Sepak bola Italia memang terkenal akan kekayaan taktiknya. Negeri Piza tersebut selalu menjadi kiblat bagi pecandu sepak bola yang gemar terhadap kompleksnya penerapan skema di lapangan. Meski permainan di sana sering disebut membosankan, namun salah rasanya apabila menyebut sepak bola Italia tidak berkualitas dalam hal taktikal.
Terbukti, hampir semua pelatih jago taktik saat ini berasal dari Italia. Sebut saja Antonio Conte yang dengan 3-4-3-nya berhasil memengaruhi banyak manajer sepak bola untuk meniru skema tiga beknya tersebut. Selain Conte, masih ada lagi nama-nama besar lainnya yang terkenal akan inovasi taktiknya, seperti Carlo Ancelotti dan Massimiliano Allegri.
Beberapa tahun belakangan, ada nama lain yang sedang naik daun. Ia adalah Maurizio Sarri, manajer dari klub Napoli. Menangani Il Partenopei sejak tahun 2015, Sarri banjir puja-puji dari banyak pihak atas penerapan taktiknya ke Napoli. Meskipun begitu, sejauh ini, Sarri belum memenangi trofi apapun bersama Napoli, hingga puja-puji itu tampak sia-sia. Oleh karena itu, di akhir musim ini, manajer berusia 58 tahun itu harus membuktikan diri bahwa ia juga bisa membentuk tim juara.
Sebelumnya, ada baiknya kita mengenal Sarri lebih lanjut. Pria asli kelahiran Naples ini sebelumnya sudah tenar namanya ketika berhasil membawa tim semenjana, Empoli, promosi ke Serie A, dan berhasil bertahan di kasta tertinggi Liga Italia di musim 2014/2015. Namun, Sarri sebenarnya sudah berkutat di dunia manajerial sejak tahun 1990.
Terhitung hingga saat ini, Sarri sudah melatih sebanyak 18 klub! Jadi, dapat dikatakan ia sudah mengecap banyak asam garam. Meskipun begitu, Sarri ternyata memiliki latar belakang yang unik. Hingga tahun 1999, pelatih sepak bola hanyalah pekerjaan sampingannya mengingat ia juga bekerja sebagai banker. Sarri kemudian memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya di bank di tahun tersebut dan fokus penuh terhadap sepak bola.
Sejak membawa Empoli ke Serie A, kehebatan taktik Sarri sudah mulai disorot banyak orang. Napoli akhirnya merekrutnya setelah berhasil membawa Napoli bertahan, menggantikan Rafael Benitez. Di musim pertamanya bersama tim dari Selatan Italia ini, Sarri berhasil membawa klub kota kelahirannya menjadi runner-up Serie A.
Catatan terbaiknya di musim itu mungkin adalah membuat Gonzalo Higuain menjadi predator yang teramat tajam di depan gawang lawan. Di musim tersebut, Higuain berhasil mencetak 36 gol hanya di liga, menjadikannya sebagai pemain dengan gol terbanyak dalam satu musim di Serie A. Napoli memang mengalami penurunan secara posisi di musim kedua Sarri, turun ke peringkat ketiga di liga.
Namun, tim asal Naples ini berhasil lolos dari fase grup Liga Champions dan tersingkir di babak knock-out dari sang juara, Real Madrid. Tak hanya itu, Napoli juga berhasil masuk ke semifinal Coppa Italia dan juga takluk oleh sang juara, Juventus. Di musim 2016/2017 tersebut, Napoli menjadi pencetak gol terbanyak di Serie A, dan prestasi ini tak lepas dari kecerdikan Sarri mengubah posisi Dries Mertens, top skor klub, dari sayap kiri menjadi penyerang tengah.
Sarri dikenal dengan taktiknya yang berani dan ekspresif. Ia membiarkan pemainnya memiliki kebebasan untuk berkreasi di lapangan, dengan kecepatan yang menyengat ditambah presisi umpan yang ciamik. Build-up Napoli tidak pernah berpusat hanya pada satu orang pemain, namun dimulai tepat dari belakang, melalui operan pendek kaki ke kaki.
Sarri berhasil mengeluarkan kemampuan terbaik dari pemain-pemainnya, terutama Mertens, Lorenzo Insigne, Jorginho, Marek Hamsik, Faouzi Ghoulam, hingga Kalidou Koulibaly. Permainan Napoli saat ini dikatakan sebagai salah satu yang terbaik di dunia, meskipun skuatnya sendiri sebenarnya tidak bertabur banyak bintang seperti, katakanlah, Juventus.
Akibatnya, Sarri banjir pujian. Tak hanya dari pundit-pundit media sosial, namun juga dari pelakon langsung sepak bola. Koulibaly menyebut bahwa pelatihnya ini adalah seorang pemikir yang genius. Presiden sekaligus pemilik Napoli yang terkenal cukup sinting, Aurelio de Laurentiis, bahkan menyebut ia tak akan menukar Sarri dengan pelatih sekelas Pep Guardiola. Pujian tak hanya datang dari publik Napoli. Legenda AS Roma, Bruno Conti, menyebut Sarri telah melakukan pekerjaan yang luar biasa bersama Napoli.
Meskipun begitu, ada satu cela yang mengotori pekerjaan menawan dari pelatih yang juga perokok aktif ini. Selama 27 tahun karier kepelatihannya, ia belum pernah merebut satu trofi pun. Meskipun begitu, maklum rasanya bila mengingat sebelumnya Sarri hanya menangani tim-tim semenjana. Namun dengan materi yang ia miliki bersama Napoli, sudah sepatutnya ia mampu memenangi trofi, entah itu Coppa Italia atau bahkan Serie A.
Juventus memang terlampau superior dalam beberapa tahun belakangan, namun puja-puji bagi Sarri tampak berlebihan apabila ia tidak mampu membentuk timnya untuk tujuan utama dari sebuah klub sepak bola, menjuarai sesuatu.
Musim ini, Napoli memiliki peluang besar untuk juara Serie A setelah mengawali musim dengan bagus. Layak dinanti apakah Sarri berhasil mempertahankan form baik Napoli dengan konsisten hingga akhir musim. Apabila ia berhasil menggondol satu trofi di akhir musim nanti, layak rasanya menyebut Maurizio Sarri sebagai salah satu manajer terbaik di dunia saat ini.
Author: Ganesha Arif Lesmana (@ganesharif)
Penggemar sepak bola dan basket