Brasil lagi-lagi gagal memenuhi ambisi mereka menjuarai Piala Dunia keenam. Setelah melihat dua kegagalan tragis Neymar dan kawan-kawan, wajar kita merindukan kehebatan Brasil menjuarai Piala Dunia 2002.
Tim Samba berangkat ke Korea Selatan dan Jepang (dua tuan rumah pelaksana Piala Dunia 2002) dengan hantu kegagalan di final Piala Dunia 1998. Selain itu, mereka mencatat hasil buruk di Piala Konfederasi 2001 dengan hanya finis sebagai juara empat.
Pelatih Luis Felipe Scolari, yang menggantikan Mario Zagallo, masih memercayakan lini depan pada Il Phenomenon Ronaldo Luis Nazario de Lima. Sebagian besar skuat Piala Dunia 1998 dirombak, dan hanya menyisakan beberapa nama seperti Ronaldo, Cafu, Roberto Carlos, dan Denilson.
Sang pelatih berusaha mengembalikan filosofi bermain mereka ke jogo bonito, atau sepak bola indah yang selama ini dikagumi dunia. Namun di lain pihak, Scolari pun sadar bahwa negaranya masih dihantui kegagalan di final Piala Dunia 1998 ketika mereka dilumat Prancis 0-3.
Keraguan pun masih menyeruak akibat melempemnya penampilan striker andalan mereka, Ronaldo. Masih segar di ingatan banyak orang ketika penampilan Il Phenomenon melempem di final sehingga membuat banyak orang bertanya-tanya, apakah penampilan sang bintang sedang diganggu masalah psikologis.
Ketika Scolari mengambil alih jabatan, Brasil sedang terseok-seok di penyisihan zona CONMEBOL (Amerika Selatan), meski pada akhirnya lolos ke putaran final di Korea Selatan dan Jepang. Namun, ketika menyusun tim yang akan dibawanya ke panggung Piala Dunia, kembali ia harus menghadapi tekanan ketika ia memutuskan untuk tidak memasukkan nama idola publik Brasil yang juga aktor utama kesuksesan Brasil di Piala Dunia 1994, yaitu Romario Faria.
Scolari lebih memilih untuk memercayai bintang Barcelona peraih predikat Pemain Terbaik Dunia 1999, Rivaldo. Selain itu, sang pelatih memberi kepercayaan kepada anak muda yang sedang naik daun bernama Ronaldo Assis de Moreira, yang lebih dikenal dengan panggilan Ronaldinho. Bersama Ronaldo, kombinasi ketiga pemain ini dikenal dengan sebutan three R’s (3R).
Meski datang ke putaran final dengan status kurang diunggulkan, Brasil langsung menggebrak babak penyisihan grup dengan membukukan tiga kemenangan beruntun. Mereka juga cukup terbantu dengan hasil undian yang mempertemukan mereka dengan para pesaing yang kualitasnya jauh di bawah. Turki, Cina, dan Kosta Rika bukan tandingan anak-anak asuh Scolari.
Setelah melewati Belgia di 16 besar, tantangan baru datang dari Inggris yang harus mereka hadapi di perempat final. Di sinilah Ronaldinho menunjukkan keahliannya pada dunia dengan menjadi aktor utama di pertandingan tersebut. Ia memberi asis untuk gol pertama Rivaldo dan mencetak gol kedua secara spektakuler.
Golnya dihasilkan dari tendangan bebas dari jarak 35 meter, yang dikenang sebagai salah satu gol terbaik Piala Dunia sampai sekarang. Sayangnya, Ronaldinho mengakhiri pertandingan dengan noda berupa kartu merah yang diperolehnya akibat menginjak kaki bek Inggris, Danny Mills.
Berlanjut ke semifinal, Brasil kembali menghadapi Turki yang secara tak terduga berhasil mencatat prestasi tertinggi mereka di putaran final Piala Dunia. Rivaldo yang sangat diharapkan untuk mencetak gol di pertandingan ini ternyata gagal melakukannya, padahal jika sukses ia akan mencatat sejarah sebagai pemain yang mencetak gol di enam pertandingan Piala Dunia secara beruntun. Kali ini Ronaldo-lah yang muncul sebagai pahlawan dengan gol tunggalnya ke gawang Rustu Recber.
Pertandingan puncak yang dilangsungkan di kota Yokohama, Jepang, menjadi final idaman karena mempertemukan dua tim tersukses di Piala Dunia. Jerman tercatat sebagai pesaing terdekat Brasil dengan tiga kali merengkuh gelar juara dunia, dan sedang berambisi untuk merebut gelar keempat mereka. Dipimpin salah satu kiper terbaik dunia dalam diri Oliver Kahn, tim Panser datang ke Yokohama dengan kepercayaan diri yang tinggi.
Pertandingan yang berlangsung ketat terlihat dari skor imbang tanpa gol yang tercatat di babak pertama. Namun di babak kedua, Rivaldo dan Ronaldo menunjukkan kelas mereka sebagai pemain-pemain terbaik dunia.
Tendangan keras jarak jauh Rivaldo di menit ke-67 tak dapat dibendung sempurna oleh Kahn, sehingga bola jatuh tepat di kaki Ronaldo yang menceploskannya secara sempurna ke gawang. Jerman tidak dapat bangkit dari shock dan harus kebobolan gol kedua di menit ke-79, lagi-lagi melalui Ronaldo yang menerima umpan matang Rivaldo.
Ketika peluit panjang dibunyikan, bukan hanya fans Brasil yang bersorak, tapi juga semua pencinta sepak bola di seluruh dunia. Kesuksesan Brasil menjuarai Piala Dunia untuk kelima kali merupakan kemenangan sepak bola indah.