Perempatan antara Jalan Mawar, Jalan Tanjung, dan Jalan Andong, Baciro, Yogyakarta, bisa disebut sebagai salah-satu titik sepak bola. Bukan hanya stadion megah, saksi bisu sejarah sepak bola Indonesia juga terdapat di sana.
Di sisi kanan antara Jalan Mawar dan Jalan Tanjung, bila kita datang dari selatan terdapat satu komplek dengan pagar tertutup mengelilinginya. Di dalamnya terdapat satu bangunan dengan lima pilar persegi menopang atap berbentuk segitiga. Panel kaca menjadi dinding di bagian depan gedung yang seolah lesu termakan usia.
Warna putih gading dan biru pastel dengan debu di sana-sini juga cat yang mengelupas dan pudar di beberapa sisi menggambarkan beratnya bertahan di usia senja. Pun dengan kolam bundar dengan air mancur dan ornamen bola di bagian tengah yang tidak berisi air kini, menambah wajah muram dia yang ditelantarkan di usia yang tidak muda lagi.
Bangunan tua itu kini dikenal Wisma PSSI Ir. Soeratin Sosrosoegondo di Komplek Monumen PSSI. Semula bernama Gedung Handeprojo (Soceiteit Handeprojo) dan merupakan saksi bisu terbentuknya federasi sepak bola tertinggi di Indonesia.
Baca juga: Persikup Kulon Progo dan Upaya untuk Bangkit
Berawal dari penolakan terhadap NIVB (Nederlansche Indische Voetbal Bond) atau federasi sepak bola bentukan Hindia Belanda, diprakarsai semangat tujuh bond pribumi, lahirlah PSSI (Persatuan Sepakraga Seluruh Indonesia) pada 19 April 1930 di gedung ini.
Ir. Soeratin Sosrosogoendo yang merupakan salah seorang inisiator, akhirnya diangkat sebagai ketua pertama. Dengan semua jasanya, namanya disematkan menjadi nama bangunan tua itu kini, Wisma PSSI Ir. Soeratin Sosrosoegondo.
Masih di komplek yang sama, tepat di sebelah Wisma PSSI juga terdapat Wisma PSIM Yogyakarta. Klub dengan julukan Warisane Simbah dengan sejarah panjang dan merupakan satu dari tujuh klub pendiri PSSI. Di sanalah pusat administrasi klub serta mes pemain, juga pusat menjualan merchandise klub.
Berjalan ke arah selatan, penjaja makanan berbaris sepanjang Jalan Andong. Mulai dari nasi kucing, pecel dan soto seharga Rp 8.000, hingga nasi kuning serta makanan lain menjadi pilihan mereka yang datang.
Tapi di baliknya, dibatasi pagar berwana hijau dengan ketinggian kurang-lebih 3 meter, terdapat stadion megah. Stadion yang baru saja menyelesaikan renovasi. Stadion yang merupakan kandang Laskar Mataram.
Menelan anggaran mencapai Rp 174,4 miliar, wajah baru Stadion Mandala Krida diresmikan Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengkubuwono X, 10 Januari lalu. Pemasangan atap hingga pembenahan rumput stadion dilakukan.
Tribun tingkat beratap di sisi barat dan timur dengan warna biru dan merah menjadi warna utama, lintasan lari berwarna biru dan kuning, rumput kelas satu, juga fasilitas difabel yang memadai membuat stadion begitu indah diisi dalam.
Kemudian dari sisi luar, warna putih dengan hiasan batu alam serta lekukan atap membuat stadion terkesan megah. Selain itu di sekitarnya juga terdapat fasilitas olah raga lain. Di antaranya venue panjat tebing, bola voli pasir, bola basket outdoor, sepatu roda, bahkan sirkuit balap motor.
Untuk Stadion Mandala Krida sendiri meski sudah terlihat begitu megah, namun ternyata belum sepenuhnya rampung. Masih ada penerangan yang masih akan menerima perbaikan. Juga pemasangan single seat diseluruh tribunnya.