Cerita

Paruh Musim Go-Jek Liga 1 2018: Klub Papan Atas Digerogoti Masalah Non-Teknis

Jelang berakhirnya putaran pertama Go-Jek Liga 1 2018, sebuah fenomena yang tidak biasa di dunia sepak bola muncul ke permukaan. Ketika biasanya tim-tim papan atas telah nyaman dengan sisi teknisnya seperti susunan skuat, di Liga 1 justru klub-klub tersebut digerogoti masalah non-teknis.

Di pekan 15, kejadian ini menimpa tiga besar papan atas. Barito Putera, PSM Makassar, dan Sriwijaya FC, yang berturut-turut memimpin klasemen dari urutan pertama sampai ketiga, digoyang singgasanya dengan “sesuatu” di luar lapangan.

Sriwijaya FC bisa jadi yang paling dirugikan. Dikarenakan penunggakan gaji, Laskar Wong Kito harus rela melepas sebagian besar pemain intinya. Hal tersebut tidak bisa ditahan lagi karena klub asal Palembang itu sudah dua bulan menunggak gaji, padahal memiliki skuat yang super mewah.

Eksodus pemain pun melanda Sriwijaya FC. Dimulai dari lini belakang, empat pemain memutuskan hengkang dan kini telah mendapat klub baru. Mahamadou N’Diaye dan Novan Sasongko merapat ke Bali United, kemudian Alfin Tuasalamony dan Hamka Hamzah menuju Arema FC. Dari empat pemain tersebut, tiga diantaranya adalah pemain inti.

Baca juga: Eksodus Skuat Sriwijaya FC: Rahmad Darmawan dan 9 Pemain Hengkang dari Palembang

Beralih ke lini tengah, kehilangan terbesar adalah Makan Konate yang juga bergabung dengan Arema FC. Hengkangnya Konate menjadi kerugian besar, karena dia adalah penyumbang asis terbanyak di Go-Jek Liga 1 2018 dengan 9 asis! Terbukti dengan ketiadaan Konate, Sriwijaya FC langsung tak bernyawa di lini tengah, dan menyerah 0-3 di markas Mitra Kukar.

Rekan Konate di lini tengah Sriwijaya FC, Adam Alis, juga memutuskan hengkang dan menuju Bhayangkara FC. Untuk nama-nama lainnya adalah Patrich Wanggai (ke Persib Bandung), dan pemain pelapis seperti Bio Paulin dan Rachmad Hidayat.

Kemudian di PSM Makassar, faktor non-teknis yang mengganggu mereka jelang berakhirnya paruh pertama adalah pelarangan bermain di Stadion Mattoanging karena persoalan lampu stadion. Kandang Juku Eja tersebut tidak lolos verifikasi yang dilakukan PT. Liga Indonesia Baru (LIB), sehingga PSM harus mengungsi ke markas klub lain untuk menggelar partai kandang.

Baca juga: Pertanyaan Besar di Balik Terusirnya PSM Makassar dari Stadion Mattoanging

LIB menetapkan standar stadion di Liga 1 minimal harus memiliki penerangan 800 lux untuk menggelar pertandingan live di malam hari. PSM merasa keputusan itu tidak adil, karena mengklaim sudah menambah lampu stadion untuk memenuhi persyaratan PT. LIB, tapi tetap saja tidak lolos verifikasi.

Kemudian ketika mengungsi ke markas Bali United pekan lalu, laga PSM kontra Bhayangkara FC yang dijanjikan live tv nasional, nyatanya hanya disiarkan via live streaming. Klub asuhan Robert Rene Alberts ini merasa sangat dirugikan, karena sudah jauh-jauh mengungsi ke Bali, tapi ternyata pertandingan tidak disiarkan langsung tv nasional.

Lalu di Barito Putera, persoalan non-teknis yang mengganggu mereka adalah kinerja wasit di laga kontra Borneo FC pekan lalu. Banyak sekali keputusan wasit maupun hakim garis yang tidak tepat pada Barito Putera, bahkan Jacksen F. Tiago sampai naik pitam berteriak pada hakim garis. Padahal, Jacksen adalah salah satu pelatih yang pandai mengontrol emosi selama pertandingan.

Akibat persoalan wasit itu, Barito Putera harus mengakui keunggulan Borneo FC 2-1 di Stadion Segiri. Kekalahan yang membuat Laskar Antasari turun ke peringkat kedua, setelah sempat memuncaki klasemen di pekan 14 dan 15.

Dampaknya…

Persoalan non-teknis tersebut jelas sangat mengganggu PSM, Sriwijaya FC, dan Barito Putera. Dengan misi meraih gelar juara untuk mendongkel dominasi tim Jawa, ketiga klub tersebut kini harus berjuang esktra keras karena jarak dengan tim-tim lain di lima besar semakin menipis.

Persib Bandung yang di awal musim tertatih, sekarang sudah berada di posisi empat dan hanya terpaut tiga poin dari PSM di pucuk klasemen. Kemudian Madura United yang inkonsisten di awal musim, sekarang sudah menembus peringkat tiga menggeser Sriwijaya FC, dan berpotensi menjadi juara paruh musim seperti yang rutin dilakukan selama dua musim sebelumnya.

Dengan jarak poin yang semakin mengecil, persaingan akan semakin ketat. “Kebiasaan” klub-klub Liga Indonesia adalah hampir pasti menang saat main di kandang, dan kesulitan meraih poin penuh saat tandang. Ini mengakibatkan sangat rawan terjadinya pergeseran posisi di papan atas, termasuk puncak klasemen.

Bahkan untuk Sriwijaya FC yang sekarang menghuni peringkat 5, bisa turun jauh jika di pekan 17 kalah dari Arema FC. Sebabm empat tim di bawahnya yaitu Persela Lamongan, Persipura Jayapura, Bali United, dan Bhayangkara FC, memiliki poin sama (23 poin), sedangkan Persija Jakarta dan Persebaya Surabaya di posisi 10 dan 11 hanya berjarak satu angka dari pemiliki dua gelar Liga Indonesia tersebut.