Kebanyakan dari pesepak bola adalah orang-orang yang rajin. Atau mungkin lebih tepatnya, mereka yang rajin dan tekun yang mampu menjadi pesepak bola top. Coba tengok kepada pemain-pemain papan atas saat ini, seperti misalnya, Cristiano Ronaldo. Pesepak bola yang malas biasanya redup kariernya ketika seharusnya mereka berada di puncak, karena talenta mereka tak diiringi dengan latihan yang cukup. Mario Balotelli adalah contoh paripurna.
Di satu sisi, sedikit dari pesepak bola top yang merupakan seorang gentleman atau pria sejati. Ketenaran dan kekayaan yang mereka dapatkan biasanya membuat mereka jadi arogan. Tak hanya itu, kebanyakan pesepak bola memiliki masa kecil yang sulit, hingga pada akhirnya ketika mereka kaya, tak sedikit yang menjadi norak dan melakukan hal-hal yang tak perlu.
Dimitar Berbatov adalah spesies yang berbeda. Ia adalah seorang pemalas, namun juga merupakan seorang pria sejati, dan jangan lupa, ia adalah pesepak bola top.
Lahir di Blageovgrad, Bulgaria, Berbatov kecil tumbuh di lingkungan yang keras namun tertib akibat pengaruh komunisme yang saat itu masih berlaku di sana. Ia rutin bangun dari pukul enam pagi untuk membeli roti bagi keluarganya, namun sesudah itu, ia habiskan waktunya dengan bermain sepak bola.
“Saya bermain sepak bola dengan anak-anak di lingkungan sekitar. Usia saya kala itu 10 tahun. Kami bermain enam lawan enam. Saya memiliki reputasi di jalanan saat itu, seperti penjual narkoba. Saya dapat pergi ke sekolah dengan dada membusung,” ucap Berbatov tentang masa kecilnya kepada ESPN FC.
Terbukti memiliki bakat, Berbatov akhirnya bergabung ke klub lokal bernama Pirin Blagoevgrad. Namun, ketika usianya genap 17 tahun, ia direkrut oleh salah satu klub terbesar Bulgaria, CSKA Sofia di tahun 1998. Berbatov mampu menembus tim utama CSKA dan tampil gemilang. Namanya pun mulai diendus oleh klub-klub yang berlaga di liga top Eropa. Ia hampir bergabung dengan klub Serie A Italia, Lecce, namun urung terjadi meski tes medis sudah dilakukan. Pada akhirnya, Bayer Leverkusen-lah yang menjadi pelabuhan berikutnya di tahun 2000.
Awal waktunya di Jerman berjalan kurang menyenangkan karena ia kerapkali digunakan sebagai pemain cadangan. Namun, perlahan ia pun mulai mendapat tempat di starting XI. Namanya mulai mencuat di musim 2004/2005 berkat penampilan apiknya di Bundesliga dan Liga Champions. Sempat diincar beberapa klub besar, Berba, begitulah ia kerap kali dipanggil, bergabung ke Tottenham Hotspur dengan biaya sekitar 10,9 juta paun di tahun 2006.
Penyesuaian pun harus ia lakukan ketika tiba di Inggris. Permainan Liga Primer Inggris yang kencang dan mengandalkan fisik tentunya bukan permainan yang Berbatov biasa mainkan. Namun, performanya di Piala UEFA (kini Liga Europa) yang menakjubkan di awal waktunya bersama Spurs menunjukkan bahwa sudah seharusnya klubnya bersabar menunggu dirinya untuk beradaptasi sepenuhnya.
Benar saja, Berba tak mengecewakan. Ia berhasil menjadi juru gedor utama Spurs di paruh musim berikutnya. Selama dua musim di London, ia berhasil mencetak 27 gol dari 70 penampilan, sebuah catatan yang memukau Sir Alex Ferguson untuk merekrutnya ke Manchester United di tahun 2008.
Upaya MU untuk memboyongnya terbukti tak sia-sia. Seperti biasanya, Berbatov sempat mengalami kesulitan ketika baru bergabung, namun ketika sudah mampu menyesuaikan diri, ia mampu tampil trengginas. Salah satu momen terbaiknya ketika mengenakan seragam Setan Merah adalah ketika mencetak hat-trick ke gawang Liverpool di bulan September 2010, yang mana gol terakhirnya ia ciptakan dengan tendangan salto.
Tak hanya itu, ia juga pernah mencetak lima gol dalam satu laga dalam pertandingan melawan Blackburn Rovers di tahun yang sama. Empat tahun bersama The Red Devils, Berbatov mampu mencetak 48 gol dari 108 penampilan.
Legasinya bersama timnas Bulgaria pun luar biasa. Ia tercatat sebagai top skor sepanjang masa Bulgaria dengan raihan 48 gol dari 78 laga. Tak hanya itu, ia juga tercatat sebagai pemain yang paling sering memenangkan gelar Pesepak Bola Terbaik Bulgaria dengan total tujuh gelar. Menariknya, ketika ia memenangkan gelar ketujuhnya di tahun 2010, ia meminta agar ia tak kembali dimenangkan di tahun-tahun berikutnya untuk memberi kesempatan pada pemain yang lebih muda.
Ada alasan mengapa Berbatov disebut sebagai pemalas. Gaya mainnya memang terkesan seperti itu. Ia sendiri menyatakan bahwa ia tak suka melihat pemain mengeluarkan energi “berlebihan” di lapangan. Namun, tekniknya mampu menutupi kemalasannya untuk berlari. Gerakannya begitu luwes dan terlihat tanpa usaha.
Ia juga dikenal sebagai gentleman. Dimulai dari caranya memperlakukan bola yang sangat lembut, sampai perangainya di luar lapangan. Ia tak suka akan perhatian, seperti yang dapat terlihat dari ketidakinginannya untuk memenangkan gelar Pemain Terbaik Bulgaria kembali. Ia juga tidak neko-neko meskipun ia memiliki kemampuan finansial untuk melakukan hal serupa. Ia memiliki badan amalnya sendiri, dan kini banyak terlibat di kegiatan sosial.
Kini, mungkin akan sulit untuk menemukan spesies seperti Berbatov di dunia sepak bola. Namun, berkat keunikannya, namanya tentu tak akan lekang oleh waktu.
Happy birthday, Berba!
Author: Ganesha Arif Lesmana (@ganesharif)
Penggemar sepak bola dan basket