Cerita

Eibar, Klub Liliput Penakluk Segala Kemustahilan

Di jornada 13, LaLiga kembali bergolak. Eibar menjadi klub berseragam biru-merah kesekian yang menghadirkan mimpi buruk bagi Real Madrid musim ini. Pasukan pelatih Jose Mendilibar dengan kejamnya menghadiahi skor telak 3-0 di pertandingan pertama Santiago Solari sebagai pelatih Los Blancos.

Pasukan biru-merah lain yang sudah menghajar Real Madrid di musim ini adalah Levante, Barcelona, dan CSKA Moskow. Namun, Eibar adalah yang paling istimewa mengingat berbagai kisah unik mereka.

Di laga yang berlangsung pada 24 November 2018, masing-masing satu gol dari Gonzalo Escalante, Sergi Enrich, dan Enrique Garcia Martinez alias Kike, membungkam klub raksasa penguasa tiga musim terakhir Liga Champions Eropa.

Eibar menabur garam di atas luka Real Madrid, yang baru saja memperoleh kabar buruk. Kapten mereka, Sergio Ramos, terkena kasus doping. Sedikit banyak, ini mempengaruhi mental bermain klub berseragam putih-putih itu setelah ditinggal megabintang Cristiano Ronaldo, dan baru saja memecat pelatih Julen Lopetegui.

Apa pun itu, tak ada alasan bagi Real Madrid untuk tak mengakui keunggulan Eibar di stadion mungil mereka, Ipurua. Pasukan ‘Mendil-Eibar’ terlihat unggul segalanya sejak menit pertama. Pemain sayap muda pinjaman dari Barcelona, Marc Cucurella, bersinar dengan dua asisnya.

Skor bahkan bisa jadi lebih besar andai Thibaut Courtois tak menghalau peluang Fabian Orellana dengan gemilang. Meski demikian, kiper terbaik Piala Dunia 2018 asal Belgia itu tetap menanggung malu dengan tiga gol yang bersarang ke gawangnya.

Seluruh skuat Real Madrid seharusnya memang merasa malu. Total nilai pasar para pemain mereka yang berlaga di Ipurua lebih dari 120 juta euro, hampir sepuluh kali lipat nilai skuat Eibar yang hanya di angka 18 juta. Namun, di situlah romantisnya sepak bola. Kisah klasik David yang mengalahkan Goliath selalu muncul dalam berbagai macam rupa.

Kembalinya pesona Los Armeros

Kemenangan atas Real Madrid mengembalikan perhatian dunia ke klub kecil dari kota yang hanya berpenduduk sekitar 27-ribu jiwa ini. Los Armeros, julukan Eibar, sempat mencuri perhatian para pecinta sepak bola dunia pada pertengahan tahun 2014. Pada saat itu, mereka sukses menjuarai Segunda Division, sehingga berhak untuk tampil di kasta tertinggi sepak bola Spanyol.

Saking ketatnya dana operasional Eibar, konon mereka merayakan kesuksesan bersejarah ini dengan menggunakan confetti dari Barcelona. Confetti tersebut sedianya digunakan oleh FC Barcelona untuk merayakan gelar juara LaLiga. Namun, gelar juara yang jatuh ke tangan Atletico Madrid di laga terakhir membuat perayaan harus dibatalkan.

Eibar, yang menggunakan warna seragam yang sama dengan Barca, akhirnya mendatangkan confetti berwarna biru-merah itu untuk berpesta dengan para pendukung mereka.

Perjuangan mereka belum berhenti di situ. Eibar terancam terdegradasi kembali ke kasta ketiga akibat kekurangan dana. Akan tetapi, berkat penggalangan dana bertajuk Defiende El Eibar, klub yang berdiri pada tahun 1940 ini akhirnya merasakan nikmatnya kompetisi kelas dunia untuk pertama kalinya. Dengan kapasitas stadion hanya 7 ribu penonton, Los Armeros sekaligus mencetak rekor sebagai klub terkecil yang pernah berkompetisi di kasta tertinggi.

Eibar sebenarnya menyelesaikan musim 2014/2015 di di zona degradasi. Beruntung, salah satu peserta LaLiga, Elche, mengalami kesulitan keuangan sehingga harus menerima kenyataan turun divisi. Sebagai penghuni peringkat 18, Eibar berhak untuk tetap bertahan di kasta tertinggi menggantikan Elche. Sejak saat itu, manajemen Eibar sepertinya tak ingin menyia-nyiakan kesempatan kedua ini.

Klub boleh kecil, tapi ambisi untuk memperluas pasar ke berbagai penjuru dunia selalu menyala. Selama musim panas 2015 hingga 2018, Los Armeros melakukan tur laga persahabatan ke beberapa negara, termasuk Amerika Serikat. Lalu, setelah kedatangan Takashi Inui pada musim panas 2018, basis pendukung mereka di Jepang melonjak drastis.

Baca juga: Peran Diplomatis Takashi Inui di Eibar

Inui akhirnya meninggalkan Eibar menuju Real Betis pada musim panas 2018. Ia meninggalkan kesan mendalam dengan penampilan atraktif serta peran sebagai ‘duta’ Eibar di Asia. Di Jepang, popularitas klub dari kota kecil di provinsi Gipuzkoa tersebut kini menyaingi Barcelona, Manchester United, dan bahkan Borussia Dortmund.

Tak hanya itu, nuansa Asia di Los Armeros juga semakin terasa saat klub menyelipkan pesan ‘Football for Peace’ di jersey mereka ketika Ivan Ramis dan kolega menghajar Real Madrid 3-0. Football for Peace sendiri merupakan sebuah yayasan dari Uni Papua untuk membantu anak-anak Indonesia yang tertimpa bencana alam.

Satu lagi hal yang menarik dari Eibar. Saat ini posisi presiden klub mereka dipegang oleh seorang wanita, Amaia Gorostiza. Wanita berusia 51 tahun ini menyusul Maria Pavon (Leganes), sebagai para srikandi pemimpin klub olahraga yang identik dengan pria ini. Bersama Pavon, Gorostiza terkenal lantang menyuarakan kesetaraan gender di dunia sepak bola.

Sang presiden berjuang di luar lapangan, sementara Mendilibar bersama para serdadunya berjuang keras melawan segala kemustahilan di lapangan hijau. Sebuah perjalanan menakjubkan dari sebuah klub liliput bernama Eibar.