Sebagai pendukung Real Madrid, mungkin tidak pernah terlintas di pikiran bahwa tim sekelas ini di era pelatih Zinedine Zidane jilid kedua bisa tersingkir dari Copa del Rey melawan klub yang bermain di kasta bawah.
Hal yang memalukan itu benar-benar terjadi ketika Real Madrid secara mengejutkan dipermalukan oleh tim divisi 3 Liga Spanyol (Segunda B) Alcoyano dengan skor 2-1.
Lebih memalukan lagi, Alcoyano berhasil melakukan comeback dengan 10 orang pemain setelah di menit 110, Ramon Lopez diberikan kartu merah akibat melanggar Casemiro.
Kekalahan memalukan ini memperpanjang rekor Zidane yang belum pernah meraih satupun gelar Copa del Rey sejak melatih Los Blancos mulai Januari 2016.
Performa buruk dan tidak konsisten Madrid sepanjang musim ini, bisa dilihat ketika mereka bermain bagus dan menang kala melawan tim-tim besar, dengan mengalahkan Barcelona, Atletico Madrid, Sevilla, Inter Milan.
Namun hasilnya justru berbanding terbalik ketika menghadapi tim-tim medioker. Mereka kalah melawan Cadiz, Alaves ketika bermain di kandang sendiri, bahkan menghadapi Shakhtar Donetsk mereka menderita dua kekalahan baik di kandang maupun tandang.
Madrid sebagai klub yang dianggap mempunyai DNA Eropa, terseok-seok untuk bisa lolos ke fase knock-out sebagai juara grup Liga Champions.
Sejak dibukanya bursa transfer musim panas ini, tampaknya akan menjadi bencana lain untuk Madrid. Los Merengues tidak membeli satu pun pemain, hanya memanggil pulang Martin Odegaard dan Andrey Lunin.
Padahal dari daftar pemain yang dipertahankan dalam skuat 2019/2020, banyak pemain yang sebenarnya sudah jauh menurun performanya namun tetap dipertahankan.
Di posisi penjaga gawang, praktis Thibaut Courtois tidak tergantikan. Meskipun sempat blunder konyol melawan Alaves. Courtois konsisten bermain bagus dan sering menyelamatkan Madrid dari kekalahan dengan saves gemilangnya.
Kehadiran Andrey Lunin yang dipanggil dari Real Oviedo memang hanya diproyeksikan sebagai kiper pelapis. Apesnya ketika diberi kesempatan menjadi starter, langsung kebobolan dua gol dari Alcoyano.
Di posisi pemain belakang, ketergantungan pada sosok el capitan Sergio Ramos tidak lagi terbantahkan. Beberapa kali musim ini ketika Ramos tidak bermain karena cedera, koordinasi pertahanan sering kali amburadul dan mudah sekali dijebol oleh lawan.
Raphael Varane yang diharapkan menjadi suksesor Ramos mengalami penurunan performa dengan beberapa kali melakukan blunder. Eder Militao dan Nacho ketika diberi kesempatan gagal menunjukkan kontribusi yang positif.
Di sektor bek sayap, hanya Ferland Mendy yang bermain konsisten bagus di setiap match. Marcelo permainannya tak lagi sama ketika masa jayanya. Dani Carvajal meskipun selalu bermain bagus namun seringkali dibekap cedera.
Ketika Carvajal tidak bermain, malah Lucas Vazquez yang dijadikan bek sayap oleh Zizou.
Di posisi gelandang, Zidane masih saja mepertahankan trio MCK (Modric-Casemiro-Kroos) sebagai pengatur lini tengah.
Namun performa mereka tentu tidak lagi sama ketika berhasil mengantar Madrid hat-trick juara UCL.
Madrid masih mengandalkan Modric yang berusia 35 tahun sebagai jenderal lini tengah, meskipun di luar dugaan permainannya jauh meningkat dari musim lalu.
Ketika ketiga pemain ini tidak bermain maksimal, pemain lain seperti Isco, Fede Valverde, dan Martin Odegaard, belum bisa memberikan kontribusi yang maksimal.
Isco yang pada era pelatihan Zidane jilid pertama sering menjadi pilihan utama pada formasi 4-4-2 berlian, pada era Zidane jilid kedua ini tidak lagi diandalkan, dan lebih berkutat dengan masalah kegemukan.
Valverde yang musim lalu menjadi rising star, musim ini belum menunjukkan permainan yang konsisten.
Kemudian Odegaard yang musim lalu bermain apik bersama Real Sociedad malah dipinggirkan oleh Zidane, padahal kehadirannya diharapkan bisa menggantikan James Rodriguez yang dilego ke Everton.
Posisi penyerang menjadi persoalan utama karena minimnya gol yang dicetak oleh pemain depan Los Blancos, Ditambah ketergantungan pada Karim Benzema yang telah mencetak 13 gol di semua ajang.
Namun ketika Benzema tidak dalam form terbaiknya, pemain depan lain tidak bisa diandalkan.
Luka Jovic yang diharapkan menjadi pelapis yang sepadan musim ini gagal mencetak gol, sehingga ia dipulangkan ke Frankfurt.
Paling menyedihkan tentu melihat performa Eden Hazard yang dibeli mahal oleh Madrid sebagai pengganti Cristiano Ronaldo.
Hazard lebih sering berkutat dengan cedera ketimbang mencetak gol. Marco Asensio, Vinicius Junior, ataupun Rodrygo juga belum memberikan kontribusi yang bisa mengangkat Madrid.
Kekalahan atas Alcoyano menjadi puncak yang memperlihatkan bagaimana buruknya penampilan Madrid sejak awal musim ini.
Praktis peluang madrid untuk mendapatkan gelar hanya tersisa di LaLiga dan Liga Champions. Sebagai juara bertahan LaLiga musim lalu, performa Madrid bisa dibilang sangat inkonsisten sampai pertengahan musim ini.
Sejauh ini Madrid tertinggal 4 poin dari Atletico Madrid di puncak, bahkan bisa saja sang tetangga unggul 10 poin jika berhasil memaksimalkan 2 tabungan pertandingan yang mereka punya.
Peluang realistis bisa jadi ada di Liga Champions, dimulai dengan menghadapi Atalanta pada babak 16 besar.
Posisi Zinedine Zidane saat ini sudah di ujung tanduk pemecatan.
Dari segi permainan, sering kali tidak ada kreativitas untuk membongkar pertahanan lawan ketika menghadapi tim yang bermain bertahan dalam.
Pemain yang berkontribusi atas hat-trick UCL saat ini sudah kehilangan masa jayanya dan butuh segera regenerasi. Praktis saat ini sangat minim alternatif yang digunakan oleh Zidane.
Bukan tidak mungkin Zidane yang dikenal dengan pelatih bergelimang gelar, untuk kali pertama akan merasakan titik nadir pahitnya puasa gelar musim ini.
Jika Madrid puasa gelar, bisa jadi surat pemecatan sudah disiapkan oleh Florentino Perez kepada Zidane, tak peduli betrpa banyak gelar yang diberikan olehnya kepada publik Santiago Bernabeu.
BACA JUGA: Real Madrid yang Sedang Terjepit
*Penulis adalah Madridista yang terlatih dibuat deg-degan oleh taktik Zidane. Bisa disapa di akun twitter @hariskurnia_A