Suara Pembaca

Tentang adidas dan PUMA, Rivalitas Dassler Bersaudara

Anda mungkin tidak asing dengan nama-nama berikut ini: Lionel Messi, David Beckham, Zinedine Zidane dan Xavi Hernandez, sampai salah satu pesepak bola termahal di kolong langit ini, Paul Pogba. Ya, mereka adalah sederet pesepak bola kelas dunia yang disponsori oleh jenama adidas.

Atau anda bisa sebut pula Sergio Aguero, Marco Reus, Gianluigi Buffon, sampai Si Bengal Mario Balotelli adalah nama-nama beken yang mewakili jenama PUMA. adidas dan PUMA bisa dibilang adalah dua jenama produk olahraga besar di dunia saat ini di luar Nike.

Sejarah pendirian

Uniknya bila kita tarik sejarah jauh ke belakang tepatnya tahun 1920-an pasca-Perang Dunia pertama, pendiri adidas dan PUMA adalah dua saudara kandung, yang besar di sebuah kota kecil bernama Herzogenaurach, Bavaria, Jerman. Tersebutlah Rudolf (biasa dipanggil Rudi) dan Adolf (biasa dipanggil Adi) Dassler.

Lahir dari seorang ayah bernama Christoph Dassler, yang bekerja di pabrik pembuatan sepatu Zehlein Bersaudara yang memproduksi tugal (paku di bawah sepatu) untuk sepatu khusus atlet lari. Sementara sang ibu menjadi seorang binatu di rumah. Di ruang cuci milik ibunya, Adi menggunakan sedikit material yang tersedia di rumahnya saat itu untuk membuat sepatu.

Seiring berjalannya waktu Adi semakin matang dalam membuat sepatu, kemudian Adi mendirikan Gebruder Dassler Schuhfabrik (Pabrik Sepatu Dassler Bersaudara). Pada tanggal 1 Juli 1924 sang kakak, Rudolf Dassler bergabung dalam perusahaan milik Adi.

Sepatu olahraga hasil besutan dua kakak beradik Rudolf dan Adolf Dassler ini dengan cepat menjadi bagian penting dalam dunia olahraga Eropa. Adapun pada Olimpiade 1928 di Amsterdam, perusahaan Dassler go international dengan mensponsori banyak atlet.

Selama kurun waktu 1930-an Dassler bersaudara mengembangkan jenis sepatu lainnya seperti sepatu golf, tenis, sampai sepatu seluncur es. Pada Olimpiade Berlin 1936, Dassler bersaudara mensponsori seorang pelari cepat sekaligus legenda Olimpiade keturunan Afrika-Amerika, Jessie Owens, yang saat itu berhasil membawa pulang empat medali emas. Prestasi yang dituai Jessie Owens tersebut berbanding lurus dengan kenaikkan popularitas sepatu keluaran Dassler bersaudara.

Baca juga: Maaf Nike, Tapi Musim Ini Milik Adidas

Awal perpecahan

Perpecahan dalam perusahaan Dassler Bersaudara bermula dengan semakin besarnya pengaruh Nazi di negara dengan ibu kota Berlin tersebut. Sebagai sebuah merk dagang yang cukup sukses, perusahaan Dassler pun menjadi salah satu alat propaganda Nazi saat itu.

Dassler bersaudara turut bergabung dalam partai Nazi (fakta ini berusaha ditutupi oleh adidas dan PUMA). Rudi Dassler sebagai pendiri PUMA tercatat sebagai seorang sosialis nasionalis cukup taat ketimbang sang adik.

Rudi mandaftar wajib militer, sedangkan adiknya tetap tinggal guna memproduksi sepatu boot untuk Wehrmacht (Unit Satuan Pasukan Bersenjata Jerman). Rudi tertangkap pasukan Amerika dan dicurigai sebagai anggota SS (Schutzstaffel atau Skuadron/Pasukan Pertahanan).

Rudi menuduh saudaranya, Adi, yang membocorkan informasi dan melaporkan Rudi kepada pasukan sekutu. Konon ada pula yang menyebutkan bahwa keretakan hubungan mereka disebabkan Rudi berselingkuh dengan istri Adi, Kathe.

Baca juga: Rivalitas Itu Bermula di Herzogenaurach

Di tahun 1947 merupakan tonggak awal dari sejarah adidas maupun PUMA. Rudi secara resmi meninggalkan perusahaan Dassler Bersaudara lalu mendirikan perusahaan sepatu independen miliknya. Ia menggunakan merk dagang Ruda (Rudolph Dassler), tetapi karena terdengar kurang enak di telinga kemudian menggantinya menjadi Puma.

Kemudian pada 18 Agustus 1949, Adi mendaftarkan nama perusahaan dan merk dagang miliknya yaitu adidas. Sejak saat itulah, Adi mengembangkan produk dengan logo tiga garis yang menjadi ikon adidas hingga saat ini.

Kerja sama antara AC Milan dan adidas

“Tembok Kota”

Kota Herzogenaurach, mengibaratkan pertikaian antara dua bersaudara Dassler sebagai Tembok Berlin. Ada kalanya perpecahan antara Rudi dan Adi menular pada penduduk kota. Pegawai adidas dan pegawai PUMA akan pergi ke restoran, pasar, bahkan bar yang berbeda untuk berbelanja.

Dalam hal yang lebih bersifat substansial, agama, dan politik, adidas dan PUMA seolah memiliki garis pemisah yang tegas. Puma terlihat sebagai perusahaan dengan haluan politik konservatif dengan banyak pegawainya penganut Katolik, berseberangan dengan adidas yang berhaluan protestan dan sosial demokratik.

Hingga bertahun-tahun rivalitas dua saudara tersebut selalu diibaratkan sebagai “Tembok Berlin” yang membelah Jerman menjadi Barat dan Timur, Kapitalis dan sosialis, bahkan hingga mereka meninggal dunia.

Dari pertikaian itu pula yang mendorong kedua perusahaan berkembang secara pesat, melakukan inovasi untuk pembaruan. Setiap kali adidas melakukan terobosan signifikan, maka secara naluriah PUMA akan membuntutinya, demikian pula sebaliknya.

Baca juga: Perlawanan PUMA Lewat Peluncuran Terbesar di Dunia

Kala itu pagelaran akbar Piala Dunia 1954 di Swiss berlangsung, keberuntungan seolah sedang berpihak kepada sang adik. Ya, Rudolf bertikai dengan pelatih Jerman Barat kala itu, Josef Herberger, dan konflik tersebut dijadikan kesempatan oleh Adi untuk memasok kaus dan peralatan olahraga berlogo tiga garis untuk timnas Jerman Barat.

Tanpa disangka timnas Jerman Barat berhasil sampai ke partai puncak dan bersua dengan Hongaria yang kala itu disebut sebagai tim tersukses dengan menjuarai Olimpiade dua tahun sebelumnya. Tim dengan julukan The Magycal Magyars bermaterikan trio Ferenc Puskas, Sandor Kocsis, dan Nandor Hidegkuti ini seolah menjadi momok menakutkan bagi lawan-lawannya. Brasil dan Inggris pernah merasakan bagaimana dihempaskan Hungaria.

Pada babak penyisihan grup Hungaria membantai Jerman Barat terlebih dahulu dengan skor 8-3, dan uniknya partai final kembali mempertemukan keduanya. Pertandingan baru memasuki 10 menit pertama, Puskas dkk. sudah unggul dua gol tanpa balas, tetapi memasuki interval 10 menit selanjutnya pasukan yang dijuluki Der Panzer ini berhasil membalas lewat gol Max Morlock dan mesin gol mereka, Helmuth Rahn.

Baca juga: 17 November: Ketika Ferenc Puskás Berpulang

Saat jeda pertandingan di mana hujan mulai membasahi rumput stadion, di sinilah konon adidas melakukan eksperimen berani. Para pemain Jerman Barat diinstruksikan menggunakan sepatu dengan alas menyerupai paku di bawahnya yang difungsikan guna meredam licinnya permukaan rumput.

Hasilnya sungguh di luar dugaan Jerman Barat berhasil membalikkan keadaan menjadi 3-2 lagi-lagi lewat Helmut Rahn. Hingga sang pengadil lapangan meniupkan peluit akhir pertandingan kedudukan tidak berubah, yang kemudian pertandingan ini dikenang dengan sebutan Miracle of Bern.

Kembali ke persaingan Dassler Bersaudara, sejak saat itu Adolf mendapatkan tawaran dari berbagai belahan dunia untuk menjual sepatu adidas di negara mereka. Perusahaan milik Adolf pun mendunia. Butuh belasan tahun bagi Rudolf dengan PUMA-nya untuk menyamai kesuksesan saudaranya di level Internasional.

Baik adidas maupun PUMA sendiri kini telah menjadi merk ternama di dunia, tapi perselisihan antara keduanya baru “diselesaikan” pada 2009, yaitu melalui satu pertandingan sepak bola. Para pegawai adidas dan PUMA berlaga dalam pertandingan persahabatan yang menandai “perang dingin” antara dua saudara tersebut.