Rasanya sulit melepaskan kontroversi dari nama La Nyalla Mattalitti. Terbaru, sehari setelah dilantik menjadi ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD), mantan ketua PSSI periode 2015-2016 itu kembali berniat maju sebagai salah seorang calon ketua untuk periode berikutnya.
Dalam Rekapitulasi Deklarasi Dukungan Bakal Calon Komite Eksekutif PSSI Periode 2019-2023, La Nyalla Mahmud Mattalitti muncul bersama lima calon lainnya. Mereka adalah Arief Putra Wicaksono, Mochamad Iriawan, Rahim Soekasah, Sarman, dan Yesayas Oktavianus.
La Nyalla Mattalitti bukanlah orang baru. Meski hanya sekejap menjabat sebagai ketua PSSI, dengan segala kontroversi namanya tidak akan mudah dilupa.
Awal perjalanan pria kelahiran Jakarta di sepak bola dimulai ketika menjabat wakil ketua PSSI Jawa Timur. Setelahnya La Nyalla dipercaya menjadi ketua umum Komite Penyelamat Sepakbola Indonesia (KPSI) periode 2012-2015 menggantikan Djohar Arifin Husin. Kemudian, ia menjadi wakil ketua umum PSSI periode 2013-2015 menggantikan Farid Rahman.
Tidak berhenti di sana, dalam Kongres Luar Biasa PSSI tahun 2015 yang terselenggara Sabtu (18/4) di Hotel JW Marriott, Surabaya, namanya terpilih sebagai ketua federasi sepak bola negeri ini. Meraup 94 suara, La Nyalla mengalahkan pesaingnya, Syarif Bastaman, yang hanya meraih 14 suara. Sedangkan Muhammad Zein, Subardi, dan Benhard Limbong tidak mendapatkan suara sama sekali.
Baca juga: Jalur Politik PSSI
Sebelumnya Ketua Umum PSSI, Djohar Arifin, Sekretaris Jenderal PSSI, Joko Driyono, Achsanul Qosasi, dan Sarman, resmi mengundurkan diri. Pengunduran ketiganya dibacakan oleh Ketua Komisi Pemilihan, Dhiman Abror.
Sayangnya, kepemimpinan La Nyalla tidak berjalan mulus lantaran tidak diakui oleh Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi. Sehari sebelum Kongres Luar Biasa, PSSI secara resmi dibekukan. Sebelumnya Menpora telah lebih dulu mengirimkan surat teguran (SP2) pada PSSI.
Pada surat bernomor 01286/ MENPORA/IV/2015 yang ditujukan pada Ketua Umum PSSI ini, Kemenpora menilai PSSI secara sah telah melakukan pengabaian pada teguran tertulis pertama pekan lalu. Federasi pimpinan Djohar Arifin Husin ini dianggap tak melakukan tindakan nyata pada Arema Cronus dan Persebaya, terkait tak dapat rekomendasinya dua klub itu dari Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI) untuk ikut QNB League 2015.
La Nyalla yang diangkat melalui Kongres Luar Biasa akhirnya harus dipaksa mundur di Kongres Luar Biasa. Dalam kisruh PSSI, juga La Nyalla tersandung kasus di luar dunia sepak bola. Ia diterpa kasus dugaan korupsi penyelewengan dana hibah Pemerintah Provinsi Jatim 2011-2014. Dana senilai Rp 5,3 miliar diduga disalahgunakan La Nyalla untuk membeli saham perdana PT. Bank Jatim Tbk.
Juga kontroversial di kancah politik
Di panggung politik kiprahnya tidak kalah kontroversial. Sempat menjadi bagian tim pemenangan Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto saat Pilpres 2009, lima tahun kemudian, ia menjadi bagian timses Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan menjadi bagian Partai Gerindra.
Januari 2018, La Nyalla mengaku dimintai mahar politik Rp 40 miliar diduga oleh Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto jika ingin dicalonkan sebagai Gubernur Jawa Timur, namun semua dibantah pihak Gerindra.
Sebelum memutuskan mendaftar sebagai calon PDP Jawa Timur, di pengujung 2018 La Nyalla menyeberang ke Partai Bulan Bintang dan berbalik menjadi pendukung Joko Widodo (Jokowi) pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. Ia juga mengaku telah menyebar fitnah kepada Jokowi di Pilpres 2014, karena seperti diketahui saat itu ia Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
Kembali rangkap jabatan
Setelah sebelumnya ramai Edy Rahmayadi karena merangkap jabatan sebagai Ketua Umum PSSI sekaligus jabatan politiknya sebagai gubernur Sumatra Utara, kali ini situasi tidak jauh berbeda. Bila terpilih nanti, La Nyalla akan berada di posisi hampir sama. Ketua Umum PSSI sekaligus pemangku jabatan politik Dewan Perwakilan Daerah.
Memang tidak ada larangan dari PSSI mengenai hal tersebut, namun ramai tentang politik kepentingan dan ancaman FIFA dipastikan akan kembali ramai.
Namun ada satu kasus yang dapat menjadi pelajaran bagi La Nyalla Mattalitti. Di awal kepemimpinanya, Nurdin Halid yang juga dikenal penuh kontroversi pernah melakukan hal serupa. Seperti diketahui, Nurdin Halid memimpin PSSI pada rentang waktu tahun 2003 hingga 2011. Sedangkan di awal kepemimpinannya, ia juga menjabat anggota DPR RI periode 1999-2004.
Ditambah lagi, Nurdin juga sempat memimpin PSSI dari balik jeruji besi, akibat terjerat kasus korupsi. Meski didesak berbagai pihak untuk segera mundur, nyatanya Nurdin tetap awet memimpin PSSI sampai tahun 2011. Solidnya dukungan untuk Nurdin di internal PSSI, plus ketidaktegasan sikap FIFA, membuat Nurdin bagai tak tersentuh.