Namanya sekilas mirip dengan nama-nama pemain Brasil, namun ia sama sekali tidak memilki darah keturunan negeri Samba. Ia lahir pada 5 Juli 1982, enam hari sebelum Italia mengangkat trofi Piala Dunia di Santiago Bernabeu, dan 24 tahun setelahnya, di Jerman, ia turut andil dalam kesuksesan Gli Azzurri meraih titel dunia keempatnya.
Nama Alberto Gilardino pernah populer, khususnya di kalangan pencinta Serie A. Pada musim 2003/2004, Gila (sapaan akrabnya) menjadi runner-up top skor Serie A dengan 23 gol bersama Parma, padahal usianya baru menginjak 21 tahun kala itu. Kepergian Adriano ke Internazionale Milan memang membawa berkah bagi Gila karena sejak itulah namanya meroket.
Berbekal predikat sebagai peringkat dua capocannoniere, banyak yang percaya bahwa Gila akan dibawa ke Euro 2004. Sayangnya, Giovani Trapattoni yang kala itu melatih Italia mengacuhkannya dan Italia gugur di babak penyisihan grup.
Meskipun begitu, Euro 2004 adalah berkah dibalik musibah bagi Gila. Di ajang yang sama tetapi di kategori U-21, Gila berhasil membawa Italia juara dan ia kemudian dipanggil ke tim olimpiade Italia.
Tajam di usia muda, potensi Gilardino banyak dilirik oleh tim-tim besar Eropa. Namun diluar dugaan ia tetap bertahan di Parma pada musim 2004/2005. Pilihannya terbukti tidak salah. Di musim itu ia kembali mencetak 23 gol dan meraih gelar Pemain Terbaik Italia dan Serie A.
Bak gayung bersambut, deretan prestasi yang diraihnya membuat AC Milan kepincut. Pada 17 Juli 2005, Gilardino resmi berganti seragam menjadi merah-hitam dengan banderol 25 juta euro, nominal transfer tertinggi yang ia cetak sepanjang kariernya. Di Milan, Gilardino diprediksi akan membentuk kuartet mematikan bersama Andriy Shevchenko, Filippo Inzaghi, dan Kaka, yang kala itu masih di puncak permainan.
Akan tetapi, awal perjalanan Gila di Milan tidak semulus yang dibayangkan. Walaupun mencetak 17 gol dari 34 penampilan di Serie A, Gila sama sekali tidak bertaji di Eropa. Mandul dalam 12 laga. Laju Milan di Eropa pun harus terhenti di semifinal usai Ludovic Giuly mencetak gol tunggal yang membawa Barcelona lolos ke final dan akhirnya menjadi juara.
Peruntungan penyerang setinggi 184 sentimeter ini mulai membaik usai dipanggil Marcello Lippi untuk memperkuat Italia di Piala Dunia 2006. Ia turut membawa Italia menjadi kampiun dunia, dan di akhir musim 2006/2007 AC Milan dibawanya menjadi kampiun Eropa, meskipun ia hanya dua menit merumput di final. Milan dan Italia dapat memulihkan citra mereka dari skandal Calciopoli dan Gilardino memiliki kontribusi di dalamnya.
Musim ketiga di Milan tak berjalan baik bagi Gila, ia hanya mencetak 7 gol dari 30 pertandingan yang membuat Milan menjualnya ke Fiorentina. Di Fiorentina, ia bereuni dengan Cesare Prandelli, allenatore yang mengorbitkan namanya semasa di Parma. Di bawah asuhan Prandelli pula Gilardino perlahan menemukan ketajamannya kembali.
Akan tetapi, “penyakit” Gilardino kembali kumat. Performanya terus menurun dari musim ke musim. Ia kemudian berpetualang ke berbagai klub di Serie A seperti Genoa, Bologna, dan Palermo. Perolehan terbaiknya adalah ketika berseragam Genoa di musim 2013/2014. Ia mencetak 15 gol dan sempat membawa Genoa menembus tujuh besar klasemen sementara.
Gilardino juga sempat mencicipi Chinese Super League (CSL) bersama Guangzhou Evergrande pada tahun 2014 bersama dengan koleganya di timnas Italia, Alessandro Diamanti. Guangzhou berhasil menyabet gelar juara CSL namun Gilardino tak banyak memberi kontribusi. Ia kalah bersaing dengan legiun asing asal Brasil, Elkeson.
Semenjak itulah karier Gila merosot tajam. Kembali ke Fiorentina dengan status pinjaman, ia hanya mencetak 4 gol. Guangzhou kemudian menjualnya secara gratis ke Palermo dan ia kembali tampil buruk, Musim 2015/2016 Palermo finis di urutan 16, hanya selisih satu poin dari Carpi di peringkat 18.
Empoli kemudian menggaetnya (lagi-lagi dengan gratis) di awal musim 2016/2017, namun sang mantan juara dunia hanya bertahan setengah musim. Gagal mencetak satu gol pun dalam 14 laga, Gilardino mencoba peruntungan baru di Pescara per 9 Januari 2017 lalu.
Bersama Zdenek Zeman yang terkenal gila dengan sepak bola menyerang, Gila mencoba untuk terlahir kembali sebagai penyerang yang pernah tajam, yang pernah berjasa membawa Italia juara Piala Dunia dan AC Milan meraih gelar Liga Champions-nya yang ketujuh.
Author: Aditya Jaya Iswara (@joyoisworo)
Milanisti paruh waktu yang berharap Andriy Shevchenko kembali muda dan membawa AC Milan juara Liga Champions Eropa lagi.