Serie A Giornata 13 akan dipenuhi dengan kampanye bertajuk Un Rosso Alla Violenza. Kampanye ini diinisiasi oleh WeWorld Onlus, sebuah organisasi yang mempromosikan dan melindungi hak anak-anak dan wanita di Italia dan seluruh dunia. Menggandeng Lega Serie A, mereka berusaha menyebarkan virus-virus perdamaian.
Kampanye ini artinya “Kartu merah terhadap kekerasan”. Dalam dunia sepak bola, ada dua hukuman yang dikeluarkan sang pengadil di lapangan, kartu kuning dan kartu merah. Pelanggaran dengan “level ringan” tak mendapatkan kartu, level agak berat diberikan kartu kuning, dan pelanggaran dengan level berat akan mendapatkan kartu merah.
Usaha WeWorld Onlus menggandeng sepak bola untuk menjelaskan bahwa kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak adalah sebuah pelanggaran dalam level tertinggi. Ada pesan nyata yang terlihat selain karena sepak bola adalah olahraga yang paling digemari di kolong langit.
Menggandeng sepak bola yang digemari banyak orang dan memiliki probabilitas untuk dilihat lebih banyak orang adalah jalan yang tepat bila ingin pesan ini dilihat dan didengar banyak orang.
Kampanye ini bukan kali pertama dilakukan Serie A dan WeWorld Onlus. Pada April 2018 kampanye serupa juga digalakan. Model kampanye yang dilakukan pun sama, yakni dengan mencoret wajah para pemain dan perangkat pertandingan dengan tinta berwarna merah. Para pemain juga mempublikasikan foto bersama pasangannya dengan muka yang juga dicoret dengan tinta merah.
Kegiatan ini didukung sepenuhnya oleh PBB yang tengah mencanangkan Hari Internasional Penghapusan Kekerasan pada Perempuan. Melalui akun Twitter resmi mereka, @SerieA, kampanye ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran terhadap kekerasan kepada wanita. Pihak Serie A juga menyebutkan bahwa “kita harus mengusir ketakutan yang dialami para korban setiap hari.”
Francesco Toldo, mantan kiper Inter Milan dan Italia juga mendukung adanya kampanye ini.
“Kekerasan adalah masalah budaya. Untuk mengatasi masalah ini, putra-putra kita perlu diajarkan nilai yang benar dan mereka perlu menunjukkan rasa hormat. Tim akademi dapat berkontribusi untuk membentuk atlet dan pria, tetapi apa yang mereka pelajari dari keluarga mereka harus saling terkait,” dikutip dari FOX Sports Asia.
WeWorld Onlus melalui presidennya, Marco Chiesara, menyebut usaha mereka untuk menggandeng Serie A karena mereka yakin Serie A memiliki massa yang besar. Banyaknya pendukung Liga Italia diharapkan melihat dan memahami pesan yang disampaikan.
“Kampanye ini bersama dengan Serie A membantu kami untuk membuat suara kami lebih kuat dalam perlawanan terhadap kekerasan terhadap perempuan. Bagi kami, kesadaran dan pencegahan adalah alat utama yang kami miliki untuk melawan fenomena buruk ini. ”
Disadari atau tidak, sepak bola kini bukan lagi dimiliki oleh pria. Wanita pun mulai menggemari sepak bola. Masih ingat ada pendukung wanita di Iran yang berdandan laiknya pria agar bisa masuk ke stadion? Nah, itu adalah sekelumit bukti bahwa sepak bola tak lagi dimonopoli oleh kaum adam semata.
Kampanye seperti ini sudah selayaknya dilakukan oleh banyak federasi, termasuk di Indonesia. Entah PSSI pernah menyinggung soal “remeh” ini atau belum. Karena jujur saja, isu yang remeh macam pengaturan skor saja mereka tak bisa menyelesaikan, apalagi isu yang high seperti kekerasan terhadap wanita di atas tribun.
Padahal, di dalam tribun itu pula kekerasan terhadap wanita sering terjadi. Mulai dari catcalling hingga ditowel-towel. Semacam penonton ada yang jetlag ketika di dalam tribun banyak sekali wanita. Budaya buruk seperti ini seyogyanya harus dilawan dengan masif.
Jadi, sudahkah kalian menghormati para Bidadari Tribun?