Ketimbang Misbakhus Solikin, Oktafianus Fernando, atau bahkan Rendi Irwan yang mengisi sektor tengah Persebaya Surabaya, nama Muhammad Hidayat barangkali kurang begitu mentereng di telinga penikmat sepak bola nasional. Hal ini terbilang wajar karena sosok yang berusia 21 tahun ini memang baru melejit di ajang Torabika Soccer Championship U-21 silam bersama Pusamania Borneo FC.
Kepindahannya ke Persebaya jelang bergulirnya kompetisi Liga 2 musim 2017 pun banyak dipengaruhi oleh hadirnya sosok Iwan Setiawan di kursi pelatih Bajul Ijo pada saat itu. Posisi inti yang didapatkannya pada era kepelatihan Iwan pun ditengarai karena kedekatan yang terjalin di antara keduanya.
Akan tetapi, permainan yang kurang bagus di awal musim membuat sosok yang akrab disapa Dayat ini seringkali mendapat kritik dari Bonek, penggemar fanatik Persebaya. Tatkala Iwan lengser dari posisinya, Dayat pun ikut tergusur ke bangku cadangan.
Paham bila membenahi kemampuan adalah kewajiban yang mesti dilakukannya, Dayat pun terus menempa diri. Keadaan ini pun disadari oleh Angel Alfredo Vera, pelatih baru Persebaya yang menggantikan Iwan.
Pelatih berkewarganegaraan Argentina ini lantas menaruh kepercayaan terhadap Dayat untuk mengisi satu posisi di lini tengah Persebaya. Di saat Bajul Ijo memainkan formasi 4-2-3-1, Dayat ditempatkan sebagai salah satu dari poros ganda di depan pertahanan bersama Misbakhus.
Ketika Vera mengganti pola dasar permainan Bajul Ijo menjadi 4-3-3, Dayat tak kehilangan posisi. Dirinya menjadi opsi pertama mengisi sektor tengah bersama Misbakhus dan salah satu dari Rendi atau Muhammad Sidik Saimima.
Sebagai gelandang jangkar, peran utama yang dijalankan oleh Dayat adalah memutus alur serangan lawan sebelum tiba di kotak penalti Persebaya. Walau hanya berpostur 177 sentimeter, Dayat tidak ragu untuk beradu badan dengan para pemain lawan. Didukung dengan kemampuan membaca permainan, Dayat menjadi gelandang nomor 6 yang pas buat Persebaya.
Namun dalam perkembangannya, tugas Dayat tak sekadar menjadi gelandang bertahan klasik yang berfungsi menghentikan serangan lawan lewat intersep dan tekel-tekel yang krusial. Dirinya pun memiliki tanggung jawab untuk menjadi distributor bola dari lini pertama tatkala Persebaya menginisiasi serangan.
Di seluruh laga yang dimainkannya bareng Persebaya, Dayat seringkali diplot coach Vera untuk turun jauh ke bawah guna memulai serangan sekaligus mengatur tempo permainan. Mantapnya lagi, pemuda asli Bontang ini juga tidak kesulitan memerankan hal tersebut karena punya kualitas umpan yang baik dan pergerakan yang sangat mobile. Bahkan di sejumlah situasi, Dayat bak hibrida gelandang nomor 6 dan 8 karena bisa muncul di dekat kotak penalti lawan.
Ketika Persebaya memenangi laga perdana mereka di 16 besar Liga 2 Grup C melawan PSBS Biak dengan skor 5-0 kemarin (22/9), gol kedua Bajul Ijo yang dibukukan oleh Irfan Jaya terjadi berkat through pass ciamik yang dilepaskan Dayat.
Membawa bola di area tengah, dalam tempo sepersekian detik, Dayat mengirimkan umpan vertikal yang membelah pertahanan tim asuhan Franky Samai itu sehingga Irfan berdiri bebas di area halfspace kiri PSBS. Winger lincah asal Sulawesi Selatan itu pun dengan mudah merangsek ke kotak penalti sebelum akhirnya melepaskan tendangan yang berbuah gol.
Sedikit banyak, apa yang diperlihatkan Dayat membuat saya teringat dengan Andrea Pirlo dan Xavi Hernandez, dua gelandang top dunia yang memiliki kualitas umpan sangat brilian.
Seiring berjalannya waktu, keberadaan Dayat di dalam skuat Persebaya pun semakin terlihat penting. Kolaborasinya bersama gelandang-gelandang lain tampak begitu klop sehingga membuat permainan Persebaya semakin hidup dan berbahaya. Bila sanggup mempertahankan konsistensi performa seperti ini, bukan tidak mungkin di masa yang akan datang pemuda asli Bontang ini bakal mendapat kesempatan untuk membela tim nasional Indonesia.
#Wani
Author: Budi Windekind (@Windekind_Budi)
Interista gaek yang tak hanya menggemari sepak bola tapi juga american football, balap, basket hingga gulat profesional