2010 lalu. Lantas, kita juga ingat bagaimana Bakrie Group memiliki tak hanya satu tapi dua klub di luar Indonesia: CS Vise di Belgia dan Brisbane Roar yang berlaga di A-League Australia.

Bergeser ke negeri jiran, Malaysia, ada nama pengusaha kontroversial, Vincent Tan. Setelah sukses membawa FK Sarajevo meraih kesuksesan di Bosnia serta K.V. Kortrijk di Belgia, dia sempat jadi sorotan usai mengubah warna kostum utama Cardiff City. Masih dari Malaysia, hadir Tony Fernandes. Bos maskapai Air Asia itu merupakan pemegang saham mayoritas Queens Park Rangers.

Kejutan terjadi di penghujung 2013 di mana pengusaha asal Indonesia, Erick Thohir mengumumkan akuisisi saham mayoritas klub top Serie-A Italia, Internazionale Milan. Taipan bisnis media dan hiburan ini bahkan sempat dilantik jadi presiden klub menggantikan Massimo Moratti. Sontak nama Thohir menghiasi hampir semua pemberitaan olahraga kala itu.

Sebagai salah satu negara dengan rasio kesejahteraan tinggi, Singapura, memiliki wakil dalam konstelasi pemilik klub Eropa. Pada musim panas 2014 lalu, Peter Lim resmi membeli 70,4 persen saham klub La Liga Spanyol, Valencia. Teranyar, ada nama pengusaha Malaysia, Noordin Ahmad, yang memiliki setengah dari saham keseluruhan klub Serie-B, Bari.

Vincent Tan

Tak semua sukses

Munculnya para pemilik klub Eropa di atas jelas mendongkrak pamor Asia Tenggara. Namun, tak semua sukses mengelola klub sepak bola, bahkan beberapa tergolong gagal. Kucuran dana Thaksin di City tak lantas membuat klub jadi nomor satu di Inggris. Sementara Bakrie Group turut berperan dalam krisis finansial yang menimpa Vise dan Brisbane Roar. Nama pertama bahkan sudah dinyatakan bangkrut.

Duo Malaysia, Tan dan Fernandes, harus rela melihat klubnya terdegradasi dari Liga Primer Inggris. Suara penolakan bahkan deras menimpa Tan yang mengubah kostum Cardiff dari warna tradisional biru menjadi merah. Bagaimana dengan Thohir? Sejak kehadirannya ke Giuseppe Meazza, Inter belum bisa meladeni hegemoni Juventus. Jangankan juara, lolos Liga Champions saja sulit.

Belakangan, posisi Lim di Valencia juga digoyang mayoritas suporter menyusul hasil buruk di La Liga. Sempat kembali tampil di Liga Champions, Los Che terjerembab dengan finis di urutan ke-12 atau terburuk sejak 1987/1988, musim lalu. Satu yang secara mengejutkan sukses malah datang dari sosok yang minim pemberitaan, Vichai Srivaddhanaprabha, asal Thailand.

Setelah membeli saham mayoritas, termasuk dari Iman Arif, Vichai perlahan membangun skuat Leicester City. Semua pasti tahu bagaimana dongeng klub yang tadinya medioker, berhasil meraih sesuatu yang sebelumnya dianggap mustahil, yakni juara Liga Primer Inggris, mengalahkan pesaing tajir nan bertabur bintang seperti Chelsea, City, Manchester United, Arsenal, hingga Liverpool.

Previous
Page 1 / 2