Suara Pembaca

Mengenal Middlesex Wanderers, Klub Amatir Tukang Touring Asal Inggris

Dunia sepak bola tidak asing dengan aktivitas tur, dari mulai Piala Dunia hingga tarkam, atau fenomena klub yang menghabiskan waktu pramusimnya di benua lain. Namun, bagaimana jika aktivitas itu malah menjadi agenda utama alih-alih berkompetisi secara rutin? Yuk, kita simak kisah Middlesex Wanderers berikut ini.

James Higham dan Tom Hinch dalam Sport and Tourism: Globalization, Mobility, and Identity (2009: 47) menyatakan bahwa olahraga merupakan agen mobilitas.

Olahraga adalah salah satu alasan manusia melakukan perjalanan terlepas apapun tujuannya. Baik itu sekadar rekreasi ataupun kompetisi, secara individu atau tim, sebagai pemain, penonton ataupun ofisial kegiatan ini jamak di dunia sepak bola.

Lalu, sejak kapan sebenarnya fenomena aktivitas ini mulai berlangsung? Untuk dunia olahraga secara umum, aktivitas ini disebut-sebut sudah dilakukan sejak tahun 776 Sebelum Masehi pada penyelenggaraan Olimpiade pertama. Sementara untuk cabang sepak bola, beberapa literatur mencatat aktivitas tur mulai populer sejak akhir abad ke-19.

Sebagai beberapa contoh, Tony Mason dalam Classes, Cultures, & Politics (2011:126) menyebutkan tim sepak bola Universitas Cambridge bertanding di Kepulauan Channel pada 1886.

Ada juga sebuah tim bernama Clapton yang bertanding di Antwerp, Belgia, pada 1890. Tidak hanya dari Eropa, Chris Bolsmann dalam artikelnya di The International Journal of The History of Sport (2011, Volume 28:1, 81-97) menceritakan sebuah tim asal kota Bloemfontein, Afrika Selatan, yang menyambangi Eropa pada September 1899.

Namun, berbicara mengenai tur dalam dunia sepak bola, terdapat satu tim yang bisa dibilang paling terkenal karena aktivitas turnya. Alasannya, jika lazimnya tur dilakukan tim-tim sepak bola sebagai sebuah kegiatan sampingan, tim ini justru menjadikan tur sebagai agenda utama mereka. Tim tesebut adalah Middlesex Wanderers Association Football Club.

Cerita Middlesex Wanderers sendiri bermula pada 1891 ketika James Lancaster, seorang guru di sebuah sekolah di Richmond, Inggris, membentuk tim sepak bola bernama Old Boys Football Club sebagai wadah bagi dia dan para alumni sekolah tersebut dalam memainkan olahraga ini.

Pada momen libur Paskah tahun 1901, tim ini mendapatkan kesempatan untuk melakukan tur ke Perancis. Di sana, mereka menggelar dua pertandingan di kota Roubaix dan Calais. Setahun berikutnya, mereka kembali melakukan hal yang sama.

Berangkat dari pengalaman tur tersebut, dalam sebuah rapat di tahun 1905, salah dua anggota tim yang merupakan adik-kakak bernama Robert dan Horace Alaway mengusulkan ide untuk menjadikan tim ini sebagai tim yang hanya sekadar melakukan tur.

BACA JUGA: Mempertanyakan Tur Akhir Musim Klub Eropa, Demi Keuntungan Semata?

BACA JUGA: Tentang Bagaimana Menghormati Jatah Kuota Tiket di Awaydays

Dalam bukunya Football All Around The World (1948: 41), Robert menyatakan bahwa usulan tersebut merupakan bagian dari visi “misionaris” dalam usaha ikut serta menyebarkan sepak bola ke berbagai wilayah di dunia.

Usulan pun diterima, dan sejak saat itu tim ini resmi menjadikan tur sebagai agenda utama mereka sekaligus mengganti namanya menjadi Richmond Town Wanderers.

Pada 1909, Richmond Town melakukan tur ke Belanda. Di sana mereka mengalami kekalahan pertamanya dari tim Universitas Leiden dengan skor 3-0. Setahun berikutnya, mereka melawat ke Belgia dan bertanding melawan tim Racing Club de Grand. Lagi-lagi mereka mengalami kekalahan. Bahkan dengan skor yang jauh lebih telak, 9-1.

Rentetan kekalahan ini membut mereka memutuskan untuk memperluas jangkauan klub agar bisa merekrut lebih banyak pemain bagus. Maka pada 1912, mereka mengganti namanya menjadi Middlesex Wanderers yang bertahan hingga kini (Richmond sendiri merupakan sebuah distrik, sedangkan Middlesex adalah county).

Seperti disebutkan di atas, salah satu alasan dibentuknya Middlesex Wanderers sebagai klub tur adalah untuk menyebarkan sepak bola ke berbagai wilayah di dunia. Jepang mungkin bisa menjadi salah satu contoh bagaimana visi tersebut memang sukses dijalankan klub ini.

Pada 2003, lewat duta besarnya di Inggris, Jepang memberikan penghargaan kepada klub ini atas peran mereka dalam mengembangkan sepak bola di negara tersebut. Middlesex sendiri telah berkunjung ke Jepang sebanyak delapan kali sejak 1967.

Satu hal menarik lainnya dari aktifitas tur Middlesex Wanderers adalah fakta bahwa Indonesia merupakan salah satu destinasi favorit mereka. Middlesex telah berkunjung ke Indonesia sebanyak enam kali. Kunjungan pertama terjadi pada Juni 1967.

Ketika itu, tim ini melangsungkan dua kali pertandingan melawan tim nasional senior dan junior di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK). Dalam pertandingan pertama pada 11 Juni, tim nasional senior berhasil meraih kemenangan dengan skor 1-0. Sementara dua hari berselang, tim nasional junior dipaksa menyerah dengan skor 4-2.

Pada bulan Mei hingga Juni 1976, Middlesex Wanderers melangsungkan turnya yang kedua di Indonesia. Dalam tur kedua ini, mereka menggelar tujuh kali pertandingan dan berhasil menyapu bersih kemenangan. Daftar lawannya ketika itu yaitu tim nasional (dua kali, 2-0 & 2-1), Persib (3-0), PSIM (4-1), Persis (2-0), Persebaya (1-0), dan PSP Padang (5-0).

Sementara pada 1984, 1985, dan 1988, Middlesex Wanderers berkunjung ke Indonesia untuk ikut serta dalam kejuaraan Marah Halim Cup, sebuah turnamen yang cukup terkenal ketika itu yang bahkan diakui FIFA.

Pada 27 Mei 2002, Middlesex Wanderers melakukan kunjungannya yang terakhir ke Indonesia dan bertanding melawan tim nasional. Hasilnya, timnas menang dengan skor 4-1.

Secara total, seperti yang tercatat dalam situs resminya hingga 2017 lalu Middlesex Wanderers telah melakukan tur sebanyak 103 kali. Rinciannya, mereka telah berkunjung ke 44 negara dan memainkan 326 pertandingan. Jumlah yang sangat tidak bisa dibilang sedikit.

Penulis hanya membayangkan, betapa sungguh mengasyikannya bisa bermain bola sambil berkeliling dunia. Tertarik untuk membentuk klub serupa?

*Penulis merupakan alumni jurusan Sejarah Universitas Padjadjaran, dapat ditemui di akun Twitter @gifarramzani_