Sekretaris Jenderal PSSI, Ratu Tisha Destria, memberikan komentar kecil saat ditanya mengenai Liga Wanita yang direncanakan akan kembali bergulir di 2019. Ditemui usai konferensi pers di Hotel Sultan, Jakarta, Jumat (4/1) kemarin, PSSI ajak sejumlah klub untuk kembali menggelar liga sepak bola putri.
“Kita akan mengajak minimal enam klub untuk bersama-sama kita (PSSI) membentuk Liga 1 Wanita. Hal ini akan disampaikan dan disahkan di dalam Kongres sebagai salah satu program PSSI di 2019,” ucap perempuan yang pernah menjadi Direktur Kompetisi dan Operasional di Torabika Soccer Championship (TSC) 2016 lalu itu.
Tisha sendiri mengatakan bahwa PSSI akan bertemu dengan para anggota, yakni klub-klub yang bernaung di bawah PSSI di bulan Februari untuk menanyakan kesiapan mereka ikut serta dalam program ini. Namun lebih lanjut wanita berkacamata ini belum bisa memberitahu siapa calon klub peserta Liga 1 Wanita 2019.
Urgensi soal kompetisi sepak bola putri ini memang diperlukan, pasalnya timnas perempuan Indonesia tengah dalam persiapan jelang kualifikasi babak kedua Olimpiade 2020 Tokyo, April mendatang.
Tisha sendiri memuji kemampuan para pemain timnas yang secara mengejutkan bisa lolos di kualifikasi babak pertama November lalu. “Target kita di Kongres 2018 kemarin dari pertandingan ke pertandingan yang penting menunjukkan progress, tapi alhamdulillah dikasih lolos.”
Tak ada kompetisi rutin sejak reformasi
Sepak bola putri mengalami nasib buruk setelah reformasi. Federasi tak lagi menggelar kompetisi rutin sejak Liga Utama Wanita (Galanita) eksis berpuluh-puluh tahun lalu dan meredup memasuki milenium baru.
Satu-satunya kompetisi sepak bola putri yang diinisiasi oleh PSSI adalah Piala Pertiwi, itupun tidak rutin dilaksanakan apalagi di level nasional. Sementara bak ‘hidup segan, mati tak mau’ tim dan kompetisi di daerah terkadang digelar untuk sekadar menghabiskan anggaran dan lain sebagainya.
Piala Pertiwi terakhir digelar 2017, dengan maksud dan tujuan menyaring para pemain yang akan masuk ke timnas putri untuk Asian Games 2018. Hal tersebut juga dilakukan pada 2014 lalu untuk persiapan AFF Women’s Championship 2015 sebelum akhirnya sepak bola putri kembali tidur pulas selama kurang lebih tiga tahun.
PSSI lebih sering menggelar turnamen jangka pendek di sepak bola putri. Piala Pertiwi sendiri digelar dengan sistem gugur alih-alih liga sejak 2006. Kadang PSSI juga menggelar one-day tournament seperti yang dilakukan pada kompetisi Jakarta Equal Festival di kuartal awal 2018.
Fakta uniknya klub-klub yang mau berinvestasi ke sepak bola putri dalam beberapa tahun terakhir justru bukan dari klub-klub Liga 1 melainkan klub-klub Liga 3. Sebut saja Persijap Jepara (dengan tim Persijap Kartini-nya) yang menjadi wakil Jawa Tengah dan Persimura Musi (dengan tim Persimura Putri-nya) yang menjadi wakil Sumatera Selatan di Piala Pertiwi 2017.
Sisanya Asprov menggelar seleksi untuk dibentuk tim yang membawa nama Asprov di Piala Pertiwi. Selain itu ada pula klub-klub kecil yang eksis di sepak bola perempuan, tapi sama sekali tak berafiliasi dengan klub-klub profesional di Indonesia.
Menarik menunggu gebrakan yang akan dilakukan para klub Liga 1, akankah mereka mau berinvestasi membentuk tim wanita dari nol atau berafiliasi dengan klub-klub kecil ini sama seperti yang dilakukan beberapa tim di Eropa sejak lama.
Toh sepak bola bukan hanya untuk laki-laki, dan perempuan juga butuh kompetisi!