Perselisihan suporter sepak bola dengan manajemen tim yang didukungnya bisa jadi merupakan suatu hal yang wajar dalam dunia sepak bola modern kini.
Permasalahan-permasalahan yang terjadi biasanya akibat dari ketidaksepakatan antara kedua belah pihak, baik itu dari sikap manajemen dalam mengelola tim, maupun ulah suporternya sendiri dalam memberi dukungan. Namun, dalam beberapa kasus yang terjadi, permasalahan dimulai dari sikap manajemen dalam mengelola tim yang tidak memenuhi harapan para pendukung kesebelasan.
Di Indonesia sendiri, kasus-kasus perselisihan antara pihak manajemen tim dengan pendukung kesebelasan bisa dikatakan cukup sering terjadi. Kasus terakhir baru-baru ini telah melibatkan Bonek dengan manajemen Persebaya pada laga perempat-final Piala Indonesia yang mempertemukan Persebaya dengan Madura United di Surabaya (19/6) lalu.
Pada saat itu, Bonek masuk ke dalam lapangan saat pertandingan memasuki menit akhir babak kedua. Para pendukung setia Persebaya ini menyampaikan protesnya setelah lagi-lagi Persebaya hanya mampu bermain imbang di kandangnya sendiri.
Baca juga: Lempar Boneka: Upaya Bonek Melawan Stigma
Tindakan dari Bonek ini pun menuai reaksi yang beragam, baik dari kalangan Bonek maupun di luar pendukung Persebaya. Namun, perwakilan beberapa kelompok Bonek sendiri memberikan klarifikasi, bahwa aksi tersebut sudah atas kesepakatan antarkelompok yang memang merasa perlu menyampaikan protes terhadap manajemen Persebaya.
Peristiwa itu, menurut mereka, adalah upaya terakhir yang dapat dilakukan, sebab selama ini aspirasi kawan-kawan Bonek tidak ditanggapi secara serius oleh pihak manajemen Persebaya.
Jika dilihat lagi ke belakang, sebetulnya perselisihan antara Bonek dengan manajemen Persebaya cukup sering terjadi. Dapat dikatakan bahwa Bonek merupakan salah satu kelompok suporter di Indonesia yang peka terhadap perkembangan tim kebanggaannya dan rajin mengkritisi kebijakan-kebijakan manajemen yang sekiranya tidak membawa dampak baik terhadap tim jagoannya.
Sikap kritis yang dimiliki oleh sebuah kelompok suporter, tentu saja sangat dibutuhkan jika tak ingin regu kebanggaannya masuk ke dalam beragam kepentingan yang menjauhkan tim sepak bola dari akarnya.
Pada era sepak bola modern ini, laju bisnis dalam pengembangan sebuah tim sudah menjadi hal yang lumrah. Dibutuhkan daya pengelolaan yang tepat demi mendukung kekuatan finansial, juga menjaga kelangsungan hidup sebuah tim, agar berjalan seimbang antara bisnis dan olahraganya. Namun, jika kedua faktor tersebut tidak berjalan bersama atau hanya salah satu saja yang berjalan, tentu akan timbul masalah baru bagi tim.
Jika berkaca pada kasus masuknya Bonek saat laga Persibaya melawan Madura United di Piala Indonesia, penulis mengambil asumsi bahwa kekecewaan Bonek kali ini disebabkan oleh sikap manajemen yang terlalu mementingkan pembangunan bisnisnya daripada prestasi bagi Persebaya.
Selain itu, dari pihak Bonek pun masih menanggung kekecewaan atas ucapan presiden tim Persebaya yang menganggap Bonek selama ini hanya customer murni bagi perkembangan bisnis Persebaya Surabaya.
Tentu saja hal ini memancing berbagai reaksi dari pihak Bonek. Tak sedikit dari pihak Bonek menyayangkan dan mencoba mengkritik ungkapan tersebut, namun dalam berbagai usaha yang dilakukan, ternyata pihak manajemen tidak terlalu menghiraukan apa yang disampaikan oleh pihak Bonek.
Maka, saat Persebaya hanya mampu memberi hasil negatif ketika bertanding atau tidak dapat menyajikan permainan yang menarik dan ngeyel, Bonek -yang kadung dianggap sebagai customer- menunjukkan bentuk protesnya dengan memasuki lapangan pertandingan.
Baca juga: Wahai Suporter, Proteslah dengan Cerdas!
Sebenarnya, cara menyampaikan protes yang dipilih Bonek kali ini jauh lebih “santun” jika dibandingkan dengan apa yang Bonek lakukan dua dekade ke belakang.
Protes ini juga disebabkan oleh belum adanya usaha serius dari pihak manajemen yang berjanji akan melakukan evaluasi bagi tim agar mampu bersaing dalam mengejar gelar juara liga.
Penulis meyakini selama Persebaya tetap ada, selama itu pula Bonek akan selalu bahu-membahu dengan seluruh pemain dan manajemen untuk Persebaya yang lebih baik. Lalu jika Persebaya berprestasi, penulis pun kembali yakin jika nantinya kondisi keuangan maupun bisnis yang dibangun manajemen atas nama tim akan semakin berkembang.
Sebab seperti yang diketahui pada musim kompetisi 2018, Persebaya menjadi salah satu tim dengan pendapatan terbesar, baik itu dari tiket maupun penjualan aksesoris tim. Hal itu tentu saja menunjukkan bagaimana Persebaya sebagai sebuah brand telah memiliki basis massa yang besar dan mampu untuk menghidupi sebuah tim.
Namun, jika besarnya kepercayaan dan minat Bonek terhadap Persebaya tidak diikuti dengan prestasinya di kompetisi, bukan tidak mungkin, lama kelamaan Bonek akan berpikir ulang untuk mendukung manajemen Persebaya dari segi bisnisnya.
Atau yang lebih parah, bisa saja Bonek memiliki pemikiran seperti pendukung Manchester United di Inggris sana, yang mendirikan tim baru untuk mereka kelola sendiri akibat kemuakan mereka terhadap manajemen tim yang hanya mengeruk keuntungan dari Manchester United, bukan membangun tim sebagaimana mestinya sebuah tim sepak bola.
Semoga saja tidak sampai terjadi hal demikian. Semoga baik Bonek, pemain, jajaran pelatih, maupun manajemen Persebaya, segera menemukan jalan keluar yang terbaik dan saling bersinergi dalam membangun sebuah tim sepak bola yang berprestasi dan maju dari segi bisnisnya.
*Penulis dapat dijumpai di akun Twitter @purnoboy