Dalam sebuah hubungan, ditinggalkan adalah hal yang kelewat biasa. Yang tidak biasa adalah mampu bangkit, melupakan, dan kembali berjalan. Tak semua manusia memiliki kemampuan untuk melupakan masa lalu dan bangkit. Lebih langka lagi, jika ada yang bergerak lebih maju melambaikan tangan dan membuktikkan bahwa dia bisa lebih hebat setelah ditinggalkan.
Inilah yang harus dilakukan oleh AS Roma. Dikhianati oleh Bordeaux dan Malcom, saat AS Roma telah memberikan segalanya. Janur kuning memang belum sepenuhnya dipasang, namun undangan telah disebar, ijab kabul akan segera dilaksanakan dan penghulu tengah berada di jalan. Tapi tiba-tiba Barcelona datang dengan memberikan penawaran yang lebih menarik dan Malcom berpaling begitu saja.
AS Roma ditinggalkan dan dicampakkan. Percayalah, tak ada yang lebih menyakitkan dalam sebuah hubungan selain dicampakkan begitu saja.
Sah secara hukum, tapi tidak etis
Aksi pembajakan Malcom oleh Barcelona adalah hal yang wajar. Uang memang tak bisa menjawab segala permasalahan, namun uang bisa menjadi jawaban dari perut yang kelaparan. Inilah yang membuat Malcom memilih Barcelona dengan mudah. Selain itu, reputasi Barcelona satu level di atas AS Roma. Sebelumnya sih dua level, cuma ya karena musim lalu Blaugrana bertekuk lutut di Olimpico, jadi ya tinggal satu level.
Fans AS Roma telah menunggu di bandara. Mereka mendengar kabar bahwa Malcom, winger muda Bordeaux, segera menuju kota Roma. Tapi, rencana hanya tinggal rencana. Barcelona mengadang di tengah jalan, mencuri Malcom dan membawanya ke Catalan.
Proses pamungkas dalam perpindahan transfer adalah tanda tangan kontrak. Dengan diawali tes medis, klub baru mengatakan semuanya “sah” jika telah ada hitam di atas putih, jika telah ada kesepakatan. Meskipun kedua klub dan si pemain telah sepakat, proses perpindahan pemain belum tuntas jika belum ada kesepakatan secara resmi, bukan sekadar perjanjian verbal semata.
Dalam kasus Malcom, ia belum menandatangani apapun. Kedua klub memang telah bersepakat soal harga. AS Roma pun telah menyepakati gaji dan tetek bengeknya dengan agen Malcom. Namun sekali lagi, proses transfer belum tuntas dan secara hukum, langkah Barcelona adalah sah.
Secara hukum memang sah. Namun, secara etika kerja, itu tidak etis. Barcelona awalnya mengincar Willian. Chelsea mematok harga yang kelewat mahal, dan di saat bersamaan AS Roma telah bersepakat dengan Malcom. Barcelona yang membutuhkan tambahan amunisi di sisi sayap, memutuskan untuk melupakan Willian dan menawar Malcom dengan harga yang lebih tinggi dibanding yang ditawarkan AS Roma.
Bordeaux kemudian berubah pikiran. Telah bersepakat dengan AS Roma bahkan mengeluarkan pernyataan di media sosial, eh malah dijual ke Barcelona dengan mahar yang lebih tinggi. AS Roma adalah kita, pria-pria yang ditinggalkan oleh wanita karena ada pria lain yang lebih kuat secara finansial.
Melupakan Malcom itu penting!
Kandas dalam percintaan adalah sebuah keniscayaan. Mengungkit masa lalu adalah hal yang paling bodoh. Itu sama seja dengan mengorek luka lama yang telah menjadi borok.
Gagal dengan Malcom, bukan berarti gagal dalam semua drama percintaan. Malcom adalah pemain yang posisinya bisa dengan mudah digantikan oleh pemain lain. Mengungkit masalah Malcom dan mengumbarnya berkali-kali ke publik adalah hal yang tidak berguna.
Terlalu sering curhat di media hanya akan membuat pamor klub semakin menurun. Bolehlah sekali-kali muncul di media, mengecam perilaku Barcelona ataupun Bordeaux. “Mengirimkan” Monchi dan James Palotta untuk berbicara ke publik bukanlah hal baik. Bukan malah mendapatkan simpati, mereka hanya akan mendapat olok-olok Netizen–yang-Maha-Tahu-Segalanya.
Segencar apapun kecaman yang dilontarkan, toh itu semua tak berguna. Barcelona tak akan mengirimkan kembali Malcom ke AS Roma, atau Bordeaux meminta maaf secara terbuka di hadapan publik. AS Roma tetap tak akan mendapatkan tanda tangan Malcom.
Yang perlu dilakukan Serigala Ibu Kota selanjutnya adalah melupakan Malcom. Tak ada mantan gebetan yang tak bisa diganti oleh yang lain. Alisson Becker yang begitu menggoda saja bisa digantikan oleh Robin Olsen.
Perkara kualitas Olsen yang di bawah Alisson, itu urusan belakangan. Bukankah itu yang sering kita lakukan? Sok kelihatan tegar dan menggandeng pasangan lain demi pamer ke mantan kita? Soal kualitas sih nomor sekian. Yang penting terlihat telah move on.
Setidaknya Roma harus membuktikan ke Barcelona dan Bordeaux (plus Malcom), bahwa mereka bisa menjadi lebih kuat tanpa Malcom. Kehilangan Malcom tak akan membuat sinar Il Lupi memudar begitu saja.