Sedari menduduki jabatan Ketua Umum federasi sepak bola Indonesia (PSSI) per tahun 2016 lalu, Edy Rahmayadi memunculkan banyak sekali kontroversi daripada prestasi yang membanggakan untuk tanah air.
Berbagai janji yang ia utarakan dengan dalih usaha membenahi sepak bola Indonesia, tak ubahnya pepesan kosong belaka. Contohnya, kasus kematian Banu Rusman, seorang pendukung Persita Tangerang akibat tindak kekerasan yang dilakukan oleh suporter PSMS Medan di ajang Liga 2 musim 2017 silam, belum jua terselesaikan.
Padahal, melalui akun Twitter resminya, sosok kelahiran Sabang itu mengungkapkan kalau pelaku pengeroyokan terhadap Banu akan ditangkap serta dihukum.
Saya akan usut tuntas persoalan kericuhan saat prtandingan psms persita, yg bersalah dihukum. Saya tegaskan yang bersalah pasti dihukum.
— Edy Rahmayadi (@RahmayadiEdy) October 13, 2017
Langkah-langkah buat memperbaiki tata kelola sepak bola nasional agar semakin profesional, juga masih jauh panggang dari api. Tak percaya? Silakan tengok bagaimana jadwal pertandingan di seluruh kasta yang ada masih identik dengan ketidakpastian.
Satu hal yang pasti, selama hampir dua tahun bertugas sebagai masinis untuk kereta api PSSI, belum ada hal positif yang sukses diperlihatkan organisasi berumur 88 tahun itu. Sepak bola nasional masih dihiasi cerita kelam dan jauh dari profesionalitas, sementara tim nasional Indonesia tetap berstatus ayam sayur di level internasional.
Di saat ia belum sanggup mengenyahkan mendung dari langit sepak bola Indonesia yang begitu suram, sebuah keputusan kontroversial bahkan kembali muncul dari sosok berumur 57 tahun tersebut.
Hampir setahun yang lalu, Edy mengungkapkan kepada publik bahwa dirinya akan terjun ke dunia politik guna mencalonkan diri sebagai gubernur Sumatra Utara (Sumut) didampingi oleh Musa Rajekshah.
Sontak, penggila sepak bola nasional kaget dengan keputusan tersebut. Lebih apesnya lagi, para petinggi PSSI menyatakan kalau tidak ada satu pun poin dalam statuta organisasi yang ditabrak oleh Edy. Artinya, sah-sah saja bila dirinya mencalonkan diri sebagai gubernur Sumut.
Terasa makin menyakitkan, PSSI lewat Joko Driyono (wakil ketum PSSI), juga mengungkapkan apabila kelak Edy terpilih sebagai gubernur Sumut, ia bisa tetap menduduki kursi ketum PSSI alias rangkap jabatan!
Kemarin (27/6), diadakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak di Indonesia, tak terkecuali Sumut yang kursi orang nomor satunya sedang diincar oleh Edy.
Berdasarkan hasil hitung cepat dari sejumlah lembaga survei (Charta Politika, Indo Barometer, LSI dan SMRC), Edy dan Musa yang memiliki akronim Eramas tengah unggul dari rivalnya, Djarot Syaiful Hidayat-Sihar Sitorus (berakronim Djoss) dalam proses pemilihan.
Kendati hasil itu tidak bisa dijadikan patokan mutlak bahwa Edy sudah pasti memenangi Pilkada Sumut, karena harus menunggu pengumuman resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU), tapi sejumlah kalangan sangat meyakini apabila jabatan tersebut siap dirinya emban dalam waktu dekat.
Suka tidak suka, mau tidak mau, beberapa saat lagi para penggila sepak bola Indonesia bakal memiliki seorang ketum PSSI yang merangkap jabatan sebagai gubernur sebuah provinsi di tanah air. Hal itu merupakan peristiwa perdana dalam sejarah sepak bola Indonesia yang ironisnya membuat balbalan di negeri ini (bagi saya pribadi), sekarang tampak semakin suram.