Eropa Spanyol

Bernd Schuster, Ia yang Berada di Kedua Sisi

30 April 1988, adalah salah satu pertemuan El Clasico paling menarik akan digelar di Nou Camp. Pertemuan antara Barcelona dan Real Madrid ini menjadi begitu seru karena pertandingan digelar tepat dua hari setelah beberapa pemain penting dari Barcelona menggelar sebuah konferensi pers di Hotel Heredia untuk meminta presiden klub saat itu, Jose Luiz Nunez, untuk mengundurkan diri.

Permasalahan pajak saat itu sedang mendera kesebelasan asal Catalan tersebut. Pemerintah Spanyol jelas mencoba melakukan pendekatan yang serius terkait situasi ini. Dalam konferensi pers tersebut ternyata terkuak bahwa beberapa penggawa Los Cules diharuskan menandatangani dua kontrak yang berbeda ketika mereka didatangkan.

Satu kontrak lain adalah untuk ditunjukan kepada otoritas pajak setempat. Hal ini kemudian menyebabkan adanya upaya penghindaran pajak (tax evasion) dari pihak Barcelona. Karena dengan menunjukan kontrak yang sudah disesuaikan tersebut, mereka bisa menyetor nilai pajak yang lebih rendah.

Salah satu tokoh utama dari saga soal pajak yang ternyata sudah melibatkan Barcelona sejak lama ini adalah Bernd Schuster. Ia adalah pemain pertama yang mengajukan permasalahan ini segera ditangani lewat jalur hukum. Schuster sudah membela Blaugrana selama delapan tahun sejak ia mendarat dari Köln pada tahun 1980. Barca tertarik mendaratkan Schuster yang juga berperan besar terhadap kesuksesan Jerman meraih Piala Eropa 1980.

Selama delapan tahun di Nou Camp, Bernd Schuster begitu dipuja. Ia menjadi pemain asing lain yang mendapatkan sanjungan besar setelah Sandor Kosics, dan tentunya Johan Cruyff. Persembahan terhebat Schuster untuk tim kebanggan Catalan tersebut adalah gelar juara Piala Champions Eropa pada tahun 1982.

Baca juga: Memori Keabadian Johan Cruyff

Kembali ke El Clasico yang terjadi pada tahun 1988. Pada pertandingan tersebut, seluruh pemain Barcelona mendapatkan siulan dan cemoohan. Apalagi saat itu Real Madrid sudah memastikan gelar juara liga jatuh ke tangan mereka. Hari itu memang menjadi salah satu kemenangan besar Real atas Barcelona. Ditambah lagi, hari itu juga memastikan kepindahan Schuster satu sisi ke sisi yang berseberangan. Ya, El Clasico hari itu menjadi momentum yang membulatkan tekad kepindahan Schuster dari Barcelona ke Real Madrid.

Julukannya adalah el blonde engle atau “si malaikat pirang”. Permainan Schuster memang sudah begitu membuat publik Real Madrid kesengsem. Kelompok pemain lokal top Spanyol di Real Madrid yang saat itu dikenal sebagai Quinta del Buitre, dianggap menjadi sosok penting dibalik keputusan Schuster untuk berganti kubu. Kabarnya, kelompok pemain tersebut tidak segan untuk melontarkan pujian secara terbuka kepada Schuster, bahkan termasuk ketika ia sudah berseragam Real.

Schuster bermain di Real selama tiga tahun. Ia membawa Real mendominasi sepak bola Spanyol selama waktunya di sana. Maka harapan besarnya adalah ia bisa membawa Los Blancos mendapatkan gelar juara Eropa yang sudah lama tidak berhasil mereka raih. Sayang upaya demi upaya tidak menemui hasil. Salah satu yang paling bersejarah tentu bagaimana Schuster dan Real Madrid ditaklukkan AC Milan di semifinal Piala Champions tahun 1990.

Meskipun hijrah ke kubu berseberangan, dikisahkan bahwa kebencian para penggemar tidak begitu mendidih kepada seorang Schuster. Karena memang terkait kualitas dan juga sikap Schuster sebelum maupun setelah hijrah dari Barcelona ke Real Madrid. Sikap yang berbeda tentu ditunjukan kepada sosok lain yang melakukan langkah hampir serupa sekitar satu dekade kemudian yaitu Luis Figo.

Lepas dari Real, Schuster kemudian bergabung ke Atletico Madrid. Sempat kembali ke Jerman untuk memperkuat Bayer Leverkusen, Schuster kemudian mengakhiri kariernya sebagai pemain di kesebelasan asal Meksiko, Pumas UNAM. Setelahnya, ia kemudian terjun ke dunia kepelatihan. Sempat menangani Real Madrid pada musim 2007/2008, pekerjaan melatih terakhir Schuster adalah di Malaga pada tahun 2014 lalu.

Kepindahan Schuster adalah salah satu kepindahan yang semakin membumbui rivalitas antara Barcelona dan Real Madrid. Kepindahan Schuster memang secara nilai transfer dan kontroversi tidak seperti Figo, tetapi ada wacana dan alasan besar yang membuat Schuster membuat keputusan seperti demikian. Di usianya yang kini mencapai 57 tahun, dan berulang tahun tepat pada 22 Desember ini, kisah bagaimana ia bermain di dua klub tersukses dalam sejarah sepak bola tentu akan selalu dikenangnya.

Alles gute zum geburtstag, Herr Schuster!

Author: Aun Rahman (@aunrrahman)
Penikmat sepak bola dalam negeri yang (masih) percaya Indonesia mampu tampil di Piala Dunia