Suara Pembaca

Akademi Chelsea: Setumpuk Youngster yang Menjadi Alat Barter

Nathan Ake kembali ke Bournemouth. Bukan sebagai pemain pinjaman, melainkan pemain permanen dengan harga 20 juta paun plus klausul pembelian kembali. Rekor transfer klub semenjana ini terpecahkan, oleh pemain muda yang pernah jadi harapan banyak para suporter The Blues. Berkali-kali dipinjamkan, Ake tak jua mendapat kepercayaan di tim utama. Akhirnya ia terpaksa minggat, daripada karier tersendat.

Di Chelsea, Ake tak sendirian. Ada puluhan alumni akademi Chelsea yang ceritanya persis demikian. Kompatriotnya asal Belanda, Marco van Ginkel, di periode peminjaman terlunta-lunta di berbagai klub. Kabar terakhir, ia sepertinya akan permanen di PSV Eindhoven, daripada bertahan di Chelsea, dengan ketidakjelasan nasib.

Nama-nama lain seperti Mario Pasalic, Wallace, Dominic Solanke hingga Bertrand Traore, tak pernah kerasan bertahan di klub.  Dua nama terakhir bahkan sudah jadi milik klub lain, Solanke melangkah sendirian ke Liverpool dan Traore kini berlabuh di Lyon.

Beberapa tahun terakhir, Chelsea memang doyan “mengoleksi” pemain-pemain muda. Mereka didatangkan dari berbagai penjuru, guna disekolahkan sebaik-baiknya. Berkat pembinaan yang sudah berkembang dengan baik, akademi Chelsea mendapatkan prestasi nan prestisius di level kompetisi muda. Akademi Chelsea hampir tiap musim panen gelar. Dari FA Youth Cup hingga sekelas UEFA Youth League.

Meski berprestasi di usia muda dan berhasil membanggakan klub, para youngster Chelsea hanya sedikit yang mendapat kepercayaan. Itupun dipercaya, untuk sekedar mengisi bangku cadangan. Soal menit bermain, jangan ditanya. Paling bagus, mereka dimasukkan di menit akhir. Alasannya, karena minim pengalaman. Ya, kalau ingin banyak pengalaman, kenapa tidak sering dimainkan? Toh, mereka sudah membuktikan di level junior.

Peminjaman jadi opsi Chelsea, guna menyekolahkan youngsters mereka di level yang sedikit lebih tinggi. Salah satu destinasi, yang boleh dikata sebagai “Chelsea in Holland”, adalah Vitesse Anherm. Tiap tahun, anak-anak muda dari akademi Chelsea, datang dan pergi di klub ini. Beberapa ada yang bertahan hingga dua atau tiga musim lamanya. Ada yang bersinar, tetapi lebih banyak yang sia-sia. Lewis Baker, jadi salah satu contoh sukses. Di musim 2016/2017, ia berkembang dengan pesat. Sayangnya, tak ada tanda-tanda ia akan dipakai oleh Antonio Conte musim ini.

Baca juga: Menimbang Kebijakan Peminjaman Pemain Chelsea ke Vitesse, Efektifkah?

Program peminjaman Chelsea sudah berjalan beberapa tahun. Di musim 2016/2017 saja, total 35 pemain disebar ke berbagai klub. Pada periode transfer kali ini pula, beberapa youngsters dari akademi sudah didaratkan ke beberapa klub.

Tammy Abraham resmi berseragam Swansea selama satu musim masa peminjaman. Mason Mouth juga rencananya akan segera mengikuti program tersebut. Pemain yang digadang-gadang sebagai “The New Frank Lampard” ini, diharapkan sukses ketika dipinjamkan. Dan akan dipertimbangkan untuk mengisi tim utama, sekembalinya ke Chelsea nanti. Tapi, kalian percaya itu?

Di program sebelumnya, tak terlalu banyak hasil yang didapatkan. Di skuat juara Chelsea musim lalu, hanya ada dua nama yang sabar menanti dan akhirnya menikmati tempat di starting eleven, yakni Thibaut Courtois dan Victor Moses.

Sedangkan yang lain, jika tak ingin bersabar, akan jadi nominal yang menguntungkan bagi bisnis Chelsea. Nathaniel Chalobah, yang musim ini memang berada di tim utama, meski mendapat sedikit menit bermain, kabarnya tidak akan memperpanjang kontrak dan berencana berlabuh ke klub lain.

Akademi Chelsea, tampak seperti anomali. Kesuksesan para pemain muda tersebut mengangkat pamor akademi, tak kunjung jadi pertimbangan. Anak-anak muda, seperti kata pepatah, dianggap belum cukup makan asam garam.

Mengharapkan munculnya didikan akademi yang berakhir sebagai legenda klub seperti John Terry, hanya jadi harapan yang sia-sia. Apalagi, bermimpi akan munculnya “generasi 92” ala Manchester United di Stamford Bridge, sungguh akan susah terwujud, bila kebiasaan ini diteruskan secara berkala.

Chelsea yang setengah klub sepak bola setengah klub bisnis, hanya akan menjadi wadah yang menumpuk ratusan pemain muda potensial. Para pemuda tersebut, pada akhirnya sekadar investasi jutaan paun belaka. Yang dipinjamkan, sedikit hebat, lantas dijadikan alat jual beli atau alat barter kemudian demi membeli pemain-pemain baru yang kemampuannya tak jauh beda dari pemain tersebut.

Penyesalan memang selalu di belakang, lihat saja ketika akhir-akhir ini berhembus kabar Romelu Lukaku akan dibeli kembali. Belum lagi mereka sempat melakukan hal serupa terhadap Nemanja Matic, yang kini sudah menjadi pemain inti di skuat Conte. Chelsea tampaknya memang sangat hebat berbisnis, tapi sedikit kurang bersabar soal sepak bola.

Author: Ilham Bedewe (@BedeweIb)