Timnas Swedia akhirnya kembali ke Piala Dunia setelah absen dalam dua edisi terakhir. Negara Skandinavia ini terakhir kali turut partisipasi dalam Piala Dunia di tahun 2006 lalu, yang diselenggarakan di Jerman. Kala itu, Blagult, julukan timnas Swedia, hanya mampu mencapai babak 16 besar. Memiliki sejarah yang bagus—Swedia pernah menjadi runner-up Piala Dunia—prestasi timnas yang identik dengan warna kuning dan biru ini boleh dikatakan melorot selama beberapa tahun belakangan.
Untungnya, Swedia akan kembali menghiasi kancah Piala Dunia nanti setelah resmi mengantongi tiket ke Rusia. Meski harus melewati jalan yang terjal—Swedia harus berhadapan dengan Belanda dan Prancis di fase grup kualifikasi dan Italia di babak play-off—berkat kerja keras tim akhirnya mereka bisa lolos ke putaran final.
Ada satu hal yang menarik dari kelolosan Swedia ke putaran final Piala Dunia 2018. Ya, mereka berhasil menembus fase kualifikasi tanpa diperkuat oleh penyerang andalannya, Zlatan Ibrahimovic. Dalam beberapa tahun terakhir, Ibrahimovic memang seolah-olah menjadi ikan besar di kolam kecil bersama Swedia. Sulit rasanya membicarakan timnas Swedia tanpa Ibrahimovic.
Namun, Zlatan yang sudah memutuskan pensiun dari timnas, tampak tidak dirindukan oleh skuat asuhan Janne Andersson. Permainan Swedia yang sebelumnya sangat bertumpu kepada Ibrahimovic, sehingga kerapkali begitu mudah dibaca oleh lawan, perlahan berubah menjadi lebih kolektif. Meskipun begitu, ada satu pemain yang menjadi katalis di tengah kolektivitas timnas Swedia saat ini. Ia adalah Emil Forsberg.
Pengganti Ibrahimovic
Penggawa dari klub Bundesliga, RB Leipzig ini, bisa dibilang menjadi bintang terbesar di timnas Swedia saat ini, selepas era Zlatan. Meskipun begitu, permainan Forsberg berbeda jauh dengan seniornya. Jika Zlatan adalah seorang pencetak gol sejati, maka Forsberg adalah seorang kreator.
Bersama klubnya, ia kerapkali berperan sebagai pemain nomor 10 yang bermain di belakang penyerang. Namun, dalam skema 4-4-2 yang diterapkan oleh Andersson, Forsberg beroperasi di sisi sayap kiri. Tak masalah baginya untuk bermain di posisi tersebut, karena bersama Leipzig pun ia kerapkali bermain di sayap. Jika ingin mengomparasi dengan pemain Swedia yang lawas, rasanya Freddie Ljungberg yang sama-sama seorang kreator yang beroperasi di sayap adalah perbandingan yang tepat.
Forsberg memegang peranan yang penting dalam kelolosan Swedia ke Piala Dunia 2018. Ia menjadi top skor kedua negaranya di fase kualifikasi Piala Dunia zona Eropa di Grup A dengan total empat gol, di belakang Marcus Berg yang menjadi top skor grup dengan delapan gol. Asisnya memang hanya menyentuh angka dua, namun peluang yang dibuat dan pergerakannya-lah yang kerapkali menjadi awal dari gol bagi negaranya.
Pemain yang efektif
Berbeda dengan kebanyakan pemain bintang yang berusaha untuk menonjol, Forsberg adalah pemain yang low-profile namun sangat efektif. Berdasarkan data dari Wyscout, Forsberg tak begitu banyak melakukan aksi (dribel, umpan silang, operan kunci) di lapangan—paling tidak berkisar di angka 30-60 aksi, namun, persentase kesuksesannya sangat memuaskan.
Dari tiga laga bersama timnas Swedia yang diambil datanya (melawan Belarusia tandang, Prancis kandang, dan Italia kandang) di fase kualifikasi, Forsberg mencatatkan masing-masing aksi sukses dengan persentase masing-masing 64%, 55%, dan 76%. Ini menunjukkan bahwa Forsberg adalah pemain yang begitu efektif dan tidak neko-neko.
Situs WhoScored menyatakan bahwa salah satu keunggulan terbesar Forsberg adalah dribelnya. Apa yang disebut situs penyedia data tersebut memang benar. Dalam tiga laga di atas, di dua laga Forsberg mencatatkan 100% dribel sukses (Prancis 3/3 & Italia 6/6) serta 80% ketika melawan Belarusia (10/8). Kehebatan dribel Forsberg ini berkaitan dengan betapa efektifnya permainannya, yang mana ia tak banyak melakukan dribel meski ia tahu bahwa ia mahir melakukan itu dan persentase suksesnya luar biasa. Berbekal kemampuan dribel seperti ini, Forsberg bisa menjadi pembeda kala Swedia mengalami kebuntuan.
Lalu, bagaimana dengan operannya? Dari segi keefektifan, operan Forsberg tak perlu dipertanyakan. Dari tiga laga tersebut, hanya sekali pemain yang saat ini dikaitkan dengan Arsenal ini operan suksesnya tak mencapai 90% (melawan Prancis, 73%). Namun, satu hal yang perlu ditingkatkan adalah keberaniannya untuk mengambil risiko. Dalam tiga laga tersebut, tak ada key pass yang dicatatkan oleh Forsberg, dan operan terbanyak yang ia lakukan adalah operan ke belakang (back pass) ketimbang operan ke depan yang bisa membuka peluang.
Walaupun begitu, dilansir dari WhoScored, Forsberg juga mampu melepas key pass, yang ia buktikan dengan rataan 1.9 key pass per laga di Bundesliga bersama Leipzig. Tentunya, bersama Swedia, hal ini bisa ia lakukan dengan lebih sering.
Cuplikan di atas adalah highlight dari pertandingan antara Swedia melawan Belarusia, pertandingan terbaik Forsberg selama mengenakan seragam Blagult. Di laga tersebut, ia berhasil mencetak satu gol dan mengirimkan dua asis, berkontribusi tiga dari empat gol yang disarangkan Swedia ke gawang tuan rumah.
Gol yang dicetak Forsberg memperlihatkan bagaimana pergerakan tanpa bolanya yang begitu efektif. Hanya dengan satu sentuhan, ia mampu melewati kiper lawan lalu menceploskan bola ke gawang. Asis pertamanya dalam gol ketiga Swedia pun serupa. Ia berhasil menghindari jebakan offside, kontrol bola dengan satu sentuhan, lalu mengirimkan asis yang manis kepada Berg.
Asis keduanya adalah ketika penetrasinya ke kotak penalti Belarusia berbuah penalti setelah ia dijatuhkan oleh kiper lawan. Dari semua kontribusinya, terlihat tak ada gerakan yang flashy, yang penuh gaya. Forsberg tak membutuhkan itu semua karena dengan permainan yang simpel dan sederhana saja ia mampu memberikan sumbangsih banyak kepada timnya.
Di fase kualifikasi lalu, Forsberg menyandang nomor punggung 10 peninggalan Zlatan. Besar kemungkinan, nomor punggung yang biasanya menyatakan bahwa sang pemain menjadi andalan di satu tim tersebut akan kembali ia kenakan di Piala Dunia nanti. Nomor punggung 10 tersebut menjadi bukti bahwa Forsberg, dengan peran yang berbeda dari Zlatan, akan memikul tanggung jawab yang sama dengan seniornya sebagai katalis tim.