Pesepak bola juga manusia, semua hal baik dan buruk dapat terjadi di dalam hidup mereka. Termasuk salah satunya menjadi korban penculikan. Siapa sangka bahwa ini bisa terjadi pada bintang dunia sekelas Johan Cruyff dan Alfredo Di Stéfano . Lantas cerita apa yang tersembunyi di baliknya?
Dua bintang dunia beda zaman ini punya kisah pilu yang dapat menimpa siapa saja. Cruyff yang absen membela Belanda di Piala Dunia 1978 baru membuka tabir di balik alasan absennya, 30 tahun setelahnya. Sementara Di Stefano menjadi korban penculikan ketika mengujungi Venezuela bersama Real Madrid pada 1963.
Cruyff sekeluarga diculik sebelum Piala Dunia 1978
Pada 2008 lalu publik dikejutkan dengan berita yang keluar dari pengakuan eks legenda Ajax Amsterdam dan Barcelona, Johan Cruyff, perihal absennya sang bintang dunia di Piala Dunia 1978 di Argentina, karena menjadi korban penculikan.
Banyak spekulasi yang menggeliat ke permukaan, mulai dari polemik dengan KNVB dan sponsor, hingga diduga menjadi buronan junta militer Argentina yang saat itu tengah mengalami krisis politik. Belanda memang mampu melaju ke final, tapi dikalahkan tuan rumah dengan skor 3-1 dan tak banyak yang menyalahkan absennya Cruyff menjadi biang kekalahan.
Dilansir dari Guardian, Cruyff membuka suara bahwa dirinya beserta keluarga menjadi korban penculikan beberapa waktu sebelum turnamen tersebut digelar. Penculik tersebut menyelinap ke kediaman Cruyff di Barcelona, mengikatnya dan anggota keluarganya. Para penculik pun tak segan untuk menondongkan pistol pada sanderanya.
Momen itu menjadi titik balik bagi Cruyff, satu-satunya cara untuk menenangkan dirinya adalah berjaga-jaga bersama keluarganya dan tak ikut ambil bagian di Piala Dunia. Dalam sebuah wawancara bersama radio lokal Katalunya, Cruyff bahkan menyebutkan betapa ia dan keluarganya cukup menderita selepas kejadian tersebut.
“Saya punya banyak masalah menjelang akhir karier saya di sini (di Barcelona) namun betapa mengejutkan menemukan situasi pelik saat segerombol orang mengikat saya dan istri di depan anak-anak kami di flat kami di sini.”
Ia juga bercerita bagaimana anak-anaknya harus ke sekolah bersama polisi dan polisi pun harus tidur di rumah Cruyff dalam 3-4 bulan terakhir untuk menjaga agar kejadian tersebut tak terulang.
Bukan hanya Cruyff, bintang Blaugrana yang menjadi korban penculikan. Pada 1981 penyerang asal Spanyol, Quini, juga diculik untuk dimintai tebusan, namun polisi berhasil membongkar kasus tersebut sebulan setelahnya.
Kembali ke Amerika Latin, Di Stefano menjadi buron
Kasus penculikan untuk mencari tebusan atau terkait situasi politik memang terjadi dalam 40 tahun terakhir. Alfredo Di Stéfano yang pernah bermain untuk timnas Argentina, Kolombia, dan Spanyol ini menjadi korban penculikan karena situasi panas panggung politik di Amerika Latin.
Di tahun 1963 Real Madrid mengikuti Pequeña Copa del Mundo atau Small Club World Cup di Caracas, Venezuela. Kompetisi yang berlangsung sejak 1957 itu mempertemukan delapan tim, empat dari Amerika Latin dan lainnya Eropa. Turnamen tersebut agak mirip dengan turnamen pra-musim seperti International Champions Cup atau bahkan dapat dibilang cikal bakalnya Piala Dunia Antarklub.
Di Stéfano absen pada laga pertama Real Madrid yang harus takluk dari wakil Brasil, São Paulo. Sang bintang dunia merasa tak enak badan dan merasakan demam tinggi. Sementara teman-temannya menikmati kehidupan malam Caracas, ia menghabiskan malam di hotel. Lalu tiba-tiba kamarnya diketuk segerombol orang sekitar pukul 6 pagi, mereka berdalih dari kepolisian anti-narkotika.
“Jangan khawatir ini hanya lima menit,” kata Di Stéfano menirukan sang ‘polisi’ sebagaimana dilansir These Football Times. Di Stéfano yang masih mengenakan piyama pun diborgol dan masuk ke mobil yang sudah diparkir di luar hotel.
Namun ternyata sang bintang dunia diculik oleh FALN, kelompok militan sayap kiri yang beragitasi dengan kepemimpinan otoriter Rómulo Betancourt, penguasa Venezuela saat itu. “Kami tidak akan menyakitimu, kami hanya ingin media mengalihkan perhatiannya pada kami (FALN).”
Di saat yang sama manajer tur Real Madrid, Damián Gaudeka, juga dijanjikan hal yang sama lewat nomor yang ditinggalkan para penculik di hotel.
Baca juga: Alfredo Di Stefano yang Abadi di Valdebebas
Sampai akhirnya ia bertemu dalang di balik penculikannya, Máximo Canales alias Paul del Río Canales yang ternyata ingin menghentikan kapitalisasi minyak bumi di negara mereka dengan meneror sang presiden.
“Kami punya 500 orang atau lebih di kepolisian, jangan khawatir. Saya bahkan akan menawari anda paella jika mau,” katanya sembari menenangkan pengoleksi 216 gol bersama Real Madrid tersebut.
Berita kabar diculiknya Di Stéfano menyebar ke seantero bumi, tapi tiga hari kemudian dia dilepaskan oleh FALN. Mereka bahkan mengantar sang bintang sampai ke dekat Kedutaan Spanyol di Caracas. Di Stéfano pun sempat berpamitan pada para penculiknya.
Uniknya pada 2005 dalam sebuah kesempatan gala premier film dokumenter klub berjudul Real: The Movie, keduanya kembali bertemu. Presiden Real Madrid, Florentino Pérez, menjadi orang yang mempertemukan keduanya untuk merayakan seabad kejayaan klub dengan cara yang cukup unik yakni menerima sisi gelap setiap cerita yang dialami para pemainnya.