Eropa Italia

Serie A Bukan Lagi Kompetisi Para Pria Tua

Sudah cukup lama kompetisi Serie A Italia disebut sebagai liga aki-aki alias liganya para orang tua. Salah satu penyebab mengapa plesetan ini muncul adalah Serie A menyediakan tempat bagi pemain-pemain gaek untuk tetap menikmati kerasnya persaingan di kompetisi teratas persepakbolaan Italia.

Kebanyakan pemain berusia 35 tahun ke atas mulai “mengasingkan diri” ke kompetisi kelas dua di Eropa. Bahkan, beberapa berkarier sampai ke Amerika menuju Major League Soccer (MLS) atau ke Timur jauh, di Indian Super League (ISL). Tapi di Italia, dalam satu dekade ke belakang, justru tidak mengikuti tren tersebut. Beberapa nama gaek semisal Paolo Maldini, Pietro Vierchowod dan Javier Zanetti justru tetap nyaman berlaga di Serie A saat usia mereka bahkan sudah mencapai kepala empat dan pensiun di Italia.

Hari ini, kondisi serupa memang masih terjadi, sosok semisal Gianluigi Buffon dan Francesco Totti tetap menjadi andalan klub yang mereka bela walau usia keduanya sudah tidak lagi muda.

Padahal, para kompatriot yang seusia dengan mereka, kini banyak yang sudah pensiun dan bahkan telah berganti peran menjadi seorang pelatih, misalnya saja Antonio Conte (Chelsea), Luigi Di Biagio (Italia U-21), Gennaro Gattuso (Pisa), Filippo Inzaghi (Venezia), Sinisa Mihajlovic (Torino), Vincenzo Montella (AC Milan) hingga Paulo Sousa (Fiorentina).

Namun patut diingat, nama-nama semacam Buffon, Maldini, Totti, Vierchowod dan Zanetti bukan figur sembarangan. Sebagai pemain sepak bola, mereka semua bukanlah pemain kacangan, level mereka ada di langit yang berbeda. Lebih dari itu, mereka adalah simbol klub yang memang tak bisa diperankan oleh pemain dengan kualitas biasa-biasa saja.

Suka atau tidak, sejatinya kita patut kagum terhadap kemampuan mereka menjaga kualitas permainan untuk terus berada di level terbaik sehingga karier mereka begitu panjang, penuh cerita dan tentunya bergelimang prestasi. Karena kita pun mengerti, banyak pesepak bola di muka bumi ini yang tak mampu melakukannya.

Citra Serie A sebagai kompetisi para “manula” mungkin belum bisa hilang sepenuhnya mengingat di musim 2016/2017 ini pun, masih ada banyak pemain veteran yang setiap pekannya harus memeras keringat demi membela panji yang melekat di dada.

Meski begitu, agak terasa konyol jika publik masih terus menyebut Serie A sebagai liganya pemain tua, mengingat dalam kurun dua atau tiga tahun terakhir, salah satu kompetisi terbaik di Eropa ini telah mengorbitkan banyak sekali pemain muda bertalenta dan memiliki kualitas nomor wahid.

Tidak percaya? Mari kita telisik lebih jauh.

Bagaimana jika saya menyebut nama-nama seperti Paulo Dybala, Mauro Icardi, Paul Pogba sampai Marco Verratti? Empat pemain ini usianya belum ada yang lebih dari 24 tahun. Namun bermain di Serie A sukses menempa mereka jadi pemain-pemain berkualitas yang diakui banyak pihak.

Pada musim panas 2012 silam, klub kaya raya Prancis, Paris Saint-Germain, bahkan harus merogoh kocek sebesar 10 juta paun untuk mengamankan jasa Verratti dari klub yang mendidik dan membesarkannya, Pescara.

Sementara kepulangan Pogba ke Manchester United yang terjadi pada musim panas 2016 kemarin dan membuat geger banyak pihak, sampai mengharuskan kubu The Red Devils menggelontorkan dana super masif, 90 juta paun, kepada Juventus. Nilai itu juga yang kemudian membuat Pogba didapuk sebagai pemain termahal sejagad raya.

Khusus di musim ini, berdasarkan statistik yang dihimpun dari situs transfermarkt.co.uk, diantara lima kompetisi terbaik di benua biru, rata-rata usia pemain yang berlaga di Serie A berada di kisaran 26,7 tahun atau berada di peringkat ketiga. Bundesliga Jerman menjadi liga dengan rataan usia termuda yakni 25,5 tahun sedangkan yang tertua disandang oleh Liga Primer Inggris dengan kisaran usia pemain mencapai 27,3 tahun.

Penggemar fanatik Liga Primer Inggris jangan buru-buru kesal dan menyebut jika liga mereka tetaplah yang terbaik karena dijubeli banyak sekali pemain papan atas dunia meski kalah soal rataan usia. Tapi mohon diingat, yang sedang kita bandingkan memang rataan usia pemain di masing-masing liga, bukan tentang banyaknya pemain bintang yang mentas di kompetisi tersebut.

Seperti yang telah saya singgung dalam paragraf sebelumnya, dalam beberapa tahun terakhir Serie A telah berhasil mengorbitkan pemain-pemain belia yang berlaga di sana. Apalagi, banyak dari mereka yang merupakan jebolan akademi klub-klub lokal Italia.

Tentu saja ini merupakan sinyal positif bagi Serie A maupun sepak bola Italia. Keberadaan pemain bintang memang sebuah daya tarik tersendiri sehingga dapat menaikkan pamor kompetisi tersebut. Namun kemampuan menelurkan bakat muda, mengembangkannya menjadi pemain berkualitas dengan level nomor satu juga sebuah keberhasilan yang amat sangat berharga.

Kehadiran Andrea Belotti (Torino), Andrea Conti (Atalanta), Gianluigi Donnarumma (AC Milan), Roberto Gagliardini (Internazionale), Lorenzo Pellegrini (Sassuolo) sampai Daniele Rugani (Juventus) sebagai pilar utama di klub yang mereka bela adalah salah satu bukti nyata perubahan yang sedang terjadi di Serie A.

Terlebih, selain penggawa lokal tersebut, terdapat cukup banyak legiun asing muda yang sanggup mencuri perhatian dan naik daun dengan menimba ilmu di Serie A, antara lain Assane Diosse (Empoli/Senegal), Godfred Donsah (Bologna/Ghana), Patric Gabarron Gil (Lazio/Spanyol), Patrik Schick (Sampdoria/Republik Ceska), Giovanni Simeone (Genoa/Argentina) dan Piotr Zielinski (Napoli/Polandia).

Kenyataan macam ini seolah menjadi bukti jika pemain-pemain muda asing yang kebetulan diincar banyak klub Serie A tak merasa ragu buat berlabuh di negara yang di peta dunia berbentuk kaki manusia ini. Pasalnya, situasi yang ada di Serie A saat ini tampak menjanjikan bagi para pemain muda lantaran punya kans cukup besar untuk merumput dan menunjukkan kelas mereka sebagai pesepakbola.

Pelan tapi pasti, Serie A mulai berbenah (meski sarana pendukung, utamanya stadion, kualitasnya masih tertinggal sangat jauh dari liga-liga lain) kearah yang lebih baik. Kompetisi ini tak lagi kejam bagi pemain belia seperti lima atau sepuluh tahun yang lalu. Era baru dengan generasi baru tengah menyapa dari Italia. Ya, Serie A bukan lagi kompetisi untuk para pemain tua.

#ForzaCalcio

Author: Budi Windekind (@Windekind_Budi)
Interista gaek yang tak hanya menggemari sepak bola tapi juga american football, balap, basket hingga gulat profesional.