Kolom

Reffa Money, Ia yang Layu Sebelum Berkembang

Perjalanan karier pesepak bola sebenarnya tidak seindah yang dilihat oleh kasat mata. Jenjang dari level sekolah sepak bola hingga mencapai level profesional adalah rimba yang benar-benar kejam. Banyak sekali cerita bagaimana pemain berbakat di level usia muda kemudian gagal melaju ke level profesional karena permasalahan yang membentur mereka di saat waktunya untuk mekar dan berkembang. Salah satunya seperti yang dialami oleh Reffa Arvin Badherun Money.

Semua terasa indah bagi Yusuf Money, mantan pemain Persebaya Surabaya di era 1980-an, ketika putranya, Reffa, berhasil membawa tim kontingen Provinsi Jawa Timur menjadi kampiun Piala Medco U-15 pada tahun 2007.

Reffa berposisi sebagai bek tengah. Tingginya yang menjulang meskipun masih bocah membuat ia menyimpan potensi yang luar biasa. Pihak keluarga semakin bangga karena tepat setelah Piala Medco, Reffa dipanggil untuk memperkuat Timnas U-15.

Reffa sebenarnya sudah pernah memperkuat Indonesia di level usia yang lebih muda, yaitu usia di bawah 13 dan 14 tahun. Namun kesuksesan di Piala Medco, dan dipanggilnya ia ke Timnas U-15 adalah titik balik sekaligus lonjakan karier bagi pemuda kelahiran Surabaya, 21 Januari 1992 ini. Setelahnya ia terus naik ke timnas dengan kelompok usia yang lebih senior lagi seiring bertambahnya usia.

Setelah membela Indonesia di kualifikasi Piala Asia U-16, Reffa kemudian terpilih bersama 24 remaja lain untuk mengikuti proyek mercusuar pembinaan usia muda yang diusung PSSI, dengan mengirim mereka ke Uruguay. Proyek tersebut kemudian lebih dikenal sebagai SAD Indonesia. Di sana mereka bertanding di kompetisi Liga U-17 atau Quinta Division.

Di bawah asuhan pelatih Cesar Payovich, Reffa dan kawan-kawan terus mengasah kemampuan mereka. Reffa sempat terpilih sebagai kapten tim, hingga kemudian ban kapten diberikan kepada bocah ajaib lain, Syamsir Alam. Kala itu tinggi Reffa sudah mencapai 178 sentimeter.  Bahkan ketika ia belum mencapai usia 20 tahun, Reffa disanjung akan menjadi bek andalan timnas Indonesia di masa mendatang.

Setahun di Uruguay, Reffa dan kawan-kawan kemudian kembali ke Indonesia untuk mengikuti Kualifikasi Piala Asia U-19. Well, mereka tampil luar biasa meskipun gagal lolos ke babak utama. Penampilan Reffa dan kawan-kawan begitu mengesankan, terutama ketika mereka berhasil menahan imbang Australia dengan skor 1-1. Semua pihak berekspektasi bahwa Reffa dan kawan-kawan adalah generasi yang akan membawa sepak bola Indonesia ke tahap yang lebih baik lagi.

Reffa mungkin tidak mengalami hal yang dirasakan rekan-rekan seangkatannya yang lain seperti Syamsir Alam, Yericho Christiantoko, Yandi Sofyan, dan Zaenal Haq, yang kemudian direkrut oleh tim luar negeri. Akan tetapi ketika pulang ke Indonesia pada tahun 2011, Reffa kemudian langsung mendapatkan kontrak profesionalnya bersama Persis Solo. Reffa berusaha meretas jalannya menuju kesuksesan.

Pelita Bandung Raya kemudian mengontraknya pada Liga Super Indonesia 2013. Reffa merasakan level kompetisi tertinggi dan merasa ia berada di jalur yang tepat untuk mengembangkan kariernya. Sayang bencana kemudian datang ketika Reffa mendapatkan cedera lutut. Butuh setahun lebih untuk sekadar melakukan pemulihan. Itu belum termasuk waktu yang dibutuhkan untuk menghilangkan rasa trauma karena cedera.

Seperti kapal yang putar haluan, karier Reffa setelahnya mengalami banyak perubahan ke arah yang mungkin sebelumnya ia tidak pernah duga. Reffa sempat menuntut ilmu di Universitas Dr. Soetomo di jurusan Ilmu Administrasi. Melalui jalur prestasi, Reffa kemudian bergabung dengan kesatuan Angkatan Darat TNI.

Sebagai tentara, Reffa kemudian bergabung dengan kesebelasan sepak bola milik Angkatan Darat yaitu PS AD. Dalam beberapa kesempatan ia mengaku ingin kembali ke dunia sepak bola andai ia bisa benar-benar pulih. Ia sempat kembali ke level tertinggi ketika membela PS TNI di Piala Jenderal Sudirman tahun 2015 lalu. Namun setelahnya, ia kembali ke kesatuannya. Reffa yang dulu biasa terlihat bertarung di lapangan, kini bertugas di Pontianak, Kalimantan Barat.

Kisah Reffa yang didaulat sebagai bintang masa depan Indonesia kemudian tenggelam. Cerita tentang bakat yang layu sebelum berkembang dari Reffa adalah sedikit dari banyaknya impian yang pupus dari anak-anak Indonesia yang ingin bermain sepak bola secara profesional.

Author: Aun Rahman
Penikmat sepak bola dalam negeri yang (masih) percaya Indonesia mampu tampil di Piala Dunia