Punggungnya terlalu keras untuk sekadar menunduk, kupingnya terlalu tebal untuk mendengar semua hinaan, tangannya terlalu berat untuk bertepuk tangan mengakui kehebatan pemain selain dirinya sendiri dan matanya selalu memerah kala suporter lawan meneriakkan nama Lionel Messi.
“Your love makes me stong, your hate makes me unstoppable,” jawabnya 4 tahun yang lalu dalam sebuah wawancara eksklusif dengan harian Marca.
Saat itu para wartawan yang berbasis di Spanyol itu sangat penasaran bagaimana sikap seorang Cristiano Ronaldo di lapangan menyikapi para haters yang tak henti-henti menyerang, mencaci dan menghina dirinya.
Mimik wajah Ronaldo selalu terlihat emosional, tak sedikit pun dia terlihat grogi apalagi sampai ketakutan kala memasuki lapangan saat diserang fanss lawan. Pada dirinya selalu terpancar aura optimisme tinggi penuh keyakinan.
Berbagai gesture penuh arti selalu dipertontonkan Ronaldo. Baik kala dirinya bermain buruk, merespons siulan fanss lawan atau saat dirinya merayakan gol. Tak jarang gesture-gesture tersebut menjadi bahasan utama para pengamat dan penulis olah raga di pelbagai media.
Di luar lapangan, wajah tampan Cristiano Ronaldo juga kerap menghiasi halaman depan majalah-majalah infotaiment dunia. Pasalnya, berbagai produk iklan dan perusahaan bisnis kerap menunjuk dirinya sebagai brand ambasador. Itu sebabnya semua urusan pribadinya, baik soal keluarga, anak dan pacar menjadi buruan yang menarik bagi para pencari berita.
Semuanya terasa wajar, sebab sebagai seorang pesepak bola profesional, Ronaldo terlihat sempurna. Punya skill luar biasa, meraih berbagai gelar kolektif maupun individu, tampan dan kaya raya. Bahkan, beberapa waktu yang lalu dia mengklaim, siapa saja orang yang ingin menghiasi halaman depan sebuah pemberitaan, orang tersebut harus bicara tentang Cristiano Ronaldo. Ciri khas sejati seorang megalomaniak.
Siulan untuk Ronaldo
Pada hari Minggu, 5 Februari 2017 yang lalu, Ronaldo merayakan hari lahirnya yang ke-32 dengan suasana lebih tenang. Pasalnya, di hari yang sama dengan hari ulang tahunnya tersebut, laga tandang pekan ke-20 Real Madrid ke kandang Celta Vigo harus ditunda karena Stadion Balaidos yang harusnya menghelat laga itu rusak dihantam badai.
Otomatis dengan ditundanya laga melawan Celta, membuat Ronaldo bisa rehat sejenak dari huru-hara sepak bola, menikmati momen dan sedikit bersantai. Ronaldo pun tak harus pusing-pusing mendengar lagi siulan fanss Madrid (Madridista) yang mengejeknya dalam beberapa bulan terakhir.
Termasuk kala Real Madrid membantai 3-0 Real Sociedad di Santiago Bernabeu di akhir Januari 2017 yang lalu, siulan itu masih ada. Meski ia turut menyumbang gol kemenangan Real Madrid di laga tersebut.
Ronaldo tetaplah manusia biasa. Manusia yang bisa bersedih dan menangis kala orang-orang yang dicintainya kecewa dan mengejeknya. Tak pernah ia membalas dengan gesture tak menyenangkan apalagi sampai memojokkan Madridista.
Ronaldo selalu sadar bahwa dirinya bukan siapa-siapa tanpa fans. Ketegarannya, kesombongan dan gesture angkuhnya hanya selalu terlihat kala haters mengolok-olok permainan yang ia tampilkan dengan balasan gol demi gol.
Jika kita baca pada setiap linimasa pemberitaan selama ini, sejak Ronaldo berseragam Real Madrid tak jarang ia menangis kala orang yang dicintainya terluka. Itu terjadi kala mengingat ayahnya yang telah tiada, negaranya tersingkir dalam sebuah turnamen, klub yang dicintainya mengalami kegagalan meraih gelar dalam satu musim dan fans yang dicintainya merasa tak puas dengan apa yang ia tampilkan.
Apalagi dia sudah merasa memberikan yang terbaik, tentu bagi siapapun termasuk kita, ini tentu hal yang sangat menyakitkan. Kita sudah merasa maksimal namun tetap diperlakukan tidak adil. Dicemooh fans sesuka hati mereka, bukan marah namun lebih tepatnya, sedikit kecewa.
Tradisi sarkas Madridista
Sejak didatangkan Real Madrid dari Manchester United pada 2009 yang lalu, Ronaldo telah bermetamorfosis menjadi pencetak gol terbanyak sepanjang masa Real Madrid dengan 376 gol. Jauh melewati rekor gol Raul Gonzalez yang mempersembahkan 323 gol selama 24 tahun berbaju Real Madrid.
Selain itu, Ronaldo telah mempersembahkan 2 gelar Liga Champions, yaitu gelar ke-10 (la Decima tahun 2014) dan ke-11 (La UnDecima tahun 2016) untuk Real Madrid. Bersama Real Madrid ia telah memenangkan 3 Golden Shoes dan 3 Ballon d’Or pula.
Selanjutnya berbagai gelar bergengsi lainnya seperti Liga, Copa del Rey dan Piala Dunia Antarklub telah ia persembahkan untuk Real Madrid. Cristiano menunjukkan bahwa dirinya sangat pantas dihargai 94 juta euro dan memecahkan rekor transfer dunia kala dibeli Real Madrid 8 tahun lalu.
Namun, Madridista tetaplah Madridista. Fans yang selalu sulit dimengerti oleh siapapun di dunia ini. Siulan bernada mengejek oleh Madridista bukan pertama kali diarahkan pada dirinya. Ronaldo menjadi pemain kesekian yang mendapat siulan dari Madridista sejak Real Madrid di pimpin oleh Florentino Perez dan meraih Club Best Century XX (klub terbaik abad ke-20) pada 11 September 2000 yang lalu.
Ekspektasi Madridista terhadap para pemain Real Madrid selalu tinggi. Tidak hanya soal permainan di lapangan tapi juga soal fisik pemain yang dibeli Real Madrid harus memenuhi standard yang memiliki nilai jual yang tinggi pula.
Di tahun 2001, Roberto Carlos pernah mendapat siulan serupa dari Madridista karena fisiknya yang pendek dan kulitnya yang agak hitam. Pun dengan Claude Makalele yang di awal tahun 2003 mendapat perlakuan serupa juga karena bentuk fisiknya yang dianggap Madridista terlalu jelek.
Hingga akhirnya di akhir musim 2002-2003 Real Madrid menjual Makelele ke Chelsea dan menggantinya dengan membeli David Beckham dari Manchester United yang secara fisik lebih punya nilai jual secara bisnis.
Selanjutnya, kondisi serupa terjadi pada 5 Mei 2013. Saat itu Real Madrid berhasil mengalahkan Real Valladolid dengan skor 4-3 di Bernabeu, Jose Mourinho mendapat siulan pula dari Madridista karena mencadangkan Iker Casillas di bench pemain dan lebih memilih Diego Lopez yang dianggap Madridista bukan siapa-siapa. Padahal, baik Casillas dan Lopez merupakan kiper asli binaan Madrid. Madridista tak pernah peduli soal itu.
Lalu pada 30 Maret 2014, Real Madrid berhasil mengalahkan 5-0 Rayo Vallecano di Bernabeu. Ronaldo mendapatkan cemoohan dari Madridista karena permainan yang diperagakan Cristiano tidak menunjukan keseriusan dalam artian tidak maksimal. Ronaldo yang mencetak gol di pertandingan tersebut hanya bisa menunduk lesu menunjuk ruang ganti pemain.
Sampai akhirnya, pelatih Real Madrid saat itu, Carlo Ancelotti sedikit kebingungan dengan sikap Madridista tersebut dan berujar,“It’s not easy to understand why people whistle Cristiano, I sometimes understand the whistles because we deserve them but at this moment the players are making a big effort.”
Lebih lanjut, di lain kesempatan Ancelotti berujar, “Tidak mudah untuk memahami mengapa Madridista bersiul kepada Cristiano Ronaldo, saya menerima jika kami memang layak mendapatkannya, tetapi saat ini para pemain Real Madrid membuat hal-hal yang besar.”
Situasi seperti ini tentu tidak mudah dipahami oleh siapapun. Namun, menurut saya, hal ini mulai terjadi saat kebijakan Florentino Perez dengan konsep Los Galaticos diperkenalkan tahun 2000. Ekspektasi Madridista selalu lebih. Bagaimana tidak, sejak proyek Perez itu, harga tiket pertandingan Real Madrid mulai naik berkali-kali lipat. Kebijakan manajemen Madrid untuk melarang Ultrassur (kelompok supporter garis keras) juga turut mempengaruhi rasa hormat fans ke para pemain.
Tentu yang paling berpengaruh adalah klub hanya mengakui seseorang dengan sebutan Madridista. Jika orang tersebut sudah terdaftar di jaringan komunitas fans yang dibuat sendiri oleh klub (Carnet Madridista). Sayangnya, untuk menjadi anggota Carnet Madridista tidak berbiaya murah, seseorang harus mengeluarkan uang puluhan sampai ratusan euro jika ingin terdaftar di keanggotaan fans resmi tersebut.
Selebihnya jika seseorang tidak terdaftar sebagai bagian dari Carnet Madridista, Ia hanya akan dianggap sebagai pendukung Real Madrid saja bukan Madridista. Sebab “pendukung Real Madrid berbeda dengan Madridista”. Lebih lanjut, menurut data laporan keuangan yang dirilis Real Madrid selama ini, dana Carnet Madridista ini pulal yang menjadi salah satu sumbangan Madridista untuk membeli setiap pemain yang akan bergabung dengan Real Madrid, termasuk Cristiano Ronaldo itu sendiri.
Itu sebabnya seorang pemain yang bergabung dengan Real Madrid, secara otomatis dirinya terkapitalisasi oleh klub, fans hingga sponsor yang ekspektasinya selalu gila. Jika memang seperti ini, apa Madridista bisa bebas untuk berlaku sarkas pada para pemain Real Madrid karena merasa ikut ‘membeli’ mereka?
Author: Anwar Saragih (@anwargigi)
Penulis, Blogger dan Peminum Kopi.