Di masa sekarang, sepak bola yang kita tonton semakin sering diperkaya dengan statistik. Jika dulu statistik yang ditampilkan hanya catatan standar seperti jumlah pelanggaran atau sepakan pojok, kini kita bisa mengetahui beragam aspek statistik di layar televisi.
Untuk mereka yang fanatik bahkan men-install aplikasi-aplikasi seperti StatsZone, Squawka, atau WhoScored di gawainya masing-masing. Dengan tampilan yang atraktif, kita bisa mengetahui suatu catatan statistik tertentu dan mencoba menganalisis pertandingan.
Per 2012 silam, Arsenal juga menganggap pentingnya pengolahan data statistik sehingga klub yang berdiri sejak 1886 ini menjalin kerjasama dengan StatDNA. Nilai kontraknya pun tidak sembarangan: 2,2 juta paun. Ketimbang menyewa jasa mereka, Arsenal lantas ‘membeli’ perusahaan ini secara eksklusif agar mereka tidak memberikan insight statistik kepada klub-klub EPL lain.
Seperti yang dilaporkan Guardian (17/10/2014), chief executive Arsenal, Ivan Gazidis mengatakan alasan mengapa Arsenal mengambil langkah ini:
“Perusahaan ini merupakan ahli di bidang analisis performa data olahraga, yang merupakan ranah yang berkembang pesat dan sesuatu yang saya, dan lain-lain yakini, akan berperan penting terhadap posisi kompetitif Arsenal,”
Lebih lanjut ia berkata, “Pandangan-pandangan yang diberikan perusahaan ini digunakan secara luas di setiap operasi sepak bola kami, dalam memantau dan mengidentifikasi bakat, dalam persiapan pertandingan, dalam analisis pascapertandingan dan dalam memperoleh saran-saran soal taktik.”
StatDNA merupakan perusahaan yang berbasis di Amerika Serikat, negara asal Gazidis dan pemilik saham mayoritas Arsenal Stan Kroenke. Penggunaan statistik yang kompleks dalam sepak bola memang ditularkan dari negara tersebut.
Di Jerman, penggunaan statistik yang kompleks telah dilakukan sejak tim nasional mereka dilatih Jurgen Klinsmann. Klinsi, panggilan akrabnya, sejak 1998 berdomisili di Amerika Serikat dan memahami bagaimana statistik membantu olahraga populer di negara itu, terutama bisbol.
Beberapa pembaca tentu mengenal hikayat Billy Beane, bukan? Ya, dialah yang pertama kali menggemparkan dunia olahraga setelah timnya mampu menjuarai Major League Baseball (MLB). Strateginya dalam merekrut pemain bersandar penuh pada pengolahan dan analisa data statistik, sehingga mampu mengalahkan tim-tim yang secara finansial lebih kuat.
Timnya, Oakland Athletics bahkan mencatat 20 kemenangan berturut-turut dalam seratus tahun terakhir. Padahal, tim mereka hanya memiliki budget terbatas.
Selain itu, statistik dalam sepak bola juga tambah populer berkat buku yang ditulis Simon Kuper dan Stefan Szymanski, Soccernomics (2009). Kedua orang ini, yang memiliki latar pendidikan berbeda, membawa data dan statistik ke area yang lebih luas, dengan gaya penulisan populer.
Kembali ke Arsenal, keberhasilan merekrut StatDNA ini tentu menjadi harapan bagi Gooner. Apalagi Arsene Wenger dulu pernah sakti dalam mengendus bakat pemain muda. Banyak pemain muda yang kemudian menjadi anak didiknya dan mentas menjadi pemain hebat seperti Patrick Vieira, Thierry Henry (yang disia-siakan Juventus), Samir Nasri, Kolo Toure, hingga Cesc Fabregas.
Reputasi Wenger tersebut juga diketahui Billy Beane, yang menurut Kroenke merupakan penggemar Wenger. Seperti dikutip Guardian (17/10/2014), Kroenke berkata:
“Idola Billy Beane adalah Arsène Wenger. Anda tahu mengapa? (karena) kemampuannya dalam menggunakan uang dan mengembangkan nilai. Hal itu adalah segalanya untuk menjadi sukses dalam olahraga profesional.”
Menurut Rory Smith di New York Times (3/2), StatDNA pula yang menganjurkan klub untuk merekrut Gabriel Paulista di bursa transfer musim dingin 2015. Mereka pula yang menetapkan nama Gonzalo Higuain sebagai target transfer meskipun diragukan oleh para pemandu bakat Arsenal.
Namun apakah statistik dan StatDNA bisa menunjang daya kompetitif Arsenal dalam meraih trofi? Sulit untuk ditentukan sekarang karena kerjasama ini pun baru seumur jagung. Kita tidak boleh melupakan aspek lain yang sama-sama penting seperti taktik dan psikologi pemain.
Masih menurut laporan Smith, StatDNA juga pernah keliru dalam memberikan laporan kepada Wenger. Pelatih yang kontraknya di Arsenal akan habis pada akhir musim ini tersebut pernah ingin merekrut Antoinne Griezman yang waktu itu masih membela Real Sociedad.
Tapi menurut StatDNA kala itu, metrik pemain ini tidak terlalu impresif. Hal ini tentu menjadi sesuatu yang disesalkan orang-orang pintar di lembaga analisis tersebut. Karena Griezmann menjadi salah satu komoditas panas di bursa transfer akhir-akhir ini.
Wenger sendiri, dengan demikian dapat kita anggap adaptif dalam perkembangan tren sepak bola. Meski di aspek lain, ia (masih) terkesan keras kepala, kerjasama dengan StatDNA ini dirasa perlu bagi klub sebesar Arsenal.
Wenger juga pernah berkata pentingnya catatan atau tren statistik dalam sepak bola. Salah satunya soal bagaimana tim yang kebobolan lebih dulu di pertandingan-pertandingan besar akan sulit memenanginya. Dalam Arsenal AGM (Annual General Meeting) tahun 2014, ia mengatakan:
“Sekarang jika tim Anda yang kebobolan pertama kali di laga besar, ada 85% kemungkinan Anda akan kalah. Ini bukan berarti bahwa Anda pasti kalah saat kebobolan pertama kali tapi secara keseluruhan ketika Anda kebobolan, Anda akan menyerang lebih sering sehingga membuat lawan Anda lebih mudah mengalahkan Anda lewat serangan balik.” (dikutip dari news.arseblog.com).
Tiga tahun telah berlalu, namun di aspek permainan serta prestasi Arsenal masih saja jumud. Running in circles. Statistik memang penting, tetapi penerapannya agar sesuai dengan konteks yang kekinian dengan situasi Arsenal masih perlu dikaji lebih lagi.
Author: Fajar Martha
Esais dan narablog Arsenal FC di indocannon.wordpress.com