Berita Eropa

17 Mei 2000: Tragedi Berdarah di Final Piala UEFA

Stadion Parken yang terletak di kota Kopenhagen, Denmark, ditunjuk oleh konfederasi sepak bola Eropa (UEFA) sebagai tempat penyelenggaraan babak final Piala UEFA musim 1999/2000 yang mempertemukan Arsenal (Inggris) dan Galatasaray (Turki).

Kekuatan masing-masing kubu yang dinilai kuat, The Gunners dihuni nama-nama seperti Tony Adams, Dennis Bergkamp, Thierry Henry, dan Marc Overmars, dengan Arsene Wenger sebagai pelatih. Sementara Cimbom memiliki Okan Buruk, Gheorghe Hagi, Hakan Sukur, dan Claudio Taffarel plus Fatih Terim sebagai juru taktik.

Pertarungan ketat dan intens yang terjadi di antara kedua kubu, memaksa laga berakhir dengan skor kacamata begitu waktu normal usai. Tatkala wasit Antonio Lopez Nieto melanjutkan pertandingan ke fase perpanjangan waktu, gol yang diupayakan masing-masing kubu tak kunjung muncul sehingga adu penalti jadi satu-satunya cara beroleh pemenang.

Dalam situasi tersebut, Galatasaray muncul sebagai yang lebih baik lantaran para eksekutor mereka yaitu Ergun Penbe, Sukur, Umit Davala, dan Gheorghe Popescu sukses memperdayai kiper Arsenal, David Seaman. Sedangkan dua dari tiga algojo The Gunners yakni Davor Suker dan Patrick Vieira, gagal menuntaskan tugasnya buat membobol jala Cimbom kawalan Taffarel.

Berkat kesuksesan tersebut, Galatasaray pun mencatatkan diri sebagai klub profesional asal Turki pertama yang mampu membawa pulang titel juara pada regional. Walau demikian, gegap gempita keberhasilan Cimbom tersebut juga diwarnai oleh kerusuhan yang dilakukan kelompok suporter garis keras mereka di kawasan City Hall Square.

Kejadian ini sendiri diawali pada dini hari (sebelum final) waktu setempat di mana suporter kedua belah pihak telah memadati kota Kopenhagen. Mereka berkumpul di sejumlah pub yang tersebar di sekitar City Hall Square.

Dirasuki oleh rasa benci, perkelahian antar-suporter sudah terjadi sejak saat itu. Nahasnya, ada empat orang pendukung Arsenal yang ditusuk oleh penggemar Galatasaray. Tak rela melihat rekannya diperlakukan demikian, suporter The Gunners pun berusaha untuk membalas.

Terlebih, mereka disebut-sebut juga ingin membalaskan dendam suporter Leeds United, lawan Galatasaray pada babak semifinal, yang dibunuh oleh suporter Cimbom saat kedua tim bertemu di Istanbul (laga pertama semifinal).

Panasnya tensi yang melibatkan kedua belah pihak membuat kerusuhan semakin meluas. City Hall Square pun mirip dengan arena peperangan sebab berbagai macam benda, mulai dari botol minuman, sepeda, tongkat kayu, kursi sampai potongan besi melayang ke udara dan baku pukul terus terjadi.

Meski pihak kepolisian Denmark menerjunkan dua ribu personelnya guna menyudahi kerusuhan, pekerjaan mereka tak benar-benar beres sebelum mempergunakan gas air mata untuk ditembakkan ke arah kerumunan masing-masing kubu suporter. Secara keseluruhan, ada 19 orang yang cedera berat, 4 orang tertusuk, dan 60 lainnya ditangkap gara-gara kerusuhan ini.

Akibat peristiwa memalukan ini, Perdana Menteri dari kedua negara saat itu, Tony Blair (Inggris) dan Bülent Ecevit, menyatakan permohonan maafnya secara terbuka kepada masyarakat Eropa, khususnya yang menggemari sepak bola.

“Semoga hal seperti ini tidak lagi terulang di masa yang akan datang sebab peristiwa yang muncul di Kopenhagen benar-benar mempermalukan negara”, tutur Blair seperti dilansir oleh theguardian.

“Olahraga adalah ajang untuk mempererat persahabatan, bukan malah sebaliknya (baku pukul)”, timpal Ercevit.

Menariknya, saat Arsenal mengundang Galatasaray buat tampil di turnamen pra-musim, Piala Emirates pada tahun 2013 silam, suporter The Gunners menunjukkan reaksi negatif perihal keputusan itu. Mereka mengaku bahwa perasaan tidak suka kepada pendukung Cimbom belum sepenuhnya luntur akibat kerusuhan di Kopenhagen dahulu.