Semua tentu sepakat bahwa masyarakat Indonesia sangat menggemari sepak bola. Apapun yang berbau sepak bola menjadi hal yang kerap menarik perhatian. Tidak terkecuali di kota Depok. Warga kota yang dijuluki Kota Petir ini juga memiliki antusiasme tinggi terhadap olahraga paling populer di dunia yang satu ini.
Di Depok, suguhan pertandingan sepak bola dengan mudah bisa ditemukan dalam berbagai bentuk. Ingin menyaksikan pertandingan klub-klub elite Eropa dengan suasana meriah? Datang saja ke kafe-kafe tempat berkumpulnya komunitas-komunitas penggemar.
Atau jika ingin menyaksikan secara langsung pertandingan di beragam level, juga tersedia di kota ini. Mulai dari antarkampung alias tarkam yang digelar di pelosok-pelosok hingga gelaran Liga Indonesia. Depok juga memiliki klub kebanggaannya sendiri, yaitu Persikad yang kini berada di Liga 2, kompetisi kasta kedua Liga Indonesia.
Sayangnya, antusiasme besar warga Depok selama ini terhadap sepak bola khususnya Persikad belum ditopang dengan ketersediaan stadion yang cukup memadai. Hingga kini, warga Depok belum bisa merasakan menikmati sepak bola di stadion yang setidaknya bisa dikategorikan layak untuk menggelar pertandingan berskala nasional.
Selama ini, Persikad menggunakan Stadion Merpati yang berlokasi di Depok Jaya sebagai markasnya. Merpati sesungguhnya hanyalah stadion kecil dengan tribun sempit dan fasilitas minim yang kerap kurang perawatan. Singkatnya, Merpati tidak memadai bagi Persikad.
Dengan segala kekurangannya, Merpati tetap dipakai Persikad saat tampil di Torabika Soccer Champhionship (TSC) alias TSC B tahun lalu. Ada lima laga kandang yang dijalani Persikad di sana dengan dua di antaranya berakhir dengan kemenangan.
Seiring dengan berakhirnya TSC B, keadaan stadion Merpati sungguh memprihatinkan. Nuansanya benar-benar kumuh. Temboknya dipenuhi coretan tangan-tangan jahil, sampah bertebaran di tribun, kursi penonton banyak yang pecah, lapangannya juga bergelombang.
Namun saat saya berkunjung ke sana pada pertengahan Februari , beberapa pekerja tampak sedang membenahi stadion. Beberapa sisi sudah terlihat lebih rapi, misalnya coretan di tembok luar dan tribun barat yang sebelumnya ada kini telah tertutup cat. Bagian rumput yang botak pun sudah berkurang. Tinggal tribun timur dan selatan yang masih menunggu giliran diperbaiki.
Selain hanya memoles dan memperbaiki bagian-bagian stadion yang rusak, sulit melakukan perombakan total seperti yang saat ini dilakukan terhadap stadion Mandala Krida Yogyakarta atau stadion Jatidiri di Semarang. Lahan yang ada tidak akan mencukupi mengingat tribun di sisi utara dan barat sudah berhimpitan dengan bangunan lain serta jalan raya. Begitu pula dengan sisi selatan stadion yang dibatasi tembok bangunan gedung Komite Olahraga Nasional Indonesia. Dengan demikian, sebenarnya kini sudah saatnya Depok membangun stadion baru yang lebih memadai.
Sejak resmi ditetapkan sebagai kota setelah berpisah dari Kabupaten Bogor pada tahun 1999, Stadion Merpati itulah stadion “terbaik” yang dimiliki Pemerintah Kota Depok. Sulit dibayangkan stadion itu adalah yang terbaik milik Depok sebagai kota besar dengan penduduk yang mencapai 2 juta jiwa.
Sebenarnya ada beberapa stadion lain di Depok yang kondisinya terawat, seperti stadion Universitas Indonesia, stadion Kartika Kostrad Cilodong, serta stadion Mako Brimob Kelapa Dua. Namun berhubung ketiganya terletak di dalam komplek universitas, militer, dan kepolisian, lokasinya kurang memungkinkan untuk digunakan sebagai markas bagi klub yang berlaga di kompetisi resmi. Paling mentok, stadion tersebut hanya bisa digunakan untuk pertandingan uji coba seperti yang beberapa kali pernah digelar.
Ketersediaan sarana olahraga memang menjadi persoalan di Depok. Bukan hanya stadion, Depok juga tidak memiliki gelanggang olahraga atau GOR yang cukup memadai untuk dimanfaatkan sebagai tempat penyelengaraan pagelaran olahraga dengan skala besar.
Keadaan ini kontras dengan daerah-daerah lain di Jawa Barat khususnya daerah yang masih bertetangga dengan Depok. Tengok saja Bekasi dengan stadion Patriot dan Wibawa Mukti-nya atau Kabupaten Bogor dengan stadion Pakansari kebanggaannya. Pakansari bahkan sempat digunakan timnas Indonesia untuk menggelar pertandingan kandang di semifinal dan final Piala AFF 2016.
Jalan agar Depok memiliki stadion yang lebih baik sempat ada saat stadion Mahakam yang berlokasi di Sukmajaya mengalami renovasi pada tahun 2015. Meski tidak besar dari segi ukuran atau kapasitas, namun setidaknya Mahakam bisa lebih memadai ketimbang Merpati.
Saya masih ingat, saat masih duduk di bangku SMA, saya pernah menyaksikan pertandingan antarsekolah di sana. Saat itu, Mahakam baru memiliki satu tribun kecil yang terletak di sisi barat. Itu pun kondisinya tidak bisa dibilang bagus. Tampak kusam dengan catnya yang mengelupas di sana-sini. Lapangannya pun hanya berupa tanah berwarna kemerahan dengan sedikit rumput.
Pada renovasi pada tahun 2015 itulah Mahakam bersolek. Di sisi timur dibangun tribun baru. Tribun barat yang sudah ada dicat kembali dan tempat duduk penonton dipasangi keramik. Rumput baru tidak ketinggalan ditanam sehingga mengubah lapangan yang tadinya berwarna kemerahan menjadi hijau. Tempat parkir kendaraan pun dibuat di sisi selatan stadion.
Namun sayangnya, proyek renovasi itu justru menimbulkan masalah baru. Proses renovasi terhenti sebelum selesai. Perusahaan pelaksana proyek, PT Joglo Multi Ayu, tidak mampu melaksanakan tugasnya dengan sebagaimana mestinya. Apalagi kemudian diketahui bahwa PT Joglo Multi Ayu merupakan perusahaan kontraktor yang kerap bermasalah dan memiliki rekam jejak buruk dalam berbagai proyek yang pernah dikerjakannya.
Hingga saat ini, wujud Stadion Mahakam tetap tidak karuan. Sisa-sisa material bangunan berserakan di berbagai sudut. Tribun di sisi timur lebih mirip rumah hantu dengan atap yang baru terpasang setengahnya. Rumput lapangan pun tidak rata.
Alhasil, hingga kini renovasi Mahakam masih terhenti. Padahal, proyek ini memakan dana yang tidak sedikit. Seperti diwartakan Depoknews, dana yang digunakan adalah sebesar 9,4 miliar rupiah yang bersumber dari bantuan Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Menjelang Liga 2 bergulir, Persikad menggunakan Mahakam untuk menggelar latihan rutin serta pertandingan uji coba. Pilihan ini terpaksa diambil karena Merpati yang sedang direnovasi belum bisa digunakan kembali.
Desakan agar Depok memiliki stadion yang lebih baik sendiri bukannya tidak pernah ada. Sudah cukup lama seruan agar pemkot membangun stadion baru terlontar dari masyarakat, khususnya suporter Persikad, baik itu melalui dunia maya atau secara langsung. Contohnya ketika tahun 2014 lalu sekelompok suporter membawa spanduk bertuliskan “2015: Wali Kota Baru, Persikad Stadion Baru” saat menyaksikan Persikad berlaga.
Hingga saat ini, saya masih berbaik sangka bahwa wali kota Depok dan wakilnya yang menjabat sejak awal Februari 2016 lalu, Idris Abdul Shomad dan Pradi Supriatna, masih dan terus mengupayakan agar Depok bisa memiliki stadion yang memadai seperti daerah lainnya. Apalagi Pradi dalam berbagai kesempatan juga sudah beberapa kali mengutarakan janjinya untuk membangun stadion baru.
Satu hal yang perlu diingat, Pemkot Depok tidak akan membangun stadion semata-mata untuk kepentingan Persikad. Lebih dari itu, keberadaan stadion baru yang lebih memadai adalah langkah menuju peningkatan kualitas olahraga di Depok. Persikad hanyalah salah satu pihak yang dapat menggunakannya untuk mengembangkan gairah sepak bola di kota tercinta.
Semoga saja, penantian panjang Persikad akan rumah barunya bisa berakhir dengan manis.
Author: Aulli Reza Atmam
Penulis merupakan seorang pekerja media sekaligus warga Depok yang mendukung Persikad.