Bagi sebagian publik sepak bola Jakarta, mendengar kabar Macan Kemayoran akan berlaga di Stadion Wibawa Mukti, Cikarang, bukanlah kabar yang terlalu enak di telinga. Sering kali, panasnya cuaca, jarak dari Jakarta yang cukup jauh, hingga anggapan kawasan industri yang penuh polusi, lebih dulu hadir di kepala.
Anggapan-anggapan itu tidak sepenuhnya salah. Harus diakui, wilayah yang berada di timur Jakarta ini memang sering kali terasa lebih panas dari wilayah lainnya. Belum lagi perjalanan menuju ke sana. Dengan transportasi umum, hanya KRL yang bisa diutamakan. Itu pun dengan catatan jarak dari stasiun terdekat dengan stadion masih cukup jauh.
Bila menggunakan bus atau kendaraan pribadi lainnya, dapat dipastikan butuh kesabaran lebih menembus kemacetan di jalan utama, maupun jalan bebas hambatan.
Begitu tiba, semua pasti merasakannya. Panas, juga debu-debu khas kawasan industri. Semakin dekat dengan stadion, beberapa panel atap yang terlepas dari tempatnya akan tampak.
Juga jalan dan lorong yang terbuat dari beton yang seolah dibiarkan begitu saja. Belum lagi tong-tong sampah dengan sampah yang menggunung seolah tidak mampu ditampung lagi.
BACA JUGA: Hubungan Marko Simic dan Bosman Rules
Ketika memasuki stadion, lorong gelap tidak terawat menyambut. Juga tribun dengan kursi-kursi berserakan. Bukan hanya kursi kotor, kursi rusak dibiarkan tergeletak. Entah siapa yang melakukannya, tapi jumlah kursi yang terlepas begitu banyak.
Sangat disayangkan memang Stadion Wibawa Mukti yang baru dibuka tahun 2014 silam seolah disia-siakan. Stadion dengan kapasitas 30.000 kusi yang semula dibangun untuk menjadi tuan rumah Porda Jabar XII tahun 2014 Bekasi dan tuan rumah PON XIX Jabar 2016 itu seperti terbengkalai.
Siapa sangka, dengan anggapan miring dan keadaannya, Stadion Wibawa Mukti adalah stadion yang ramah untuk Persija Jakarta. Klub ibu kota memang beberapa kali memilih stadion yang terletak di Jl. Science Boulevard, Sertajaya, Kec. Cikarang Timur, Bekasi, ini sebagai kandang ketika harus tergusur dari Jakarta.
Sejak tahun 2017 lalu, setidaknya sudah 7 pertandingan kandang digelar di sana. Dan faktanya, Persija Jakarta belum terkalahkan di Cikarang. Satu-satunya hasil minor adalah hasil imbang kala jumpa PS TIRA tahun lalu.
Di tahun 2017, Sriwijaya FC dikalahkan di partai usiran tanpa penonton. Di tahun berikutnya, Laskar Wong Kito kembali dikalahkan di pertandingan yang mungkin tidak akan dilupakan Jakmania. Sabtu, (24/11/2018) Macan Kemayoran wajib memenangi pertandingan pekan ke-23 Gojek Liga 1 2018. Ini adalah kesempatan mengambil posisi peringkat pertama untuk mendekatkan gelar juara.
Meski jauh, total 27.109 penonton hadir langsung membuat atmosfer begitu magis sore itu. Alasannya rata-rata senada, menjadi saksi Persija menjadi juara setelah puasa gelar cukup lama.
Di lapangan pertandingan tidak mudah. Kedua tim saling mengejar angka bahkan seolah pertandingan akan berakhir imbang 2-2. Gol Marko Simic di menit ke-2 dan Ramdani Lestaluhu di menit ke-32, selalu disamakan pemain Sriwijaya FC, Manuchekhr Dzhalilov dan Alan Henrique.
Sampai akhirnya keajaiban hadir di menit 90+1. Tandukan Maman Abdurrahman menjadi jawaban semua harapan. Bola seolah bergerak lambat merobek gawang lawan. Lekukannya, arah bolanya, masih pasti masih tergambar jelas di kepala Jakmania yang hadir langsung maupun menyaksikan lewat layar kaca.
Setelahnya tribun pecah. Bukan hanya dengan sorak bahagia, tapi juga air mata. Sesuatu yang magis, sesuatu yang seolah di luar logika, emosi yang bercampur-aduk pecah kala itu. Berkat gol tersebut, kemenangan diraih. Sekaligus mengambil klasemen teratas dan mendekatkan gelar juara.
Kenyamanan Stadion Wibawa Mukti kembali berlanjut tahun ini bagi Persija. Tiket final Piala Indonesia didapat di tempat yang sama. Juga catatan belum terkalahkan yang terus berlanjut. Bahkan dua pertandingan terakhir juga berakhir dramatis dengan kemenangan dan hujan gol yang terjadi.