“Aku terjatuh dan tak bisa bangkit lagi.” Frasa yang melekat dalam setiap aksi Neymar di lapangan hijau, terutama sejak kepindahannya ke Eropa. Sebuah aksi yang menyebalkan, bagi para lawannya juga beberapa penonton netral, mungkin juga sebagian suporter timnya. Tapi justru dengan itulah Neymar bisa menari Samba dengan gaya berbeda.
Sampai detik ini, hanya ada tiga manusia yang paling produktif di tim nasional Brasil. Pele ada di urutan teratas dengan 77 gol, diikuti Ronaldo Luis Nazário de Lima dengan 62 gol, kemudian di bawahnya ada Neymar yang telah mengukir 57 gol sampai babak perdelapan-final Piala Dunia 2018.
Di usia 26 tahun, Neymar hanya terpaut 20 gol dari top skor sepanjang masa Brasil, dan hanya berselisih 5 bola saja dari pemain yang dijuluki penyerang terbaik Brasil di era modern. Jika tidak ada musibah besar yang melanda, tinggal menunggu waktu saja Neymar mencatatkan prestasi sebagai pemain paling produktif di timnas Brasil, yang mungkin akan digapainya sebelum usia kepala tiga.
Neymar memang sangat identik dengan gol. Sejak memulai karier profesionalnya di Santos, kemudian berlabuh di Barcelona yang menjadi klub Eropa pertamanya, lelaki bernama lengkap Neymar da Silva Santos Júnior ini memiliki rasio 0,5 gol per pertandingan. Artinya, Neymar rata-rata mencetak satu gol per pertandingan. Mungkin hanya rasio gol Cristian Gonzales di Persik Kediri yang bisa mengalahkan catatan itu.
Tapi Neymar juga identik dengan diving dan akting. Menyelam sambil minum air, alias terjatuh sambil berpura-pura kesakitan, menjadi aksi yang lumrah dilakukan Neymar selama ini. Aksi yang bagi sebagian orang dianggap pengecut, karena tidak menunjukkan maskulinitas di olahraga yang sangat laki-laki.
Maka tidak heran, Neymar tidak pernah jadi bintang iklan minuman berenergi di Indonesia, yang mengusung slogan “Laki Fearless”. Neymar bukan Alessandro Del Piero dengan rambut gondrong dan tendangan saltonya, atau Cristiano Ronaldo yang memainkan bola api sambil diiringi tarian khas Bali.
Goyang Samba yang berbeda
Harus diakui Neymar memang jauh dari kata macho, bahkan banyak warganet yang menyebutnya pemain banci. Tapi suka tidak suka, Neymar selalu bisa menunjukkan daya magisnya, di tengah cibiran yang selalu menguntit kariernya saat ini.
Laga kontra Kosta Rika di matchday kedua Grup E Piala Dunia 2014, Neymar menjadi buah bibir berkat aksi teatrikalnya di kotak penalti. Mendapat kawalan dari Giancarlo González, Neymar coba berbuat licik dengan menjatuhkan diri. Kelicikan yang sempat membuat wasit tertipu dengan menunjuk titik putih, tapi kemudian dianulir setelah melihat tayangan ulang di VAR (Video Assistant Referee).
Aksi teatrikal Neymar memang konyol, apalagi jika dibandingkan kelakukan serupa Cristiano Ronaldo saat Portugal melawan Maroko. Namun, terlepas dari sifat liciknya itu, Neymar membuktikan bahwa dia adalah bagian integral dari skuat asuhan Tite. Ia mencetak gol penutup ke gawang Keylor Navas, dan mencetak gol pembuka ke gawang Meksiko, di babak 16 besar kemarin (2/7).
Dua gol di dua pertandingan yang dihiasinya dengan aksi teatrikal ala aktor papan atas. Pura-pura tertarik bajunya saat menghadapi Kosta Rika, dan berguling-guling seperti cacing kepanasan saat pul sepatu pemain Meksiko menancap halus di kakinya. Dari dua peristiwa tersebut, “injakan” pemain Meksiko memang yang paling terlihat sebagai pelanggaran, tapi respon Neymar yang berlebihan membuat penonton jadi geli melihatnya.
Tapi suka tidak suka, aksi konyol tersebut adalah bagian dari kesuksesan Neymar selama ini. Coba bayangkan jika posisi kamu sebagai wasit, dan tidak memiliki kemewahan berupa tayangan ulang dari berbagai sudut pandang, sangat sulit memutuskan apakah Neymar memang benar-benar dilanggar, atau hanya pura-pura dilanggar.
Neymar berposisi penyerang, dan posisi terjatuhnya sebagian besar ada di final third. Dari sudut lapangan manapun, pelanggaran di sepertiga akhir lapangan lebih berpotensi menciptakan gol, baik dari skema set-pieces langsung maupun tidak langsung, ketimbang pelanggaran yang terjadi di tengah lapangan atau di area pertahanan sendiri.
Itulah mengapa Neymar pantas disebut sebagai penari Samba lapangan hijau dengan gaya berbeda. Sekali lagi, Neymar bukan pemain yang macho, dia juga bukan pemain dengan sikap santun, tapi Neymar menciptakan karakternya sendiri. Seorang pemain dengan seribu trik kecurangan, yang di akhir laga menjadi bintang lapangan.
Kita boleh tidak suka Neymar, tapi kita juga tidak bisa terlalu membencinya, apalagi jika menjadi pendukung dari tim yang dibelanya. Akui saja, terkadang sangat mengasyikkan punya teman yang berani melanggar aturan. Ya, kan?