Akhir bulan Mei, saya sempat menuliskan usaha Bayern Muenchen meregenerasi beberapa pemain senior. Saya menyebut mereka “para petani”. Beberapa pemain muda sudah resmi menjadi milik Bayern, bahkan sebelum musim 2016/2017 berakhir. Dan di bulan Juni, Die Roten kembali mendapatkan satu pemain muda penuh potensi.
Geliat Bayern di jendela transfer musim panas ini terbilang cantik. Tanpa banyak pemberitaan, manajemen bekerja dengan kerahasiaan yang terjaga. Langkah ini penting, supaya klub lain tak mengincar pemain yang sama dan berujung kepada naiknya banderol.
Setelah sukses mendapatkan Serge Gnabry dari Werder Bremen, Bayern tak menunggu waktu lama untuk menuntaskan satu transfer penting lainnya. Ia adalah Corentin Tolisso, gelandang Lyon yang sebelumnya lebih banyak diberitakan tengah dikejar Arsenal dan Juventus. Bayern bekerja senyap, namun hasilnya mantap.
Sedikit trivia, konon Juventus menghentikan usaha mereka mengejar Tolisso karena sudah ada kesapakatan di balik pintu dengan Bayern.
Begini, manajemen Bayern bersedia melepas Douglas Costa ke Juventus dengan potongan harga. Syaratnya, Bayern yang mendapatkan Tolisso. Kesepakatan ini dilandasi oleh hubungan baik antara Andrea Agnelli dan Karl-Heinz Rummenigge. Jika dalam waktu dekat Douglas Costa hengkang ke Juventus, maka kabar tersebut bisa saja sebuah kebenaran.
Muncul di tengah kesulitan
Gelandang berusia 22 tahun tersebut bergabung bersama akademi Lyon di usia 13 tahun. Perkembangannya cukup pesat, dengan melewati setiap tahapan usia di akademi dengan baik. Kisah debutnya seperti Hector Bellerin di Arsenal. Tolisso mendapat kepercayaan ketika beberapa pemain utama harus absen karena cedera.
Hubert Fournier, di musim 2014/2015, terpaksa mencari solusi ke akademi ketika Clement Grenier dan Gueida Fofana harus absen dalam waktu lama karena cedera. Menggantikan pemain andalan tentu tidak mudah. Namun, Tolisso mampu bertahan di balik tekanan. Ia membuktikannya dengan kedewasaan di atas lapangan.
Tolisso tak mengecewakan. Kepercayaan Fournier dibayar dengan tuntas. Musim itu, ia bermain di semua laga Ligue 1, dengan catatan 31 laga. Musim perdana bersama Lyon, Tolisso banyak bermain sebagai gelandang kiri dalam bentuk diamond yang rapat.
Tugasnya adalah menyediakan keseimbangan di lini tengah, sekaligus masuk ke kotak penalti di saat yang tepat. Tiga dari tujuh gol yang ia lesakkan berbuah menjadi gol kemenangan. Sebuah gambaran kejelian Tolisso untuk naik dan menyambut peluang.
Bagi pemain muda, bermain baik di musim perdana sudah lebih dari cukup untuk membayar kepercayaan pelatih. Namun, Tolisso tak hanya ingin berhenti di “bermain baik” saja. Ia menunjukkan kepantasan untuk menjadi pemain penting Lyon di masa depan. Karakter tersebut berbuah ban kapten, di usia 22 tahun, yang sempat melingkar di lengannya.