Eropa Italia

Juventus dan Mimpi Besarnya di Eropa

Mimpi adalah kunci, untuk kita menaklukkan dunia….

Bagi penggemar musik pop Indonesia, kalimat di atas tentu amat sangat familiar, bukan? Sebab kalimat tersebut memang bait pertama dari lagu milik grup musik Nidji, yang berjudul Laskar Pelangi. Lagu ini sendiri merupakan salah satu soundtrack untuk film laris yang diadaptasi dari novel best seller karya Andrea Hirata dengan judul serupa lagunya.

Lirik lagu dari grup musik yang mulai melejit di belantika musik tanah air pada pertengahan 2000-an tersebut sungguh menggugah kita, para pendengarnya. Berkaca pada anak-anak yang haus pendidikan dan punya banyak impian dari pelosok desa di Pulau Belitung yang Hirata sebut sebagai Laskar Pelangi, Nidji pun menggubah lagu sesuai dengan hal itu. Mengajak kita semua, agar berani bermimpi dan berjuang semaksimal mungkin (seperti yang dilakukan Laskar Pelangi) untuk meraihnya.

Dan bicara tentang impian, ada satu klub sepak bola di tanah Italia yang sedang mati-matian memperjuangkannya. Mereka adalah klub berjuluk La Vecchia Signora alias Si Nyonya Tua, Juventus.

Di kompetisi Serie A 2016/2017 yang sudah memasuki pekan ke-32 (ketika tulisan ini dibuat laga di pekan ke-33 belum satu pun yang dimainkan), hanya keajaiban yang bisa menggagalkan anak asuh Massimiliano ‘Max’ Allegri merengkuh gelar Scudetto-nya untuk kali keenam secara beruntun.

Duduk manis di puncak klasemen dengan koleksi 80 angka membuat La Vecchia Signora punya selisih delapan poin dari AS Roma yang menguntit di peringkat kedua. Praktis, Buffon dan kawan hanya butuh sebelas angka di enam pertandingan tersisa guna menyegel status juara Serie A.

Bergeser ke ajang Piala Italia, musim ini Juventus juga siap menggondol trofi ketiga mereka dalam lima musim ke belakang atau gelar ke-12 sepanjang sejarah klub, karena sukses melaju ke babak pamungkas usai menumbangkan Napoli dengan agregat 5-4 di fase semifinal. Lazio jadi satu-satunya halangan yang tersisa bagi Si Nyonya Tua di partai final yang akan dimainkan tanggal 2 Juni mendatang.

Akan tetapi, menjadi penguasa di tanah Italia selama beberapa musim terakhir (dengan rutin menjuarai dua kompetisi domestik tertinggi) nyatanya belum memuaskan dahaga prestasi Gianluigi Buffon dan kawan-kawan. Mereka menyasar satu impian besar yang lama mengendap, tepatnya 21 tahun, yaitu gelar Liga Champions.

Musim 1995/1996 jadi momen terakhir kesebelasan asal kota Turin itu mengangkat trofi Si Kuping Besar. Juventus yang saat itu masih ditukangi salah satu pelatih legendaris di Italia, Marcello Lippi, sukses menekuk wakil Belanda yang berstatus sebagai juara bertahan, Ajax Amsterdam, dengan skor 4-2 usai bermain imbang 1-1 selama 120 menit.

Upaya untuk membawa pulang trofi paling prestisius bagi klub-klub Eropa tersebut sempat menyeruak pada musim 2014/2015 silam. Ketika itu, Buffon dan kawan-kawan kembali mentas di babak final yang diselenggarakan di Stadion Olympia Berlin, Jerman, guna berjumpa raksasa Catalan, Barcelona.

Namun nahas, pada laga menentukan itu, Juventus mesti mengakui keberingasan Los Cules yang menggulung mereka dengan skor 3-1. Impian Juventus untuk merengkuh titel ketiganya di Liga Champions pun buyar. Peristiwa pahit yang saya yakini juga masih terekam jelas di memori para Juventini.

Kegagalan itu nyatanya justru melecut semangat Juventus untuk berkembang menjadi tim yang lebih superior. Karena mereka tahu bahwa untuk bersaing di Eropa membutuhkan kekuatan yang luar biasa. Segala macam pembenahan pun dilakukan untuk mendukung usaha mereka mewujudkan impian besar itu.

Dan musim ini, langkah Si Nyonya Tua buat menggenggam trofi Liga Champions pun semakin dekat. Klub yang bermarkas di J-Stadium ini telah menjejak babak semifinal usai membungkam tim yang menekuk mereka di final Liga Champions 2014/2015, Barcelona, di fase perempatfinal dengan agregat 3-0.

Kesuksesan itu sendiri didapat Juventus dengan cara yang heroik dan elegan, bukan semata-mata bermain dengan pertahanan gerendel khas Italia seperti cibiran banyak orang. Sederhananya, dalam dua leg perempatfinal kemarin Juventus menunjukkan bahwa kualitas permainan yang mereka suguhkan ada di atas Los Cules.

Dan berdasarkan undian yang dilakukan oleh induk organisasi sepak bola Eropa (UEFA), di babak semifinal nanti Juventus akan bersua tim asal Prancis yang penampilannya tengah meroket, AS Monaco.

Kylian Mbappe dan kawan-kawan melangkah sampai babak semifinal usai menggulung Manchester City di fase perdelapanfinal dan Borussia Dortmund di babak perempatfinal.

Tanpa bermaksud memandang sebelah mata klub asuhan Leonardo Jardim tersebut, bisa dipastikan Juventus akan tampil mati-matian di dua laga semifinal nanti demi lolos ke partai puncak untuk mendekatkan diri dengan trofi Liga Champions.

Entah bertemu Atletico Madrid ataupun Real Madrid di babak pamungkas, suporter setia Si Nyonya Tua pun pasti merasa bahwa inilah kesempatan terbaik mewujudkan impian besar mereka selama dua dekade terakhir.

Pikiran nakal saya pun menyeruak, andai titel Scudetto yang sederhananya 95% sudah berada di tangan Juventus bisa ditukar dengan gelar Liga Champions, sudah pasti mereka akan merelakannya. Namun, Juventini juga pasti berharap jika klub kesayangan mereka bisa menyapu bersih semua titel yang tersedia di sisa musim ini.

Dengan kata lain, meraih treble winners dengan mencaplok gelar Scudetto, Piala Italia dan Liga Champions seraya menyamai pencapaian rival bebuyutan mereka di Italia yang kini tengah oleng, Internazionale Milano, di musim 2009/2010 yang lalu.

Selamat berjuang, Nyonya Tua!

Author: Budi Windekind (@Windekind_Budi)
Interista gaek yang tak hanya menggemari sepak bola tapi juga american football, balap, basket hingga gulat profesional