Dunia Kolom

Bursa Transfer Januari dan Geliat Sepak bola Cina

Bursa transfer musim dingin Liga Inggris 2016/2017 tidak mendatangkan berita kepindahan pemain yang terlalu heboh. Dilepasnya Morgan Schneiderlin dan Memphis Depay oleh Manchester United, misalnya, merupakan imbas dari taktik dan kesempatan bermain yang minim. Hal yang sama juga berlaku untuk Darron Gibson (yang dilego Everton kepada Sunderland) atau Lazar Markovic (Liverpool meminjamkannya ke Hull City).

Kabar yang sedikit mengejutkan mungkin datang dari Hull yang mampu mendatangkan Andrea Ranocchia dengan status pinjaman. Transfer yang sedikit impresif dilakukan Burnley yang berhasil menggaet Joey Barton (gratis), Robbie Brady dari Norwich City (yang memecahkan rekor transfer klub di angka £13juta), serta bek muda Aston Villa Ashley Westwood. Liverpool bahkan tidak membeli satu pun pemain di bursa transfer musim dingin.

Lagipula, transfer musim dingin memang jarang mencatatkan pembelian-pembelian dengan harga fantastis. Klub bergerak di bursa transfer Januari guna menambal skuat, memberi kesempatan pada pemain-pemain akademi, atau melepas mereka yang tidak mendapat tempat di tim inti.

Hal ini tidak berlaku untuk sepak bola Cina dengan Chinese Super League-nya (CSL). Berikut daftar komplit transfer pemain yang dibeli klub-klub negeri Tirai Bambu itu pada bursa transfer Januari 2016/17:

Nama* Klub Asal Klub Tujuan Nilai Transfer
Oscar Chelsea Shanghai SIPG £60 juta
Carlos Tevez Boca Juniors Shanghai Shenhua £615,000/minggu (transfer plus gaji)
Alexandre Pato Villarreal Tianjin Quanjian £15.4 juta
Alex Witsel Zenit St Petersburg Tianjin Quanjian Tidak diungkap
Tjaronn Chery QPR Guizhou Hengfeng Zhicheng Tidak diungkap
Odion Ighalo Watford Chongchun Yatai £20 juta
John Obi Mikel Chelsea Tianjin TEDA Gratis
Nemanja Gudelj Ajax Amsterdam Tianjin TEDA £5 juta

*dari berbagai sumber

 

Bukan Liga Pensiunan

Seperti dilaporkan Tom Streatfeild-James di Mailmangroup.com, indikasi majunya sepak bola Cina ditandai dengan melonjaknya pertumbuhan nilai saham mereka pada musim 2015/16 sebesar 81% dengan nilai keseluruhan sebesar $338 juta.

Daily Mail mencatat bahwa dalam daftar 10 pemain dengan bayaran gaji tertinggi di dunia, empat di antaranya diisi oleh pemain-pemain yang membela klub CSL. Pemain-pemain tersebut adalah Carlos Tevez (£615 ribu per pekan), Oscar (£400 ribu per pekan), Hulk (£317 ribu/pekan), dan Graziano Pelle (£260 ribu/pekan). Tevez dan Oscar masing-masing menempati urutan pertama dan kedua di daftar ini.

Tidak seperti liga Arab atau MLS (Major League Soccer) di Amerika Serikat, ambisi sepak bola Cina membuat para pemain tergiur sehingga memutuskan bermain di kompetisi ‘antah-berantah’. Uang memang menjadi salah satu alasan utama, seperti yang diutarakan Axel Witsel, tetapi memang harus diakui, persepak bolaan Cina tengah meletup dan rayuan gaji yang tinggi mendukung proses itu.

Salah satu yang melatarbelakangi pertumbuhan CSL ini adalah, Xi Jinping. Presiden Cina ini adalah seorang penggila sepak bola dan bermain sepak bola saat duduk di bangku sekolah. Ia menargetkan bahwa Cina tidak hanya harus menjadi tuan rumah Piala Dunia, tetapi juga sanggup menjuarainya.

Dari sisi manajerial dan perkembangan taktik, CSL juga dihuni nama-nama pelatih berpengalaman seperti Luiz Felipe Scolari, Manuel Pellegrini, dan Sven Goran Eriksson. Fabio Cannavaro, yang pada 2014 lalu sempat melatih Guangzhou Evergrande, kini melatih Tianjin Quanjian dan berhasil membawa klub tersebut promosi untuk berlaga di CSL.

Nama-nama dengan umur yang sebenarnya belum terlalu senja seperti Oscar, Witsel, atau Cannavaro membuat CSL memang sedemikian memikat bakat-bakat sepak bola Benua Biru.

Meski begitu, CSL memiliki kebijakan transfer 4+1 dan 3+1. Artinya, tiap klub hanya boleh memiliki 5 pemain asing (4 dari negara non Asia/Australia + 1 dari negara Asia/Australia). Peraturan 3+1 berarti masing-masing klub hanya boleh menurunkan maksimal tiga pemain asing non Asia/Australia plus satu pemain Asia/Australia. Pemain asal Australia masuk kategori Asia karena mereka tergabung dalam induk konfederasi sepak bola Asia, Asian Football Confederation (AFC)

Kebijakan lain yang dinilai memecut semangat pemain lokal adalah diberlakukannya penghargaan top Chinese goalscorer sejak 2011. Gelar top skor sejak 2008 hingga musim lalu tidak pernah diraih pemain Cina, mungkin itulah alasan dibuatnya penghargaan ini. Ini semua diharapkan bisa mendorong berkembangnya bakat-bakat lokal sehingga cita-cita Jinping dapat terwujud.

Bonus Demografi

Di fase awal, Cina tidak perlu repot-repot menjual hak siar dalam maksud “menjual” CSL ke khalayak global. Secara demografis, Cina merupakan negara dengan penduduk terbanyak di dunia.

Menurut Streatfeild-James, hal itu disebabkan pula oleh luasnya jaringan TV kabel kepunyaan Cina, China Central Television (CCTV). Selain memiliki hak siar Liga Inggris, CCTV juga menguasai 50% siaran sepak bola Cina.

Banyaknya penduduk dan gairah sepak bola yang tinggi juga membuat CSL tidak perlu terlalu khawatir dengan liga-liga Eropa. Infrastruktur yang baik dan permainan yang ditawarkan bakat-bakat asing menjadi hiburan utama karena dimainkan dalam waktu normal, berbeda saat mereka harus begadang untuk menyaksikan Liga Inggris atau La Liga.

Fase selanjutnya, baru CSL bersama merambah pasar global. Per 2016, mereka telah menyiarkan CSL di 53 negara dengan pencacahan sebagai berikut: Asia 24 negara, Eropa 13, Afrika 12, Amerika Serikat, Kanada dan Brasil. Kontrak penyiaran CSL yang melibatkan 16 klub tersebut berlaku hingga 2018.

Cina memiliki riwayat olahraga yang memukau di kancah internasional. Sayangnya sepak bola mereka belum mampu berbicara banyak. Satu-satunya kesempatan mereka tampil di Piala Dunia terjadi pada 2002 silam di mana mereka selalu kalah dan kebobolan 9 gol.

Sebelum ini semua, sepak bola di negeri mereka identik dengan korupsi dan buruknya infrastruktur sehingga stadion-stadion selalu sepi. Berkaca dari situ, Cina menargetkan diri untuk menjadi negara sepak bola adikuasa di tahun 2050. Target-target lain: agar memiliki 50 juta pesepak bola pada 2020, membangun atau merenovasi 6.000 stadion atau lapangan dan membangun 50.000 sekolah sepak bola dalam jangka waktu 10 tahun ke depan.

Cina membayangkan olahraga juga dapat membangun ekonomi di berbagai sektor. Sepak bola, sebagai bagian dari industri kreatif diharapkan mampu menyamai prestasi industri film Cina yang kini tengah merasakan masa gemilang.

Ini semua dapat terjadi berkat ambisi tinggi pemimpin, tingginya pertumbuhan ekonomi negara, serta perencanaan yang matang. Patut ditunggu apakah target Jinping dan rakyat Cina dapat tercapai. Sembari berharap, kapan negara kita yang demografis penduduknya cukup banyak, mampu mereplikasi geliat yang tengah tumbuh di sepak bola Cina.

Author: Fajar Martha
Esais dan narablog Arsenal FC di indocannon.wordpress.com