Cerita

Djet Donald La’ala: Si Kuat yang Selalu Antiklimaks

Apakah kalian ingat dengan klub PKT Bontang atau tim kuda hitam bernama Persmin Minahasa di Liga Indonesia 2006? Di klub tersebut, pernah ada salah satu bek yang menjadi kunci kekuatan kedua tim bernama Djet Donald La’ala.

Bek yang juga pernah menjadi kapten PSM Makassar dan membela Persija Jakarta ini sempat menjadi pilar lini belakang timnas Indonesia di Piala Asia 2000 dan Piala Tiger 2000. Namun sangat disayangkan, tak ada satupun yang berbuah trofi.

Di Piala Asia, pria kelahiran 13 Desember 1971 ini bermain dua kali, yakni saat menahan imbang Kuwait dengan skor kacamata dan kalah empat gol tanpa balas dari Cina. Indonesia pun gagal melaju ke babak selanjutnya setelah kalah 0-3 di laga terakhir kontra Korea Selatan.

Di final Piala Tiger 2000 lebih pedih lagi. Indonesia kalah 1-4 kontra Thailand dan Djet diberi kartu merah di babak kedua pada pertandingan yang menobatkan Kiatisuk Senamuang sebagai pemain terbaik itu.

Baca juga: Timnas Indonesia Piala Tiger 2004: Orisinalitas Terakhir Skuat Garuda

Dari Kalimantan, ke Jawa dan kembali ke Sulawesi

Djet lahir di Binggai, sebuah kabupaten yang terletak paling ujung di Sulawesi Tenggara. Kampung halaman Djet sebenarnya memiliki banyak tunas pesepak bola andal, tetapi karena ketiadaan SSB yang berkualitas, akhirnya banyak dari mereka yang merantau ke luar kota bahkan luar pulau untuk mengasah kemampuannya.

Djet kecil kemudian bergabung dengan Persipal Palu sebelum diangkut oleh PKT Bontang, klub yang berhasil meroketkan namanya sebagai bek tengah tangguh. Program pelatihan PKT terkenal dengan nama Diklat Mandau, yang melahirkan nama-nama besar seperti Bima Sakti, Ponaryo Astaman, dan Fachri Husaini.

PKT di masa jayanya juga sempat menjadi persinggahan Emile Mbamba, Aris Budi Prasetyo, dan Marten Tao sebelum pindah ke klub yang lebih besar.

Bersama PKT, Djet tampil di final Liga Indonesia VI musim 1999/2000. Akan tetapi, dewi fortuna belum berpihak di kubu Djet karena timnya kalah 3-2 dari PSM Makassar. Tim arahan Syamsuddin Umar unggul tiga bola lebih dulu lewat Rachman Usman dan sepasang gol Kurniawan Dwi Julianto, sedangkan PKT hanya mampu membalas lewat Aris Budi Prasetyo dan penalti Fachri Husaini di 10 menit jelang bubaran.

Baca juga: Kurniawan Dwi Yulianto: Si Kurus yang Heroik di Dalam dan Luar Lapangan

Musim berikutnya, Djet diboyong PSM dan dipercaya sebagai kapten tim. Ia sempat berpeluang membawa Juku Eja ke final Liga Indonesia VIII tahun 2002, tapi di semi-final kalah dari Persita Tangerang yang kemudian keluar sebagai runner-up setelah kalah dari Petrokimia Putra Gresik di partai puncak. Djet sendiri baru dimasukkan di babak kedua pada pertandingan yang diwarnai gol Olinga Atangana dan Ilham Jayakesuma itu.

Ketika hijrah ke Persija Jakarta, Djet menjelma jadi bek andalan Macan Kemayoran. Berkat performa apiknya, ia terpilih dalam nominasi pemain timnas untuk dibawa ke kualifikasi Piala Dunia 2006. Padahal, saat itu usianya sudah menginjak 33 tahun.

Akan tetapi di kemudian hari, bersama Mukti Ali Raja, mereka dicoret Ivan Kolev karena memilih tidur di mes Persija, bukan bersama seluruh pemain timnas. Isnan Ali juga menjadi korban pencoretan karena tidur dengan istrinya di kamar lain, serta Kurniawan Dwi Julianto dan I Putu Gede yang dipulangkan lantaran kembali ke kamar hotel di atas pukul 23.00

Setelah merantau di ibu kota, Djet kemudian singgah di Sulawesi Utara, memperkuat Persmin Minahasa dan membawa Manguni Makasiouw tampil di babak 8 besar Liga Indonesia 2006. Sebuah pertandingan seru tersaji kala Persmin bermain imbang 2-2 dengan sesama tim kuda hitam, Persekabpas Pasuruan.

Baca juga: Persekabpas-Persmin 2006: Duel Kuda Hitam Terbaik

Persmin unggul dua gol lebih dulu lewat Eugene Gray di menit ke-4 dan Daniel Campos, 15 menit berselang. Di laga itu. Djet yang sudah berusia 35 tahun menunjukkan pengalamannya. Dengan tenang ia mematikan pergerakan Zah Rahan dan Siswanto, dua pemain kunci Laskar Sakera saat itu.

Akan tetapi. ketika kemenangan 2-0 sudah di depan mata, Persekabpas justru berhasil menyamakan kedudukan di menit-menit akhir, lewat sontekan Zah Rahan dan sundulan Ahmad Junaidi. Pertandingan itu merupakan salah satu yang terbaik dalam sejarah sepak bola nasional.

13 tahun lamanya, Djet Donald La’ala malang melintang di Liga Indonesia, dari Persipal Palu hingga Persma Manado, pelabuhan terakhirnya. Meski berulang kali gagal di fase gugur, nama Djet tetap wajib diingat sebagai salah satu palang pintu tertangguh yang pernah dilahirkan Indonesia.