Bulan Juli 2016 kemarin, pencinta sepak bola di kolong langit dibuat terperanjat oleh sebuah kabar yang berhembus dari kota Roma, Italia. Penyebabnya adalah keputusan pelatih berkebangsaan Argentina, Marcelo Bielsa, yang mengundurkan diri hanya dua hari usai dirinya resmi diangkat sebagai allenatore baru Lazio.
Konon, Bielsa kesal terhadap manajemen I Biancoceleste, julukan Lazio, yang tak menunjukkan gelagat positif apapun di bursa transfer seperti yang telah disepakati kedua belah pihak sebelumnya.
Di sisi lain, presiden Lazio yang lekat dengan kontroversi, Claudio Lotito, juga murka dengan keputusan yang diambil figur yang sudah berkarier hampir tiga dekade di dunia kepelatihan itu. Manajemen Lazio pun melayangkan gugatan sebesar 50 juta euro terhadap Bielsa lantaran dianggap telah melanggar perjanjian kontrak.
Lotito sendiri memilih Bielsa dengan harapan bahwa pelatih berjuluk El Loco alias Si Gila tersebut bisa mengangkat prestasi Lazio yang kurang ciamik selama kurang lebih lima tahun terakhir. Namun peristiwa ini tentu saja mengguncang asa Lotito menyaksikan tim kepunyaannya kembali ke jajaran papan atas.
Mengingat kick-off Serie A musim 2016/2017 ketika itu sudah semakin dekat, manajemen I Biancoceleste pun buru-buru mencari sosok pengganti. Meski terdapat beberapa nama berpengalaman seperti Alberto Malesani, Cesare Prandelli dan Delio Rossi yang tengah menganggur, pihak klub justru lebih memilih bekas caretaker Lazio di penghujung musim 2015/2016, Simone Inzaghi, sebagai pelatih tetap.
Adik dari Filippo Inzaghi ini menerima durasi kontrak selama satu musim saja alias berakhir di musim panas 2017 nanti. Akan tetapi, bila performa Lazio meningkat selama musim kompetisi kali ini, opsi perpanjangan pun kemungkinan bakal diterimanya.
Walau minim pengalaman, namun Inzaghi paham betul seluk-beluk kesebelasan yang jadi jawara Piala Winners edisi terakhir ini. Pasalnya, sejak tahun 2010 dirinya sudah didapuk sebagai pelatih di tim junior Lazio. Sampai akhirnya, kesempatan melatih tim utama meski berstatus sementara datang pada bulan April 2016 usai Stefano Pioli dipecat.
Catatan Inzaghi sebagai pelatih interim Lazio saat itu memang tidak benar-benar mengilap karena dari tujuh laga, mereka menang empat kali dan kalah tiga kali. Tapi paling tidak, Inzaghi berhasil membuat Lazio tetap finis di peringkat ke-8 klasemen akhir Serie A musim 2015/2016.
Dengan status sebagai pelatih tetap, harapan manajemen Lazio terhadap Inzaghi pun secara otomatis meninggi. Paling tidak, I Biancoceleste bisa finis di posisi yang lebih baik kala mengarungi Serie A musim 2016/2017.
Meski kehilangan sosok Antonio Candreva dan Ogenyi Onazi yang hijrah ke klub lain serta Miroslav Klose dan Stefano Mauri yang pensiun, Inzaghi tak merasa ragu sedikitpun. Pihak klub sendiri berupaya keras untuk menambal lubang yang ditinggalkan sosok-sosok penting tersebut dengan melakukan sejumlah pembelian pemain anyar. Hasilnya, nama Ciro Immobile dan Wallace resmi didapatkan.
Penampilan Lucas Biglia dan kawan-kawan yang tertatih di awal musim sempat menimbulkan kekhawatiran Laziale, pendukung setia Lazio. Ketakutan mereka jika I Biancoceleste bakal kembali finis di papan tengah pun menyeruak. Namun pelan tapi pasti, hasil racikan Inzaghi mulai terlihat sejak pekan keenam kala menumbangkan Empoli dengan skor 2-0.
Dimulai dari pertandingan tersebut, Lazio secara gemilang sukses menorehkan rekor tak terkalahkan di sembilan laga (pekan keenam hingga pekan keempatbelas). Rinciannya adalah enam kemenangan dan tiga kali imbang. Torehan itu membuat optimisme menyembul di dada para pemain dan juga suporter. Keraguan terhadap kemampuan Inzaghi pun memudar sedikit demi sedikit.
Walau sempat tumbang di tangan AS Roma saat melakoni laga Derby Della Capitale jilid pertama kemudian disusul kekalahan dari Internazionale Milano, Juventus dan Chievo Verona, konsistensi Lazio sama sekali tidak tergoyahkan. Hasil-hasil minor tersebut berhasil ditebus dengan kemenangan di laga-laga yang lain.
Entah berkaitan dengan posisinya saat bermain dahulu yang seorang penyerang, skema permainan yang dikembangkan Inzaghi dalam melatih juga berlandaskan pada gaya ofensif. Tak perlu heran jika dirinya memainkan pola 4-3-3 hampir di setiap laga dengan 3-5-2 sebagai alternatif.
Di bawah mistar, Federico Marchetti akan jadi pilihan utama jikalau tidak absen akibat akumulasi kartu maupun cedera. Meski begitu, Thomas Strakosha yang jadi pelapisnya pun punya kualitas yang cukup mumpuni.
Beralih ke lini pertahanan, nama Dusan Basta, Stefan De Vrij, Stefan Radu dan Wallace merupakan pilar andalan Inzaghi. Kemampuan Basta dan Radu untuk bermain sebagai bek tengah juga membuat Inzaghi tak merasa kesulitan andai kedua fullback-nya tersebut digeser sebagai tembok utama di depan kiper andai De Vrij, Wesley Hoedt atau Wallace berhalangan.
Sementara di sektor gelandang, Inzaghi tentunya sangat bersyukur memiliki pemain-pemain dengan karakter lengkap serta bisa bermain di berbagai posisi. Kala bermain dengan tiga gelandang, nama Biglia, Sergej Milinkovic-Savic dan Marco Parolo hampir pasti tak tergantikan. Namun bila Inzaghi ingin memainkan lima pemain, sosok Danilo Cataldi, Jordan Lukaku, Senad Lulic dan Patric bisa disuntikkan sebagai amunisi tambahan.
Sedangkan barisan penggedor kerap diisi oleh Felipe Anderson yang juga bisa turun ke tengah, Immobile dan Keita Balde. Immobile menempati pos penyerang tengah yang bertugas sebagai pencetak gol utama namun juga pemantul bola sekaligus pembuka ruang di pertahanan lawan agar bisa dimanfaatkan rekan-rekannya dari lini kedua.
Ajaibnya, performa Immobile yang sempat merosot kala berseragam Borussia Dortmund dan Sevilla, perlahan-lahan malah semakin meningkat kala ditangani Inzaghi. 18 gol yang telah dibukukannya sejauh ini di seluruh ajang yang diikuti I Biancoceleste merupakan bukti nyata yang takkan bisa dibantah oleh siapapun.
Sampai Serie A musim 2016/2017 tinggal menyisakan delapan pekan tersisa, Lazio tampak nyaman ada di posisi empat besar. Kans mereka untuk merebut tiket lolos ke kejuaraan antarklub Eropa musim depan pun terbilang sangat besar. Koleksi 60 angka yang didapat anak asuh Inzaghi sejauh ini membuat mereka unggul dua poin dari Atalanta yang menempel di posisi kelima klasemen sementara. Finis di peringkat empat ataupun lima Serie A bakal dihadiahi tiket berlaga di Liga Europa.
Menariknya, peluang I Biancoceleste buat mentas di ajang yang lebih prestisius yakni Liga Champions pun masih terbuka lebar. Jarak poin mereka dengan Napoli yang ada di peringkat ketiga (pos terakhir yang dihadiahi tiket ke Liga Champions) hanya empat angka saja.
Tak sampai di situ karena kesempatan Lazio untuk meraih trofi di musim ini pun terbilang amat besar. Walau keok 2-3 di tangan AS Roma pada semifinal Piala Italia leg kedua pada Rabu (5/4) kemarin, anak asuh Inzaghi tetap lolos ke final usai menang agregat 4-3. Di babak final yang akan dimainkan pada tanggal 2 Juni nanti, Lazio bakal bersua Juventus yang di fase semifinal membungkam Napoli dengan agregat 5-4.
Apa yang ditampilkan anak asuh Inzaghi sampai saat ini merupakan pertanda positif. Karena sinar terang yang ditunjukkan ayah dari Tommaso ini menjadi angin segar bagi dunia kepelatihan Italia di masa yang akan datang sekaligus bukti bahwa negeri spaghetti bisa melahirkan satu lagi pelatih muda yang punya kualitasnya patut diacungi jempol.
Author: Budi Windekind (@Windekind_Budi)
Interista gaek yang tak hanya menggemari sepak bola tapi juga american football, balap, basket hingga gulat profesional