Banyak yang tidak tahu bahwa saya juga memiliki ketertarikan besar kepada Persita Tangerang. Semua dikarenakan pertandingan sepak bola domestik pertama yang saya saksikan adalah final Liga Indonesia 2002, ketika Pendekar Cisadane berhadapan dengan Petrokimia Putra. Malam itu, Ilham Jayakesuma dan kawan-kawan memang takluk, tapi permainan mereka mengesankan saya yang saat itu masih duduk di bangku sekolah dasar.
Selain Persib Bandung, yang merupakan kesebelasan asal kota tempat saya menghabiskan separuh hidup. Saya juga terus mengikuti sepak terjang Persita, baik di masa terbaik mereka, bahkan hingga saat ini mereka mesti berlaga di Liga 2. Percaya atau tidak, karena hal inilah kemudian membuat saya mengetahui Achmad Jufriyanto sejak ia belum tenar seperti saat ini.
Semua tentu sudah mengetahui cerita perjalanan kariernya. Bagaimana pemain yang akrab disapa Jupe ini hijrah dari Tangerang, mendarat di Arema, lalu Pelita Jaya, kemudian meraih gelar juara bersama dua tim besar, Sriwijaya FC dan Persib Bandung. Tetapi ini adalah cerita versi saya terkait sosok seorang Achmad Jufriyanto.
Suatu petang di Jalak Harupat
Seperti kebanyakan penggemar sepak bola lainnya, saya juga bermain gim Football Manager, bahkan hingga saat ini. Nah, karena kecintaan besar saya terhadap sepak bola Indonesia, saya lebih banyak memainkan gim simulasi manajer sepak bola tersebut khusus sepak bola Indonesia. Saya juga memainkan liga lain di Asia Tenggara sebagai selingan.
Saya ingat pertama kali nama Achmad Jufriyanto itu muncul di gim simulasi manajer sepak bola tersebut pada edisi tahun 2007. Kebetulan saya kala itu sedang memakai Persita, karena Ilham Jayakesuma kembali ke Persita setelah sempat bermain di Malaysia. Jujur, awalnya saya pikir ia adalah pemain yang sudah uzur. Ternyata, ia adalah bek muda dan termasuk dalam kategori pemain yang memiliki potensi besar.
Sejak pertama kali bermain sepak bola di masa kanak-kanak, saya langsung bermain sebagai pemain bertahan. Boleh jadi, hal tersebut yang membuat saya sangat terkesan dengan Jupe. Ia punya postur yang sangat bagus untuk pemain bertahan. Kokoh, ramping, dan tinggi menjulang. Jupe juga merupakan pengoper bola yang andal dan memungkinkannya ikut terlibat ketika tim tengah membangun serangan. Poin terakhir yang menjadi nilai spesial dari seorang Achmad Jufriyanto dari segi teknis permainan.
Maka pada 24 November 2013 ketika Jupe resmi mendarat di Persib Bandung. saya girangnya bukan main. Bahkan sampai berteriak sambil melompat-lompat. Bayangkan saja, pemain yang begitu Anda idolakan bergabung dengan tim kesayangan. Tentu rasanya senang bukan main.
Pertemuan pertama saya secara langsung dengan Jupe terjadi pada tahun 2015, selepas laga uji tanding antara Persib Bandung berhadapan dengan Selangor FA di Stadion Si Jalak Harupat. Saya bertemu dengannya di lorong ruang ganti pemain. Saya sudah bertemu banyak pemain sebelumnya, tetapi entah kenapa rasanya petang itu saya merasa begitu tegang bahkan sampai mengeluarkan begitu banyak keringat, hingga kacamata saya berembun. Kesan bertemu idola memang berbeda, ya?
Mungkin berbeda dengan kebanyakan orang, tetapi saya tidak punya sosok pemain idola di sepak bola internasional. Jupe adalah pemain idola saya. Sama seperti ketika Anda mengidolakan Lionel Messi, Cristiano Ronaldo, Steven Gerrard, Thierry Henry, dan Alessandro Del Piero, maka pertemuan-pertemuan selanjutnya dengan Jupe menjadi sesuatu yang selalu saya nantikan.
Banyak cerita hebat yang saya dengar langsung dari Jupe terkait karier serta kehidupannya. Tentang bagaimana ia sempat ingin hengkang dari Persita namun ditahan oleh Jacksen F. Tiago. Yang bahkan kala itu, sang pelatih asal Brasil mempertaruhkan telinganya dipotong, seandainya Jupe bertahan musim itu, ia tidak akan masuk ke tim nasional. Soal debutnya yang berakhir dengan kartu merah di Arema. Soal bermain sebagai gelandang bertahan di Sriwijaya FC, kenangan manis meraih gelar juara bersama Persib, dan cerita-cerita menarik lainnya.
Tetapi jujur, secara pribadi, yang membuat saya paling terkesan dengan Jupe adalah soal bagaimana ia bertemu dengan istrinya saat ini, Endah Yuliyani. Bagaimana Jupe menikahi pujaan hati semasa SMA-nya, rasanya merupakan sesuatu yang luar biasa. Pertanda bahwa ia tidak terkena sindrom kebintangan yang biasa menimpa para pesepak bola. Ia tetap kembali ke akar, dan tempat di mana ia berasal.
***
Sepanjang kariernya sejauh ini, Jupe sudah menunjukan sesuatu yang jarang ditunjukkan oleh pemain lain. Yaitu soal bagaimana bersikap baik di lapangan maupun di luar lapangan. Bagaimana para pemain menghormati Jupe, dan para suporter memiliki rasa cinta yang besar untuknya. Defender, leader, legend, boleh jadi urutan kata yang tepat untuk menggambarkan sosok seorang Achmad Jufriyanto.
Maka kepindahannya ke Malaysia tidak terlalu membuat saya bersedih hati. Justru saya senang dan bangga, pemain yang saya idolakan berkarier di luar negeri. Mengambil kesempatan untuk mengembangkan kariernya lebih jauh lagi.
Hari ini, 7 Febuari, merupakan hari ulang tahun dari pemuda Betawi yang berkarier di Malaysia itu.
Selamat ulang tahun, Bang Jupe. Sukses di Malaysia!
Author: Aun Rahman (@aunrrahman)
Penikmat sepak bola dalam negeri yang (masih) percaya Indonesia mampu tampil di Piala Dunia