Jika Anda mencetak gol kemenangan di menit injury time, selebrasi seperti apa yang akan Anda lakukan? Apakah Anda akan memungut bola untuk segera dibawa ke tengah lapangan? Atau larut bersama kerumunan suporter yang bersorak sorai atas upaya Anda?
Arjen Robben pernah mengalami sensasi itu. Saat masih berkostum Chelsea, penyerang sayap asal Belanda itu mencetak gol kemenangan untuk The Blues. Robben yang kegirangan segera melampiaskan emosinya bersama pendukung Chelsea. Ia berlari dengan tinju mengepal ke udara, kemudian melompat ke arah kerumunan suporter.
Usai keluar dari kerumunan, Robben segera menerima kartu kuning kedua yang lantas disusul dengan kartu merah. Hari itu, Robben menjadi pahlawan yang bernasib sial. Dia memang berhasil mengamankan tiga poin untuk Chelsea, tapi tak mampu mengamankan dirinya sendiri. Dibutuhkan kedewasaan untuk menjadi seorang pencetak gol, seperti misalnya tidak segera melampiaskan bersama suporter padahal sudah terlebih dulu menerima kartu kuning.
Lantas jadi pembahasan menarik, mengapa perayaan seperti itu berbuah kartu kuning? Bukankah selebrasi adalah bagian dari kebebasan berekspresi yang mana dilindungi berdasarkan prinsip hak asasi manusia (HAM) universal? Apakah aturan itu mengindikasikan adanya jarak antara suporter sepak bola dengan pemain yang mereka dukung setiap hari?
Mengacu pada Laws of The Game dari FIFA, tidak ada aturan yang secara spesifik melarang pemain untuk selebrasi bersama suporter. Secara umum, pengertian Laws of The Game adalah pasal-pasal yang isinya terkait aturan teknis tentang bagaimana pertandingan sepak bola profesional dimainkan. Di dalamnya memuat ukuran lapangan, ukuran bola, cara menendang penalti, melakukan lemparan ke dalam, jumlah pemain yang harus dimiliki setiap tim, offside, sifat pelanggaran yang mungkin diberikan wasit, dan aturan teknis lainnya.
Dalam merayakan gol, diatur melalui Pasal 12 bagian Fouls and Misconduct. Disebutkan bahwa, meski diperbolehkan bagi pemain untuk meluapkan rasa senangnya ketika gol tercipta, namun perayaan itu tidak boleh sampai berlebihan. Laws of The Game memberikan penjelasan terhadap makna “berlebihan” itu sendiri.
Adapun “berlebihan” sebagaimana dimaksud Laws of The Game antara lain:
- Menurut pendapat wasit, dia memberikan isyarat yang provokatif, mengolok-olok, atau menghasut
- Dia naik ke pagar keliling untuk merayakan gol
- Dia melepaskan bajunya atau menutupi kepalanya dengan kostumnya
- Dia menutupi kepala atau wajahnya dengan masker atau barang sejenis lainnya
Lebih lanjut, Pasal 12 menjelaskan bahwa meninggalkan lapangan permainan untuk merayakan gol bukan merupakan suatu pelanggaran, namun penting bagi pemain untuk kembali ke lapangan sesegera mungkin.
Jadi, di mana letak kesalahan pemain yang melakukan selebrasi bersama suporter? Memang, berdasarkan aturan itu, tiada yang melarang maupun memperbolehkan. Akan tetapi, ada aturan lain yang menyatakan bahwa, pemain yang secara sengaja meninggalkan lapangan permainan tanpa seizin wasit, maka yang bersangkutan dapat diganjar kartu kuning.
Frasa meninggalkan lapangan permainan ini bisa terjadi dalam situasi apapun, termasuk saat si pemain melakukan selebrasinya. Lapangan permainan sendiri menurut Laws of The Game yakni sebuah lapangan berbentuk persegi panjang yang ditandai dengan garis-garis batas. Yang pasti terjadi saat pemain melakukan selebrasi bersama suporter, ia secara otomatis akan melewati lapangan permainan, karena lokasi penonton ada di tribun yang jelas-jelas berada di luar garis batas. Inilah yang menjadi dasar bagi wasit untuk memberikan kartu kuning bagi si pemain.
Sehingga wasit akan menghukum bukan berdasarkan norma selebrasinya yang dianggap berlebihan, tetapi wasit melihat hal itu sebagai bentuk kesengajaan untuk meninggalkan lapangan permainan tanpa seizinnya. Sebetulnya meninggalkan lapangan dalam rangka selebrasi masih bisa ditoleransi oleh wasit, namun lain soal jika perayaan itu memakan waktu cukup lama.
Pasal 12 menjelaskan bahwa pemain harus sesegera mungkin kembali ke lapangan permainan selepas melakukan selebrasi. Karena jika tidak, hal itu dapat dianggap sebagai upaya menunda jalannya pertandingan. Adapun menunda jalannya pertandingan atau mengulur-ulur waktu termasuk salah satu larangan dalam Laws of The Game yang juga diatur di Pasal 12.
Selain karena alasan-alasan teknis di atas, selebrasi bersama suporter menurut saya juga dapat membahayakan kedua pihak. Dalam suatu kerumunan massa yang tidak terkontrol, segala resiko dapat terjadi. Besar potensinya terjadi kecelakaan apabila massa dalam jumlah banyak, ditambah emosi yang meluap berkerumun dalam satu tempat.
Dalam hitungan detik, psikologi massa yang mengalami perubahan usai terjadinya gol, dapat menjadi ancaman yang serius. Bukan tak mungkin, mereka berani melakukan hal-hal yang tidak diinginkan, seperti misalnya memaksa masuk ke lapangan permainan. Satu orang saja ada yang invansi, maka wasit harus menghentikan pertandingan hingga situasi kembali kondusif. Hal ini untuk menjaga maruah pertandingan profesional, juga martabat wasit sebagai pemimpin di lapangan.
Sepak bola bukan melarang seorang pemain untuk meluapkan emosinya bersama suporter, namun hal itu sebaiknya tidak dilakukan demi keselamatan bersama. Di sisi lain, tentu menjadi pengalaman luar biasa bagi suporter dapat memeluk pemain saat selebrasi, apalagi jika momen itu terjadi di partai final.
Silakan Anda bayangkan sendiri. Namun jangan bayangkan itu terjadi di Indonesia, karena jarak tribun dengan lapangan yang tidak memungkinkan.
Author: Agung Putranto Wibowo (@agungbowo26)