Milan memastikan rekrutan gratis ketiga mereka musim ini dalam wujud seorang mantan wonderkid berdarah Bosnia-Kroasia, Alen Halilovic. Ia menandatangani kontrak berdurasi tiga musim bersama I Rossoneri. Ketika diperkenalkan, penampilan fisik Halilovic agak berbeda dengan pemain-pemain baru Milan lain.
Rambutnya gondrong dan terlihat berantakan, wajahnya nampak kurang segar, dan ia juga sudah lama tidak mencukur janggutnya. Seperti seseorang yang baru mengalami hari-hari yang berat. Milan pun menyambutnya dengan nada yang datar dan biasa-biasa saja. Apa yang diharapkan Milan dari pemuda ini?
Siapakah Halilovic? Mengapa ia tidak berpartisipasi di Piala Dunia jika ia memang pernah dianggap sebagai salah satu talenta terbaik Kroasia? Saat rekan seperjuangannya seperti Mateo Kovacic, Tin Jedvaj atau Marko Pjaca bahu membahu bersama tim Vatreni di ajang Piala Dunia, Halilovic hanya bisa menonton dari jauh. Ini merupakan pertanda sebuah karier yang tidak berjalan sesuai pada tempatnya.
Pemain sepak bola dari mana pun memang pernah melewati jalan yang berliku. Tidak semuanya bisa kembali ke trek yang seharusnya, di mana hal ini juga berlaku bagi Halilovic. Tapi Halilovic beruntung karena di Milan, ia berkesempatan untuk mengembalikan kariernya ke jalan yang benar.
Jika melihat pada talenta besarnya, Halilovic memang terlalu besar untuk gagal. Pemain yang kini berusia 22 tahun ini menciptakan sejarah enam tahun silam kala memainkan debut di tim nasional senior Kroasia di usia 16 tahun. Ini tidak lain merupakan pengakuan tinggi atas bakat besar yang dimiliki putra dari Sead Halilovic, mantan pesepak bola Bosnia dan Kroasia ini.
Lahir di Dubrovnik, kota yang namanya kerap muncul ketika mengetik kata kunci tempat-tempat indah di Eropa, Halilovic menapaktilasi jalan kesuksesan pemain-pemain Kroasia dengan bermain di Dinamo Zagreb. Di klub yang memiliki salah satu pendidikan akademi pemain muda terbaik Eropa ini, Halilovic pun memecahkan rekor sebagai pemain termuda yang mencetak gol di Liga Kroasia. Dua musim ia habiskan di ibukota Kroasia ini untuk mengukir 44 penampilan dan tujuh gol.
Dilihat dari sudut pandang statistik, angka tersebut memang fantastis, terutama bagi pemain muda. Tetapi Halilovic memiliki hal lain yang membuatnya semakin terlihat menarik, yaitu gayanya dalam bermain. Pemain bertinggi 169 sentimeter ini memiliki kecepatan dribel yang sulit dihentikan, juga tendangan kaki kiri yang akurat.
Disertai kebiasaannya menjemput bola lalu menggiringnya dengan cepat ke depan, atau memotong dari sisi kanan permainan ke tepi kotak penalti lawan, Halilovic adalah ancaman besar. Lebih dari itu, postur dan gaya permainannya mengingatkan pada sosok familiar. Siapa lagi jika bukan Lionel Messi.
Maka ketika Barcelona mengungkapkan ketertarikan, Sead Halilovic, sang ayah yang juga bertindak sebagai manajernya, tidak ragu untuk mengiyakan. Sead memboyong serta seluruh keluarga untuk pindah dari Zagreb ke Katalan. Ia begitu percaya bahwa bermain di Blaugrana untuk menjadi rekan satu tim Messi adalah takdir yang begitu indah bagi Alen, yang kala itu berusia 18 tahun.
Halilovic pun tidak langsung bermain di tim utama. Seperti halnya pemain-pemain muda lain, Halilovic pun ditempatkan di Barcelona B, tempat di mana namanya mulai dibicarakan sebagai talenta besar di kubu Blaugrana.
Antara menjadi manajer atau menjadi seorang ayah, memang sulit untuk dipisahkan. Inilah yang terjadi ketika Sead Halilovic ikut campur terlalu jauh dalam menentukan langkah anaknya. Merasa sang anak pantas bermain di tim senior, ia mendatangi manajemen untuk mengutarakan maksudnya. Sayangnya, belum ada slot tersedia bagi putranya, dan ia diminta untuk kembali menghabiskan musim di Barcelona B, di mana ide ini ditolaknya.
Halilovic kemudian dikirim ke Sporting Gijon sebagai pemain pinjaman. Di klub ini, Halilovic mendapatkan menit bermain yang diperlukan, sesuai dengan aspirasinya. 36 penampilan dibukukan Halilovic dengan torehan tiga gol, lagi-lagi sebuah catatan yang cukup impresif, dan ia pun turut menyelamatkan Gijon dari degradasi.
Sayangnya, hal ini masih belum cukup untuk meyakinkan Barcelona untuk memakainya. Dengan kebijakan transfer yang tidak lagi memprioritaskan pemain dari tim muda, Halilovic pun dipandang sebagai surplus. Akhirnya, ia dilego ke klub Bundesliga, Hamburg, pada musim 2016/2017.
Mulai dari sini, kisah Halilovic tidak lagi seindah bakat emasnya. Pada putaran kedua kompetisi Bundesliga, Hamburg memutuskan untuk meminjamkannya kembali ke Spanyol. Kali ini, Las Palmas menjadi pelabuhan berikut sang pemain, di mana ia menghabiskan satu setengah tahun sebagai pemain pinjaman.
Musim 2017/2018 dijalani Halilovic dengan cara yang kurang meyakinkan. Ia sempat mengalami cedera lutut yang membuatnya absen lama, dan karena itulah ia hanya tampil sebanyak 20 pertandingan sepanjang musim. Las Palmas pun tidak jadi mengikatnya sebagai pemain permanen. Namun sebagaimana hidup yang penuh dengan kesempatan kedua, Halilovic pun beruntung ketika Milan menyatakan ketertarikan pada akhir musim.
Bagi Milan, Rekam jejak Halilovic memang jauh dari kata meyakinkan. Halilovic tidaklah diharapkan untuk menjadi pemain inti di kubu Rossoneri, melainkan ia diproyeksikan untuk menjadi pelapis dari Suso Fernandez, penyerang sayap kanan yang pada musim lalu terus bermain tanpa banyak dirotasi. Suso pun sempat mengalami penurunan performa akibat kelelahan.
Datangnya Halilovic memang tidak menimbulkan risiko besar bagi Milan. Jika Halilovic tampil di bawah ekspektasi, Milan pun tidak terkena kerugian besar secara finansial. Halilovic memang bisa saja menjadi Bojan Krkic berikutnya, tetapi bukan tidak mungkin jika ditangani dengan tepat, kehebatannya dapat menjadi senjata rahasia bagi Milan.
Ingatlah bahwa Gennaro Gattuso amat mahir dalam melakukan pendekatan personal kepada pemainnya, dan sepertinya penanganan seperti ini cocok bagi Halilovic. Siapa tahu, pada akhir musim nanti, Milan akan melihat transfer ini sebagai kesuksesan besar.