Asia

Imperium Bisnis Sepak Bola Bernama City Football Group

Baru-baru ini City Football Group (CFG) membeli saham mayoritas salah satu peserta India Super League, Mumbai City FC, dan resmi menjadikan The Islanders sebagai klub kedelapan yang berada di bawah naungan imperium bisnis sepak bola.

Kesepakatan ini juga membuat CFG menjadi sister club keempat bagi Manchester City di Asia, setelah Melbourne City (Australia), Yokohama Marinos FC (Jepang), dan Sichuan Jiuniu (Cina).

Konsorsium pimpinan Mansour bin Zayed yang berpusat di London, Inggris, tersebut dilaporkan menguasai 65 persen saham Mumbai City FC per November 2019 dan sisanya masih dipegang oleh pemilik lama klub, aktor Ranbir Kapoor dan akuntan Bimal Parekh.

Pengakuisisian Mumbai City oleh City Football Group menjadi salah satu yang terbesar di Asia, karena sebelumnya tak murni menguasai saham Yokohama dan Sichuan.

Yokohama Marinos masih dikuasai oleh Nissan dan CFG hanya membeli 20 persen sahamnya saja, sedangkan Sichuan dibeli bersama China Sports Capital yang juga menguasai 12 persen saham CFG.

Mumbai City FC kini tengah berjuang di posisi ketujuh India Super League 2019/2020. Amrinder Singh dan kawan-kawan baru sekali menang, dua kali seri dan dua kali kalah. Kabar baik datangnya sokongan dana CFG tentu akan membuat mereka bertekad menjuarai ISL untuk pertama kalinya dalam sejarah.

Menariknya, sejak didirikan pada 2014 lalu sudah banyak bintang top yang membela panji Mumbai City. Beberapa di antaranya seperti Nicolas Anelka, Florent Malouda, Diego Forlan, hingga legenda hidup sepak bola India, Sunil Chhetri.

BACA JUGA: Apa yang Dicari City Football Group di Cina?

Menurut chairman City Football Group, Khaldoon Al Mubarak, dibelinya Mumbai City FC secara tak langsung akan berdampak baik pada sepak bola India. Selain itu dilansir dari BBC, eks penggawa timnas Inggris yang kini menjadi pundit India Super League, Russell Oman, turut mengamini ide brilian CFG di anak benua Asia tersebut.

“Pamor India Super League sedang menanjak, pun dengan penampilan timnas India yang kini ditangani oleh Igor Stimac. India menjadi pasar yang besar karena jumlah penduduk yang fanatik akan sepak bola juga bertambah besar,” ucap Russell.

Ungkapan Russell ada benarnya, karena selain India pernah menjadi jajahan kerajaan Inggris, pencinta kulit bundar di India juga lebih familiar dengan sepak bola Inggris.

Lalu menurut hasil riset dari Brand Finance, tak hanya Liga Primer Inggris, tapi Divisi Championship juga menarik atensi sebesar 57 persen dari para penggemar di India. Dari 2.000 responden tercatat jumlah atensi terbesar dipegang Liga Primer Inggris dengan 79 persen dan LaLiga berdiri di bawah Championship dengan marjin 56 persen.

Sementara di level klub Manchester United jadi yang memiliki fans terbanyak di India dengan 21 persen, mengungguli duo LaLiga, Real Madrid dan Barcelona, yang mendapat 17 persen suara.

BACA JUGA: Liga Sepak Bola di India yang Terus Berkembang dari Waktu ke Waktu

Kredit: India Super League

 

Daya pikat imperium bisnis sepak bola

Di mata sebagian orang, sepak bola hanyalah sekadar olahraga, namun di mata City Football Group dan para “pemain besar lainnya” sepak bola adalah bisnis yang menggiurkan. Jika dibandingkan dengan imperium yang coba dibangun perusahaan minuman berenergi asal Austria, RedBull, kerajaan bisnis CFG lebih besar dan lebih menguntungkan.

Hingga kini RedBull hanya memiliki empat klub sepak bola yakni RedBull Salzburg (Austria), RB Leipzig (Jerman), New York RedBull (Amerika Serikat), serta RedBull Brasil. Klub yang disebut terakhir kini merger dengan C.A. Bragantino dan akan berganti nama menjadi RedBull Bragantino pada 2020 mendatang.

City Football Group dengan delapan klub yang tersebar di penjuru bumi bukan hanya menang kuantitas tetapi juga kualitas. Selain empat klub di Asia, CFG juga memiliki dua klub di benua Amerika.

Satu di utara diwakili New York City FC (Amerika Serikat) dan satu lagi di selatan yakni Club Atletico Torque (Uruguay). Itu belum ditambah Girona FC (Spanyol) dan sang induk semang, Manchester City (Inggris).

BACA JUGA: Peran Ganda Wayne Rooney di Derby County

City Football Group tahu cara memanfaatkan ceruk penggemar untuk menambah pundi-pundi mereka dan tak salah Asia dipilih sebagai “markas” utama, karena jumlah konsumen (baca: penggemar) potensial yang banyak. Lihat saja dari pemilihan Cina dan India sebagai salah satu anggota imperium bisnis CFG.

Bahkan saking menterengnya nama City Football Group, sempat ada beberapa klub yang ikut-ikutan menyatakan diri bergabung dengan imperium bisnis sepak bola terbesar di muka bumi saat ini.

Misalnya klub Ekuador, River Plate Ecuador, yang mengubah nama dan logo menjadi Guayaquil City, serta warna dasar kebesaran mereka menjadi biru muda dan putih seperti warna khas The Citizens sejak 2017 lalu.

Belum lagi beberapa waktu lalu Petaling Jaya City yang merupakan re-branding dari MISC-MIFA langsung menjadi bahan olok-olok di Malaysia, karena logo klub yang dinilai menjiplak logo anyar Manchester City. Padahal PJ City baru saja promosi ke Liga Super Malaysia musim ini.

Meski hingga kini hanya tiga tim yang mampu menghasilkan gelar di dalam lapangan, yakni Manchester City, Melbourne City dan Club Torque, tetap saja praktik bisnis ini terlihat mengerikan. Apakah ini tandanya si kaya kembali menjajah yang miskin seperti zaman hadirnya imperium-imperium Eropa dulu?

Ya siapa yang bisa menolak, karena sepak bola hari ini lebih dari sekadar olahraga, ‘kan?