Paris Saint-Germain (PSG), Manchester City, dan Chelsea adalah beberapa contoh klub Eropa yang meraih kejayaan sejak kepemilikan mereka diambil alih pihak asing. Suntikan dana yang seolah tak terbatas membuat klub-klub tersebut leluasa memperkuat sumber daya mereka, baik dari segi materi pemain maupun fasilitas. Kenyataan sangat dengan beberapa klub berikut ini, yang justru terpuruk setelah mengalami peralihan kepemilikan.
Malaga
Nasib klub Spanyol ini sangat berbeda dari dua klub lain yang dibeli oleh miliarder asal Timur Tengah, PSG dan Manchester City. Malaga mungkin menyesali pembelian mereka dengan harga ‘hanya’ sekitar 35 juta euro pada tahun 2010 oleh Sheik Abdullah Al-Thani. Mereka memang sempat berlaga di Liga Champions, tapi setelah itu pria Qatar tersebut terkesan mengabaikan klubnya ini. Akibatnya, Malaga harus menjual beberapa pemain bintang dan membiarkan gaji beberapa pemain tidak dibayar. Kabarnya, Al-Thani ngambek karena ia tak diizinkan membangun kompleks sepak bola seperti yang dilakukan pemilik Manchester City.
Racing Santander
Hampir sama dengan Malaga, klub Spanyol yang satu ini sempat dibeli pengusaha India, Ahsan Ali Syed, pada tahun 2011. Miliarder ini sempat menjanjikan 100 juta euro untuk membangun skuat. Nyatanya, janji itu tak pernah ditepati dan Racing Santander harus terdegradasi. Sampai sekarang, klub yang telah berusia seabad lebih itu tak pernah kembali ke kasta teratas dan sempat terancam pailit pada tahun 2014.
Blackburn Rovers
Bencana yang menimpa Racing Santander adalah efek dari apa yang terjadi pada Blackburn Rovers. Ahsan Ali Syed membeli klub Spanyol tersebut sebagai pelampiasan karena gagal membeli Blackburn. Klub Inggris ini sendiri bukannya lebih beruntung. Perusahaan Venkys Group asal India hanya mendatangkan pengelolaan buruk kepada mantan juara Liga Primer Inggris 1994/1995 tersebut. Tragisnya, The Riversiders kini terperangkap di kasta ketiga Inggris.
Queens Park Rangers
Nasib klub yang lebih dikenal dengan singkatan QPR ini terus berubah seiring seringnya kepemilikan mereka berpindah tangan. Selama klub tersebut dimiliki oleh Bernie Ecclestone, mereka sanggup promosi ke Liga Primer Inggris. Sukses kecil ini mengundang minat pengusaha Asia, Tony Fernandes, yang membeli sebagian besar saham mereka pada tahun 2011. Namun, QPR kembali terdegradasi pada tahun 2012 dan belum pernah kembali lagi ke kasta teratas.
Anzhi Makachkala
Pada bulan Januari 2011, klub dari kota antah berantah Rusia ini dibeli oleh miliarder, Suleyman Kerimov. Pemilik baru ini lalu menginvestasikan lebih dari 200 juta dolar AS untuk membangun infrastruktur dan membeli pemain-pemain bintang. Roberto Carlos, Yuri Zhirkov, dan Samuel Eto'o serta pelatih asal Belanda, Guus Hiddink, sanggup mereka datangkan. Namun, dua tahun kemudian, gairah klub ini kembali lesu akibat tak adanya prestasi yang mereka raih. Kini, Anzhi kembali menjadi klub dengan kondisi keuangan biasa-biasa saja.
Portsmouth
Juara Piala FA 2008 ini sedang terpuruk di kasta keempat Inggris akibat perpindahan kepemilikan yang seolah tak berujung. Setahun setelah kesuksesan mengejutkan itu, pengusaha Sulaiman Al-Fahim mengambil alih Portsmouth. Sempat dikira akan menjadikan klub ini kaya, masa jabatan Al-Fahim ternyata hanya berlangsung kurang dari tiga bulan. Ia lalu menjual klub tersebut kepada Ali al-Faraj pada bulan Oktober 2009. Setahun kemudian, The Pompeys kembali dijual ke tangan Balram Chainrai. Belum berhenti sampai di situ, Portsmouth yang sudah babak belur akibat degradasi dijual lagi pada bulan Juli 2011 ke konsorsium Convers Sports Initiatives (CSI) yang dipimpin oleh pengusaha Rusia Vladimir Antonov.
Author: Mahir Pradana (@maheeeR)
Mahir Pradana adalah pencinta sepak bola yang sedang bermukim di Spanyol. Penulis buku ‘Home & Away’.